Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dhevy Hakim

Konsumsi Hewan Mati, Haram dan Berbahaya

Info Terkini | Tuesday, 18 Jul 2023, 20:04 WIB

Konsumsi Hewan Mati, Haram dan Berbahaya

Oleh: Dhevy Hakim

Warga di wilayah Gunungkidul banyak yang terpapar penyakit antraks. Sebanyak 85 warga dinyatakan positif antraks setelah dilakukan tes serologi yang dilakukan oleh Kementerian kesehatan. Sedangkan yang meninggal dunia karena antraks sudah ada 3 orang. (tribunjatim.com, 08/07/2023)

Bermula dari warga Padukuhan Jati Gunungkidul yang meninggal di RS Sardjito Yogyakarta dalam keadaan positif antraks lalu dinas terkait melakukan penelusuran. Diduga terpaparnya penyakit antraks disebabkan adanya warga yang mengkonsumsi hewan baik sapi maupun kambing yang sudah mati.

Lebih lanjut konsumsi hewan mati oleh warga Gunungkidul dipengaruhi adanya tradisi “brandu”. Tradisi brandu atau purak yakni menyembelih hewan yang sudah mati atau sedang sakit kemudian membagi-bagikan ke warga dengan mengganti uang atau membeli daging sembelihan itu dengan tujuan si pemilik hewan tidak rugi banyak. Namun, benarkah demikian?

Tradisi Karena Kurang Edukasi

Kondisi ekonomi memang sering kali memaksa kita menerima sesuatu yang bahkan hal itu membahayakan kesehatan. Harga kambing yang tidak murah apalagi harga sapi yang jauh lebih mahal dengan kondisi ekonomi yang sulit, mencari uang juga tidak mudah mempengaruhi rasa “eman” jika kambing atau sapi dibuang begitu saja.

Namun sayangnya, alih-alih menjadi solusi tradisi brandu ini justru membawa petaka buat warga. Menurut Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Kementan Syamsul Ma’arif sifat bakteri penyebab antraks yakni Bacillus anthracis akan membentuk spora saat terpapar udara terbuka.

Apabila hewan yang terpapar penyakit antraks disembelih bakteri tersebut akan membentuk spora. Sehingga dengan adanya sifat bakteri ini mengkonsumsi daging hewan yang terpapar antraks sangat dilarang. Sekalipun daging hewan tersebut direbus tetap tidak boleh.

Bahkan pakar kedokteran hewan Universitas Airlangga (UNAIR) Nusdianto Triakso mengatakan sekalipun hewan yang sakit tidak terkonfirmasi positif antraks, akan tetapi kebiasaan mengkonsumsi hewan ternak yang mati adalah pilihan yang salah. Menurut Nusdianto, masyarakat penting untuk mendapatkan edukasi sehingga memiliki pengetahuan mengenai hewan yang layak untuk dikonsumsi. (CNNIndonesia.com, 07/07/2023)

Dalam hal ini penguasa semestinya yang berkewajiban untuk memberikan edukasi di tengah masyarakat sehingga tradisi yang membahayakan ini tidak terus berlanjut.

Haram dan Bahaya

Jelaslah bahwa mengkonsumsi hewan yang mati apalagi hewan yang terpapar penyakit adalah haram dan membahayakan. Termasuk tradisi brandu yang menjadi sarana tersebarnya daging sembelihan hewan yang telah mati dan terpapar penyakit adalah haram dan berbahaya.

Islam sendiri sebagai agama yang sempurna telah mengatur mengenai makanan. Syariat Islam mengatur bahwasanya makanan yang dikonsumsi haruslah makanan yang halal dan thoyib (baik).

Dalam QS Al-Baqarah ayat 168 Allah telah berfirman, “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik (sehat) dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”

Mengenai keharaman memakan bangkai pun sudah Allah firmankan dalam QS Al-Baqarah ayat 173. “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah.” Terkecuali bangkai ikan dan belalang yang mana syariat telah memberikan keterangan halal.

Di sisi lain bangkai sendiri adalah najis sehingga hukumnya haram untuk diperjualbelikan. Sekalipun hanya membeli tanpa mengkonsumsinya dengan niat untuk membantu peternak hukumnya tetap haram. Hal ini sesuai dengan sabda Rasullullah mengenai larangan melakukan jual beli khamar, bangkai, dan babi.

Dari sisi aktivitas yang menimbulkan bahaya untuk orang lain, yakni dalam peristiwa ini menjual dan mengkonsumsi daging sapi dan kambing yang mati karena antraks, maka aktivitas ini dalam Islam juga hukumnya haram. Diriwayatkan dari imam Malik bahwasanya Rasulullah saw bersabda tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan orang lain.

Oleh karenanya harus ada tindakan tegas untuk menghentikan tradisi brandu ini maupun aksi yang serupa yang membahayakan bagi orang lain.

Wallahu a’lam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image