Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Fauzi Basruddin

Ruang Tenang Jefri

Sastra | Sunday, 02 Jul 2023, 19:50 WIB

Di meja itu, meja yang bertuliskan Dokter Indrawati dalam ruang tenang berlampu redup bersuarakan gelembung aquarium, tempat seorang anak menemukan tempatnya untuk bercerita. Dia Jefri remaja berusia 20 tahun yang mengidap skizofrenia sejak kecil akibat trauma masa lalunya. Setiap dua bulan sekali Jefri mengunjungi dokter Indra dan bercerita tentang perkembanganya, dia cukup dekat dengan dokter Indra dan nyaman saat bercerita dengannya, Jefri memiliki sifat yang introvert dan sulit bergaul dengan sekitar karena kelainan yang dideritanya sampai-sampai hanya sedikit orang yang bisa diterimanya termasuk dokter Indra. Di meja itu, Dokter menanyakan dua pertanyaan yang biasa ia tanyakan kepada Jefri "bagaimana kabarmu Jefri? Apa yang kamu rasakan belakangan ini?". Jefri bercerita banyak kala itu dan mengatakan perlahan-lahan emosinya sudah bisa ia kontrol dan beberapa delusi sudah tidak ia rasakan lagi, sebuah perkembangan yang cukup signifikan mengingat dua tahun yang lalu tepatnya Jefri dirundung beberapa kejadian yang membuatnya trauma berat.

Rasanya sudah dua tahun semenjak kematian kedua orang tua Jefri. Sejak kecil Jefri hidup bersama kedua orang tuanya dalam rusun yang kumuh daerah Jakarta Timur, Ayahnya bekerja sebagai mucikari dan Ibunya bekerja sebagai penjual minuman keras. Ayah Jefri adalah seorang pemabuk, suatu hari Jefri tidak sengaja menjatuhkan botol minuman Ayahnya yang sedang mabuk, sontak Ayah Jefri pun marah dan memukul anaknya menggunakan sabuk kulit tebal, semakin ia menangis semakin kencang pula Ayahnya memukul, Ibunya seolah tidak perduli akan itu dan ia tetap menghitung uang hasil berjualan miras hari ini, Jefri yang kala itu berusia 18 tahun hanya bisa menunduk dan mendengarkan ocehan ayahnya yang berkata "Dasar anak bajingan! anak tak berguna! seolah kehadiranmu membuat dunia ini lebih kacau!" sambil menunduk ia terdiam. Saat kejadian itu terjadi dari luar rumah seorang gadis remaja cantik bernama Verronika menyaksikan semuanya.

Verronika adalah teman Jefri sejak kecil, ia dan keluarganya sudah cukup lama tinggal di rusun yang sama dengan keluarga Jefri tepatnya sudah 20 tahun keluarganya tinggal di rusun itu. Sebagai seorang tetangga Verronika sering kali mendengar suara keributan dari kamar keluarga Jefri, kali ini sudah kedua kalinya Verronika melihat secara langsung Jefri dipukuli Ayahnya karena hal yang sepele. Verronika hanya bisa terdiam dan tidak bisa mencampuri urusan keluarga Jefri, saat suasana sudah kondusif Verronika mengajak Jefri keluar bermain. Verronika dan Jefri sering menghabiskan waktu bersama sejak kecil, hal yang paling disukai keduanya adalah melihat langit sore di rooftop rusun kumuh itu dan melihat gedung-gedung kota sambil bermimpi suatu saat akan memiliki salah satu dari gedung itu. Saat Verronika sedang bercerita tentang impianya, Jefri malah terfokus melihat wajah Verronika yang cantik berseri yang tertiup angin, Verronika berkata "Aku ingin sekali kita berdua keluar dari tempat kumuh ini, suatu saat Jeff suatu saat kita akan meninggalkan tempat ini dan memulai hidup yang lebih baik lagi", Jefri hanya tersenyum dan mengangguk, dimatanya seolah mengatakan "Aku tidak ingin apa apa lagi, aku hanya ingin bersama Verronika". Berdua menikmati indahnya matahari yang tenggelam dimakan malam.

