Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nabila Annuria

Menyelamatkan Lahan Gambut

Eduaksi | Monday, 22 May 2023, 13:41 WIB
Pengairan lahan gambut ( dok Republika )

Berulangkali Presiden Joko Widodo memerintahkan instansi terkait agar segera menemukan solusi permanen untuk mengatasi bencana kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Solusi diatas tentunya tidak bisa bersifat eksesif dan memakai metode asal-asalan. Akar penyebab utama bencana tahunan tersebut adalah terjadinya kerusakan lahan gambut. Untuk itu perlu pelestarian dan pengelolaan ekosistem lahan gambut dengan pendekatan sosio-ekologis dan penerapan teknologi irigasi gambut.

Inovasi teknologi irigasi tersebut pada prinsipnya berperan ganda. Yakni mampu mengairi atau membasahi secara efisien lahan gambut yang kritis dan mudah terbakar dimusim kemarau. Selain itu jaringan pipa irigasi tersebut juga bisa berfungsi mengalirkan debit air yang tersimpan di hutan gambut yang masih lestari untuk keperluan tanaman pangan, peternakan, perikanan dan air baku untuk keperluan rumah tangga. Sekedar catatan bahwa hutan gambut yang masih lestari mampu menyimpan air tawar dalam jumlah yang besar.

Kini lahan gambut telah menjadi kotak pandora. Dalam ekosistem ada istilah wetland (lahan basah) dan peatland (lahan gambut) keduanya lahan basah, untuk dijadikan perkebunan, maka debit air dikeluarkan dengan membangun kanal kanal pematus air. Celakanya untuk land clearing dilakukan pembakaran. Maka lahan gambut yang rongga-rongganya telah kehilangan air mudah terbakar. Kalau sudah begini , hanya hujan deras dan terus menerus yang bisa memadamkan kebakaran. Mengatasi kebakaran di saat kemarau hampir-hampir tidak ada gunanya . Justru di musim hujan harus dilakukan perencanaan water management agar lahan basah tetap basah di saat kemarau. Mengeringkan lahan basah sama saja membuka kotak pandora mengundang bencana besar bagi seluruh makhluk yang hidup di sana dan daerah sekitarnya.

Indonesia memiliki lahan gambut sekitar 20,6 juta hektar yang merupakan setengah dari luas lahan gambut di daerah tropika. Sayangnya belum ada kesungguhan dan program yang tepat untuk mengelola dan melestarikan gambut secara tepat dan bijaksana. Program restorasi dan rehabilitasi lahan gambut yang terdegradasi selama ini masih ala kadarnya.

Menghadapi kekeringan sebaiknya tidak cukup hanya dengan berdoa. Perlu langkah ilmiah dan sistem monitoring yang andal dan terus menerus. Perlu disiapkan lembaga untuk memonitor dan mencari inovasi teknologi menghadapi kekeringan.

Hingga kini hampir seluruh daerah di Indonesia yang terdapat kawasan gambut belum memiliki mitigasi bencana kabut asap yang baik. Akar persoalan kabut asap belum bisa diatasi secara tuntas lantaran masih gagalnya program untuk mengatasi deforestasi dan degradasi hutan dan lahan gambut. Pihak pemerintah daerah tidak berdaya menanggulangi kebakaran lahan gambut yang menjadi penyebab utama bencana kabut asap.

Program mitigasi kabut asap oleh pemerintah daerah (pemda) sangat lemah dan terlalu menggantungkan kepada pemerintah pusat. Hal itu sangat ironis, karena sebenarnya enam provinsi yang kini memberlakukan darurat kabut asap sebenarnya adalah daerah kaya raya yang memiliki APBD yang tentunya cukup untuk melakukan usaha mitigasi dengan inovasi teknologi yang andal.

Lahan gambut sebenarnya memiliki nilai keanekaragaman hayati yang tinggi dan dikenal sebagai habitat flora dan fauna yang spesifik bernilai tinggi.Selain itu lahan gambut mempunyai peran penting ekologi dan kemampuan menyimpan air dan karbon dalam jumlah yang besar. Sayangnya peran tersebut kini terganggu oleh agroindustri.

Pentingnya program yang tepat untuk mengelola dan melestarikan gambut. Program restorasi dan rehabilitasi lahan gambut yang terdegradasi selama ini masih ala kadarnya. Hal itu terlihat dengan banyaknya drainase yang dibuat oleh pengusaha yang kurang memperhatikan prinsip ekologis. Adanya drainase tersebut melancarkan kasus pembalakan liar dan menyebabkan lahan gambut mudah terbakar. Perlu kesadaran bangsa untuk memahami fungsi ekologis hutan gambut. Dimana fungsi alamiah itu sebenarnya mirip dengan fungsi gunung yang menjadi mata air beberapa sungai. Fungsi gunung yang menampung dan menyerap air adalah identik dengan fungsi hutan gambut yang secara geologis berbentuk kubah gambut.

Sebenarnya fungsi gunung-gunung dalam menampung dan menyerap air tawar, hal itu di kawasan gambut seperti di pulau Kalimantan, Sumatera dan Papua, digantikan oleh gambut yang memiliki kandungan karbon sangat besar. Dan kemampuannya bagaikan busa atau spon raksasa yang bisa menampung dan menyimpan air pada musim hujan lalu melepaskan perlahan di musim kemarau. Itulah peran besar gambut, hutan gambut dan rawa gambut sebagai pemasok air tawar saat musim kemarau.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image