Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Prof. Dr. Budiharjo, M.Si

Sanksi Kebiri demi Perlindungan Anak

Info Terkini | Tuesday, 23 May 2023, 16:45 WIB
Negara memiliki kewajiban melindungi dan menjamin perlindingan terhadap warga, khususnya hak anak. Foto: Republika

Pengadilan Negeri Buol menjatuhkan sanksi tambahan berupa kebiri kimia (chemical castration) terhadap pelaku pemerkosaan anak kandung. Tindakan ini menunjukan keseriusan perlindungan anak karena pelaku ternyata pernah melakukan kejahatan yang sama. Kebiri kimia ternyata tidak hanya di Indonesia. Sejumlah negara menerapkan hal yang sama, antara lain Polandia, Rusia, Jerman, Republik Ceko, Denmark, Swedia, Spanyol, Pakistan, Korea Selatan dan sembilan negara bagian Amerika Serikat.

Negara-negara yang menerapkan sanksi tersebut memiliki kesamaan persepsi yakni demi perlindungan anak, memberikan efek jera serta mengurangi dorongan seksual pelaku. Menariknya, negara yang memberlakukan sanksi tersebut adalah yang berasaskan demokrasi dan pengakuan atas hak asasi manusia (HAM). Apakah ini bertabrakan? Tentu tidak. Di Indonesia, ada pembatasan HAM yang dilakukan berdasarkan tiga hal, antara lain; dilakukan dengan undang-undang; untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain; dan untuk memenuhi tuntutan yang adl berdasarkan pertimbangan moral/agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Implementasi sanksi kebiri adalah wujud nyata pembatasan HAM. Negara memiliki kewajiban melindungi dan menjamin perlindingan terhadap warga, khususnya hak anak yang menjadi bagian dari warga negara. UU Perlindungan Anak menjamin pemenuhan hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang dari ancaman kekerasan dan diskriminasi.

Sanksi ini lahir dari maraknya kejahatan seksual terhadap anak. Pemerintah pun mengubah statusnya menjadi kejahatan luar biasa yang kemudian penetapannya melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu). Perppu ini kemudian disahkan menjadi UU No. 17 Tahun 2016 Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.

Partisipasi Masyarakat demi Pencegahan Kekerasan Anak

Selain sanksi tegas, perlindungan anak sejatinya membutuhkan upaya pencegahan. Paling efektif adalah pendekatan partisipatori masyarakat. Hal ini menjadi sangat relevan karena semua pihak melibatkan diri dengan mengambil tugas terbaik yang bisa dilakukan untuk memenuhi perlindungan anak. Dalam kegiatan sosial, misalnya, masyarakat dan aparat penegak hukum terlibat secara bersama-sama untuk menegakkan pemenuhan hak anak.

Pendekatan ini menjadi penting untuk memastikan anak-anak kita, terpenuhi hak-hak dasar, serta terlindungi dari eksploitasi, kekerasan dan diskriminasi. Kekerasan seksual bisa jadi berawal dari tontonan pornografi. Masyarakat dan keluarga bisa mengawasi maraknya materi-materi yang terlarang baik secara norma atau agama di internet.

Video pornografi seringkali menjadi pemicu orang-orang dewasa untuk menyalurkan hasrat seksual. Korbannya adalah anak sebagai pelampiasan. Dengan pendekatan partisipatori, masyarakat mengambil bagian untuk menyelamatkan anak-anak dari kekerasan seksual. Masyarakat bahkan bisa saja mengajukan tuntutan pembubaran tempat yang menyediakan tontonan pornografi yang dirasa membahayakan anak-anak.

Pendekatan partisipatori pada hakikatnya adalah untuk kebaikan anak. Dia menjadi kontrol sosial masyarakat yang bersifat aktif. Dengan adanya kontrol sosial, maka akan memastikan terwujudnya lingkungan yang ramah terhadap anak. Masyarakat akan terlatih untuk membuka mata hati dan rasa kepedulian, untuk secara bersama-sama menyelamatkan anak-anak.

Pendekatan seperti ini juga sangat efektif untuk diterapkan mengatasi anak-anak jalanan. Masyarakat didorong untuk berpartisipasi, bukan hanya sekedar memberi mereka makan atau baju, namun lebih dari itu, masyarakat punya tanggung jawab menentukan seperti apa masa depan Indonesia. Masih banyak persoalan anak yang harus dientaskan seperti bahaya narkotika, pergaulan bebas, tawuran pelajar dan lain sebagainya. Dengan kehadiran orang-orang dewasa yang peduli terhadap anak, maka hal itu sedikit banyak akan membantu persoalan anak-anak di negara kita yang kian kompleks pada saat ini. (*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image