Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ratna Anugrahaningtyas

Zonasi Sebatas Kata Pemanis Untuk Penenang Pemerataan Pendidikan

Eduaksi | Monday, 21 Aug 2023, 23:40 WIB

Apa sebenarnya arti dari sebuah pemerataan pendidikan? Apa mungkin hanya terfokus pada pemerataan pendidikan untuk orang gila uang, ataupun pemerataan pada pendidikan orang yang berbuat curang saja? Pada kenyataannya banyak kasus di luar sama, seorang anak yang akann masuk ke bangku SMP dan SMA yang hampir gila karena mereka sulit mendapatan sekolah. Lalu apakah sistem zonasi akan efektif digunakan jika sistem masuk perguruan tinggi tetap memandang top 1000 SMA nasional? Apa itu mungkin yang disebut semua sekolah itu sama saja dan apakah itu yang disebut setelah adanya sistem zonasi akan hiang kata popularitas `sekolah favorit`? Sudah banyak siswa yang menjadi korban tangis hingga gangguan mental karena sistem zonasi ini.

Adanya sistem zonasi awalnya berkomiten untuk memeratakan pendidikan sehingga semua sekolah setara. Praktek lapangan dari sistem znasi ini dimulai pada tahun 2017. Dimana sejak tahun ajaran baru mulai tahun itu sampai sekarang selalu terdapat masalah yang timbul karena sistem tersebut. Setiap tahun pun pemerintah selalu mendengar keluhannya. Akan tetapi tidak ada pergerakan secara tegas terkait hal ini. Kejadian ini menjadikan acuan warga dalam menilai kualitas kemedikbud. Para orang tua juga menyalahkan pihak kemendikbud terkait kasus ini.

Banyak latar belakang masalah yang timbul karena zonasi. Misalnya, adanya suap uang yang dilakukan oleh sekolah tertentu untuk menambah pagu secara privat dan juga ada siswa yang memperdekat jarak dengan cara merekayasa jarak rumahnya.serta ada juga yang mengeluh jika sistem masuk pergurua tinggi bedasarkan rapot juga ditentukan oleh top 1000 SMA.

Pagu sekolah yang sejak awal ditentukan seharusnya tidak boleh melebihi ketentuannya Karena hal tersebut akan membuat rancu dan gaduh.para siswa yng ambis pada suatu sekolah akan melakukan segala cara untuk masuk ke sekolah impiannya. Bahkan hal tersebut akan berbahaya jiika siswa dan diidukung orang tuanya untuk masuk sekolah lewat jalur `orang dalam`. Yang tentunya hal tersebut juga perlu dukungan eknomi yagg bagus. Sehingga terdapat kesenjangan sosial ekonomi yang berakibat penyakit hati antara status sosial tertentu. Pihak sekolah mendapatkan banyak keuntungan sedangkan siswa yang kurang mampu hanya meratapi nasibnya.

Selain itu, terdapat banya siswa yang juga menyesal dan kesal akan kebijakan zonasi pada jenjang masuk SMA. Karena setelah SMA mereka akan meelanjutkan ke perguruan tinggi, maka seharusnya jika ingin lebih baik mempersiapkannya mereka juga harus memilih lingkungan sekolah yang mendukung. Jika sistem penerimaan mahasiswa di perguruan tinggi masih terdapat jalur rapot itu akan membuat banyak siswa kecewa. Tentunya rasa kecewa terjadi karena adanya sistem zonasi yang membatasi siswa berprestasi gagal mengembangkan diri di sekolah yang bisa mewadahinya. Dan di sistem penerimaan tersebut msih memandang asal sekolah. Bukankah jika memang semua sekolah itu sama, jalur masuk perguruan tinggi juga diubah aspek penilaiannya. agar semua lebih kondusif lagi.

Harapan kedepannya, untuk penerapan sistem zonasi perlu adanya peningkatan keamanan dan ketertiban terhadap aspek penilaian zonasi. Juga bisa dilakukan sosialisasi rutin kepada pihak tenaga pendidikan akan kejujuran dalam sistem penerimaan siswa baru. Sehigga tidak ada lagi adanya kecurangan dalam sistem seperti pemalsuan data ataupun jalur uang serta orang dalam. Serta juga perlu dievaluasi sistem penerimaan mahasiswa baru yang juga banyak kontra terkait sistem zonasi juga.

#Amerta2023 #KsatriaAirlangga #UnairHebat #AngkatanMudaKsatriaAirlangga #BanggaUNAIR #BaktiKamiAbadiUntukNegeri #Ksatria(12)_Garuda(19)#ResonansiKsatriaAirlangga #ManifestasiSpasial #GuratanTintaMenggerakkanBangsa.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image