Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Naufal Fadhail

Diantara Mengqadha Puasa atau Membayar Fidyah, Mana yang Lebih Tepat?

Agama | Friday, 09 Jun 2023, 10:58 WIB

Puasa wajib dalam Islam diantaranya meliputi puasa ramadhan dan puasa nazar. Maka wajib hukumnya bagi setiap muslim untuk melaksanakannya. Dan bagi yang meninggalkannya secara sengaja akan mendapatkan dosa. Namun ada kalanya seorang Muslim tidak mendapat dosa ketika meninggalkan puasa wajib. Yaitu Ketika uzurnya jelas. Diantara uzur yang jelas yaitu ketika:

1. Orang yang dalam perjalanan jauh

2. Wanita yang sedang menjalani masa haid dan nifas

3. Wanita hamil

4. Orang yang sedang sakit (sakit yang mengharuskannya tidak berpuasa)

Mereka boleh dan diantaranya wajib meninggalkan puasa karena dalam keadaan tidak suci. Dengan syarat mengqadha (mengganti) puasanya sesuai berapa yang mereka tinggalkan. Waktunya yaitu hari biasa diluar bulan ramadhan dan di luar hari yang dilarang berpuasa dalam Islam, seperti hari tasyrik.

Lalu bagaimana mengqadha puasa terhadap orang tua yang sudah tidak mungkin lagi berpuasa (sakit-sakitan) pada hari setelah ramadhan sekalipun? Apakah qadha puasa dilimpahkan kepada ahli waris (Anaknya)? Memindahkan kewajiban Mengqadha puasa orang tua yang sakit-sakitan kepada anaknya adalah pemahaman yang keliru dalam masyarakat. karena bahwasannya mengqadha puasa orang yang masih hidup itu tidak dibolehkan dalam islam. Maka alternatifnya yaitu membayar fidyah. Dengan memberi makan orang miskin sebanyak 1 mud (0,60kg) makanan per hari puasa yang ditinggal. Seperti yang sudah tertera pada penggalan ayat alquran surat albaqarah ayat 184

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ...

“ Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin”

Puasa yang boleh diqadha oleh ahli waris adalah ketika wafatnya seseorang sedangkan ia meninggalkan hutang kewajiban puasa. baik puasa ramadhan atau puasa nazar. Berikut dalilnya:

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ [متفق عليه].

“Dari Aisyah ra [diriwayatkan] bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa meninggal dunia padahal ia berhutang puasa, maka walinyalah yang berpuasa untuknya” [Muttafaq Alaih].

Dari dalil diatas bisa kita simpulkan bahwa cara yang tepat membayar hutang puasa untuk orang tua yang telah wafat yaitu lebih utama bagi ahli waris utntuk mengqadha puasa orang tua tersebut daripada membayar fidyah. Namun terlebih dahulu dilihat, apakah yang bersangkutan meninggalkan harta waris atau tidak. Jika terdapat harta waris, maka sebelum dibagikan, harta tersebut digunakan untuk membayar fidyah puasa. Karena fidyah berupa hutang yang harus dibayar, terkhusus hutang tersebut adalah hutang kepada allah.

Sedangkan cara yang tepat membayar hutang puasa untuk orang tua yang masih hidup namun tidak dapat berpuasa lagi karena sakit-sakitan, satu-satunya cara membayar puasanya yaitu dengan membayar fidyah. Apabila yang bersangkutan tidak memiliki harta, maka kewajiban membayar fidyah dilimpahkan kepada anak-anaknya baik dibayar perseorangan ataupun patungan.

Kesimpulannya, yang mana lebih tepat antara mengqadha puasa atau membayar fidyah. Keduanya tepat sesuai kondisinya masing-masing. Jika orang tua tidak sanggup lagi berpuasa maka caranya yaitu dengan membayar fidyah. Dan jika yang bersangkutan wafat namun meninggalkan hutang kewajiban puasa, maka lebih tepat bagi ahli waris untuk mengqadha puasa daripada membayar fidyah, dengan ketentuannya yaitu apabila yang bersangkutan tidak meninggalkan harta waris.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image