Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ninda Afriliana

Lunturnya Nilai Pancasila Sebagai Karakter Bangsa di Era Globalisasi

Edukasi | Thursday, 01 Jun 2023, 14:29 WIB
Sumber : Dokumen pribadi

Saat ini dunia dihadapkan pada era globalisasi, yang mana terdapat kebebasan di dalamnya. Segala akses informasi terbuka lebar, seolah tak ada lagi batasan di dunia ini. Era globalisasi menjadi salah satu tantangan serius bangsa Indonesia terutama dalam hal karakter. Masyarakat Indonesia terutama generasi muda mudah terpengaruh dengan budaya barat yang masuk ke Indonesia. Hal tersebut menjadikan budaya timur yang dianut bangsa Indonesia perlahan mulai luntur dan berganti dengan budaya barat. Akibatnya perilaku generasi muda Indonesia sering kali bertentangan dengan nilai luhur yang ada pada lima sila Pancasila. Padahal Pancasila merupakan jati diri bangsa Indonesia. Hal ini menjadi pertanyaan besar, Pancasila benar terealisasi atau sekadar simbol?

Eksistensi Pancasila di era globalisasi ini seakan tak terlihat dan diabaikan oleh sebagian generasi muda. Hal ini karena generasi muda yang terkena dampak globalisasi. Budaya barat menjadi kiblat mereka dalam kehidupan sehari-hari. Contoh nyata akibat globalisasi banyak terjadi di kalangan generasi muda Indonesia. Mulai dari cara berpakaian, sikap individualisme, gaya hidup konsumtif, hingga cara berkomunikasi. Banyak budaya Indonesia yang mulai ditinggalkan dan digantikan budaya barat seperti penggunaan bahasa Indonesia yang dicampur dengan bahasa asing, berpakaian yang kurang sopan, dan melupakan budaya atau kesenian tradisional.

Bukan hanya masalah budaya tetapi juga nilai luhur dan adab generasi muda saat ini yang sering membuat geleng-geleng kepala. Banyak kasus viral yang menjerat generasi muda akibat sikapnya yang tidak bermoral. Selain itu, kebiasaan netizen Indonesia yang terkadang terlalu berlebihan dalam menghakimi orang lain. Hal ini tentu bertentangan dengan budaya Indonesia yang sangat menjunjung tinggi tata krama dan sopan santun kepada sesama manusia. Selain itu, membuat Indonesia yang dikenal sebagai negara yang ramah di dunia menjadi tercoreng akibat ketidaksopanan netizen Indonesia.

Adapun kondisi Indonesia yang merupakan negara majemuk membuat Indonesia memiliki keragaman baik agama, suku, ras, serta budaya. Kondisi ini juga masih sering menjadi pemicu konflik di Indonesia. Banyak konflik yang terjadi hanya karena bersikap etnosentisme Hal ini jelas membuktikan bahwa masih kurangnya kesadaran dan pengamalan nilai Pancasila, salah satunya pada kasus ini adalah sila ketiga Pancasila. Jika nilai Pancasila benar dihayati dan diterapkan, keragaman bukan menjadi pemicu konflik namun menjadi penguat rasa persatuan bahkan mendatangkan manfaat untuk bangsa Indonesia.

Permasalahan Pancasila banyak juga terjadi pada oknum di pemerintahan. Beberapa instansi pemerintahan mendapat penilaian buruk dan krisis kepercayaan dari masyarakat. Salah satu instansi tersebut adalah Polri. Polri sebagai badan penegak hukum dan pengayom masyarakat seharusnya bisa menegakkan hukum dengan seadil-adilnya. Namun, sudah banyak kasus yang menunjukkan hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Bukan hanya Polri, pada instansi layanan kesehatan juga sering dijumpai kasus pasien pengguna BPJS mendapat pelayanan yang berbeda dengan pasien non BPJS. Kedua contoh tersebut jelas mencederai nilai keadilan yang tertuang pada sila kelima Pancasila.

Dari beberapa contoh nyata yang terjadi di Indonesia bisa disimpulkan bahwa masih banyak yang menganggap Pancasila sekadar dasar negara tanpa mengamalkannya dalam kehidupan. Hal ini sungguh miris mengingat perjuangan pahlawan bangsa yang tidak mudah dalam menyusun Pancasila, bahkan mempertahankan ideologi Pancasila dari peristiwa G30S/PKI yang mana pada peristuwa tersebut ada keinginan dari PKI untuk mengganti ideologi Pancasila menjadi komunis. Padahal Pancasila jika diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan benar merupakan cerminan bangsa Indonesia yang mana menjunjung tinggi demokrasi, menghargai kebebasan, menegakkan keadilan, memanusiakan manusia, serta mengutamakan persatuan Indonesia.

Kedudukan Pancasila begitu penting untuk bangsa Indonesia karena Pancasila merupakan dasar negara Indonesia. Yang mana terdapat lima sila di dalamnya. Lima sila yang mencerminkan karakter bangsa Indonesia. Dasar negara yang sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia yang berbeda dengan negara lain. Jika Pancasila hanya sekadar simbol tanpa menerapkannya dalam kehidupan, hal ini bisa memicu penilaian buruk dunia pada ideologi Indonesia. Hal ini karena, dunia luar bisa saja menganggap apa yang dilakukan masyarakat Indonesia adalah cerminan dari idelogi yang dianut.

Dengan banyak kasus yang sudah terjadi di Indonesia ini, seharusnya upaya peningkatan pengamalan Pancasila harus menjadi perhatian serius. Upaya tersebut bisa dilakukan dengan banyak cara mulai dari mengenalkan Pancasila sejak dini dengan cara memberikan contoh sehingga anak terbiasa bersikap sesuai Pancasila, tetap memasukkan Pancasila pada kurikulum pendidikan bahkan hingga tingkat perguruan tinggi, membiasakan untuk menerapkan nilai luhur Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, menanamkan kesadaran pentingnya ideologi Pancasila dan hanya Pancasila yang sesuai dengan bangsa Indonesia, serta menyaring budaya yang masuk dari luar agar tidak bertentangan dengan nilai Pancasila. Kunci berhasilnya upaya ini adalah adanya kesadaran dari setiap individu dan konsisten dalam menerapkannya dalam kehidupan, karena kebiasaan yang terus dilakukan akan mengakar dan menjadi budaya. Pada tanggal 1 Juni ini yang merupakan hari lahirnya Pancasila, marilah kita semua sebagai warga negara Indonesia mengamalkan Pancasila dimanapun dan kapanpun agar tercermin jati diri bangsa Indonesia yang berbudi luhur dan Pancasila tetap menjadi ideologi bangsa. Hal ini menjadi momentum yang tepat untuk menghidupkan lagi jiwa Pancasila yang mulai luntur agar benar-benar terpatri dalam diri.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image