Malam itu malam saat Jefri kesulitan untuk tidur karena menahan laparnya, Jefri memeluk perutnya sendiri sambil meringkih dan berkata "lapar aku sangat lapar sekali!". Kelaparan itu disebabkan karena orang tuanya enggan memberi makan Jefri sebagai hukuman karena dia tidak menghabiskan daganganya, sebagai anak tunggal Jefri bekerja dengan berjualan tisu di perempatan lampu merah. Tengah malam itu Jefri keluar kamar sambil berharap bisa menghilangkan rasa laparnya dengan berjalan-jalan mengelilingi rusun, dipertengahan langkahnya Jefri bertemu dengan Verronika yang membawakan sebungkus nasi goreng dan memberikanya kepada Jefri sambil tersenyum. Jefri tentunya terkejut dan langsung menerimanya, sambil duduk Jefri dengan lahap memakan nasi goreng pemeberian Verronika, "Aku tau kamu pasti belum makan seharian karena daganganmu belum habis, tadi sore aku melihatmu pulang sambil membawa tisu yang belum terjual itu sebabnya aku membelikanmu nasi goreng ini" sambil tersenyum Jefri melihat kearah Verronika dan berterimakasih kepada dia, pasalnya Verronika bak malaikat penolong untuk Jefri.

Keesokan harinya Ibu Jefri keheranan menghitung uangnya yang tiba tiba saja berkurang, semalam sebelum tidur Ibu Jefri sudah memastikan jumlah yang ia dapat dari berjualan miras. Ibu dan Ayah Jefri sontak menuduh Jefri mencuri uang tersebut, seolah mengiyakan hal tersebut Jefri hanya menunduk dan terdiam menerima segala makian pukulan dari kedua orang tuanya. Jefri tidak bisa melawan kedua orang tuanya, sejak kecil ia sudah ditanamkan untuk tidak melawan orang tua dan menerima segala hukuman. Jefri tidak mengerti benar atau salah, pemikiran yang ditanamkan orang tuanya sejak kecil hanyalah patuh, patuh dan patuh. Hari pun berganti Jefri pulang lebih cepat dari biasanya sebab barang yang ia jual sudah habis lebih cepat. Sesampainya dirumah ternyata rumah dalam keadaan kosong kala itu, Ayahnya sedang bekerja di kelab sebagai mucikari dan Ibunya sedang berjualan miras di warung belakang rusun. Di rumah, Jefri hendak membersihkan diri setelah lelah berjualan, ia pun membuka lemari dan hendak mengambil handuk, tanpa sengaja pintu lemari yang ia buka menyenggol kardus yang berada diatas lemari, kardus itupun terjatuh dan banyak dokumen berserakan. Jefri takut sekali kala itu dan langsung membereskan dokumen yang berserakan, dua dokumen tersisa di lantai saat Jefri membersihkannya, dokumen pertama adalah akta kelahiran Jefri dan dokumen kedua membuat Jefri sangat terkejut. Sambil bergetar memegang dokumen tersebut ia membacanya, ternyata itu adalah surat adopsi yang bernamakan Jefri Dwi Sasono.

