Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Faikhotul Maulidiyah

Bolehkah Amil Zakat Mendapatkan Bagian Lebih dari 12,5?

Filantropi | Sunday, 10 Sep 2023, 21:31 WIB

Dalam kategori penerima zakat ada istilah Amil, tahukah kalian siapakah Amil zakat itu?

zakatsourch by: google-tokopedia

Menurut Fatwa MUI Nomor 8 Tahun 2011, Amir adalah orang atau kelompok yang ditunjuk oleh pemerintah untuk mengatur pelaksanaan ibadah zakat, atau orang perseorangan atau kelompok yang terdiri dari suatu masyarakat dan diberi wewenang oleh pemerintah untuk mengatur pelaksanaan ibadah zakat. Amil merupakan salah satu Asnaf (kelompok) penerima Zakat. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT pada surah At-Taubah ayat 60:

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا ....

Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat (amil)

Dari ayat tersebut kita mengetahui bersama bahwa Amil adalah pihak yang diberi amanah untuk mengelola Zakat, dan pekerjaan tersebut menjadikannya salah satu penerima Zakat serta berhak mendapat bagian dari dana Zakat yang ada.

Namun seorang amil juga perlu memiliki keterampilan dalam pengelolaan dana zakat. Hal tersebut dimaksudkan agar dana milik umat tersebut tidak disalahgunakan serta dapat didayagunakan dengan pendistribusian yang tepat sasaran dan sesuai dengan golongan yang telah ditetapkan oleh nash Al-Qur’an.

Beberapa syarat yang perlu diperhatikan ketika menjadi seorang Amil zakat yaitu:

beragama Islam, mukallaf (berakal dan baligh), Amanah, memiliki ilmu pengetahuan tentang hukum -hukum zakat dan hal lain yang terkait dengan tugas amil zakat.

Seorang Amil zakat juga mendapatkan bagian dari dana zakat yang telah dikumpulkan. Besaran dana tersebut diambil berdasarkan fatwa MUI nomor 8 tahun 2011 bahwa seorang amil berhak mendapatkan sejumlah 1/8 dari harta zakat yang berkisar 12,5%. Ketentuan tersebut telah disesuaikan dengan kebutuhan dan imbalan dari kinerja. Misal jika dana zakat sejumlah 10 juta maka seorang Amil zakat akan mendapatkan bagian sejumlah Rp 1.250.000.

Kini para Amil zakat disatukan pada sebuah Lembaga pengelolaan zakat. Beberapa Lembaga tersebut ada yang telah diberikan legalitas berupa surat izin sehinga lebih mudah dalam penghimpunan zakat, seperti Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Lembaga Amil Zakat (LAZ), dan beberapa Lembaga amil zakat yang terkenal lainnya. Ada juga beberapa Lembaga zakat yang belum dilegalkan oleh pemerintah, seperti panitia-panitia kecil yang dibentuk oleh masyarakat semisal di masjid.

Dengan adanya Lembaga-lembaga zakat tersebut diharapkan dapat menjadi alternatif untuk memudahkan pengelolaan dana zakat. Karena lebih terstruktur pendistribusian dan pendayagunaannya, serta dengan adanya sistem dan pencatatan yang terus diupayakan pembaharuan-pembaharuan program dan proyek yang ada.

Bagian Amil yang telah ditetapkan kadarnya yakni sebesar 1/8 atau 12,5% tersebut, menjadi ketentuan selama berlangsungnya pengelolaan dana zakat haruslah mengacu pada kadar aturan yang ada. Jika bagian Amil lebih dari 12,5% tentu saja hal tersebut tidak dibenarkan. Karena adanya kadar tersebut telah disesuaikan dengan kadar keadilan pada setiap asnaf zakat.

Namun, kadar 12,5% tersebut bisa saja berubah yakni bagian Amil bisa menjadi lebih besar dari itu apabila dana zakat tersebut menjadi produktif. Maksudnya keuntungan dari dana zakat yang dirpoduktifkan tersebutlah yang bisa menambah bagian dari Amil tanpa mengambil tambahan dari dana pokok zakat.

Kesimpulannya adalah seorang Amil tidak boleh mendapatkan bagian dana zakat lebih dari 12,5% jika dana zakat tersebut tidak diproduktifkan. Jika dana zakat tersebut produktif, maka dari hasil keuntungan tersebut Amil mendapatkan tambahan atas bagiannya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image