Masih dalam rumah susun itu Jefri membaca dokumen tersebut, sambil bergetar ia memegang dokumen itu dan tertunduk lesu menyadari fakta yang sangat mencengangkan. Jefri tak tau apa yang harus ia ekspresikan, apakah harus merasa senang?, Jefri tertawa dengan keras terbahak bahak menyadari orang tuanya saat ini bukanlah orang tua aslinya, tak lama Jefri merasa takut dan menanyakan siapa sebenarnya dirinya?, Jefri menangis sejadi jadinya dan merasa marah akan ketidak adilan dunia ini. Perlahan, Jefri keluar dari rumah dengan tatapan kosong, semuanya sudah nampak tidak karuan dalam kondisi ini, dari jauh ia melihat Verronika yang menenteng tas belanjaan. Dia Verronika wanita yang Jefri sukai dan selalu Jefri damba-dambakan menjadi kekasihnya, "Jangankan menjadi kekasihnya, impian ku hanyalah bisa duduk berdua diatas rooftop rusun ini bersamanya". Jefri mengikuti Verronika sampai masuk kedalam rumahnya secara diam-diam, Verronika tersadar dan terkejut saat sudah di dalam rumahnya, pasalnya ia mengetahui ada orang asing yang masuk kerumahnya, sambil berteriak dia berkata "Siapa kamu? ke, kenapa bisa kamu masuk kesini?!" sambil menghirup nafas Verronika melanjutkan perkataanya "Tunggu! aku tau kamu, kamu Jefri kan? dari blok sebelah?!", sambil ketakutan Verronika menatap Jefri. Jefri hanya melontarkan senyum sambil berkata "Verronika, seolah hidupku sudah terlalu buruk, ayo temani aku di rooftop rusun ini", "apakah kau lupa saat saat itu?" Verronika memasang wajah yang kebingungan karena dia tidak pernah mengenal Jefri dan hanya tau dia sebagai tetangganya. Akhirnya percakapan itupun disudahi dengan disambung senyuman Jefri yang entah apa artinya.

Sekeluarnya Jefri dari rumah Verronika, Jefri membawa sebilah pisau yang entah ia dapat dari meminjamnya atau mencurinya dari rumah Verronika, tidak ada yang tau bagaimana ia mendapatkannya. Sambil membawa pisau itu Jefri berjalan dengan penuh emosi menuju rumah seorang anak penjual tisu, dia selalu melihat anak itu dianiaya oleh kedua orang tuanya. Jefri tau bagaimana sakitnya dipukul, dicambuk menggunakan sabuk. Sambil marah Jefri mendobrak pintu rumah si lelaki mucikari dan wanita penjual miras itu dan menusuknya dengan kejam. Semua warga di rusun tersebut seketika keluar rumah dan berlari menuju rumah tersebut karena mendengarkan teriakan yang begitu keras. Warga rusun terkejut melihat darah yang berceceran dan sontak mengeroyok Jefri secara membabibuta karena dia menenteng sebilah pisau yang berlumuran darah, Jefri dipukuli dengan brutal sampai ia pingsan dan dalam hatinya berkata "Aku tak mengerti apa-apa, kenapa aku bisa dipukuli seperti ini?", Jefri tergulai lemah dan melihat aquarium ikan di depanya dan berkata dalam hatinya "Aku selalu suka suara gelembung aquarium ikan", sebelum akhirnya dia pingsan.

Dua tahun berselang setelah kejadian itu kehidupan berangsur-angsur membaik, Jefri kembali ke kehidupan biasanya, kembali kerutinitasnya semula bertemu dengan Dokter psikis ahli kejiwaan langgananya. Sesampainya di ruangan dokter itu ruangan yang sangat ia sukai, ruangan yang damai yang menenangkan pikiranya dengan lampu redup dan suara gelembung aquarium. Di meja itu, meja yang bertuliskan Dokter Indrawati tempat seorang anak bercerita tentang masalah jiwanya, anak yang mengidap skizofrenia sejak kecil akibat trauma masa lalunya, anak yang sopan yang selalu menanyakan dua pertanyaan kepada dokter itu sebelum sesi tanya jawab. "Bagaimana kabar anda dok? Sedang sibuk apa belakang ini?", dengan senyum dokter itu menjawab "baik-baik saja Jef, banyak yang menarik belakangan ini". Dokter itupun selalu menanyakan dua pertanyaan pada anak tersebut "Jefri bagaimana kabarmu? apakah delusimu masih sering kambuh?", Jefri tersenyum menunduk dan menengok dengan senyuman yang entah artinya apa "Aku tidak tau, apakah ini hanya delusi atau realita, yang kutau setengah dari ceritaku atau mungkin ceritaku ini hanyalah delusi". Dia adalah Jefri pengidap skizofrenia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image