Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Anidah

Jajanan Viral dan Desakan Sertifikasi Halal

Kuliner | Friday, 28 Apr 2023, 20:29 WIB

Sejak pertengahan tahun 2022 lalu, penikmat kuliner kekinian diramaikan dengan kehadiran dua jajanan viral, Mie Gacoan dan Mixue Ice Cream & Tea. Kehadirannya yang mengusung konsep kekinian ditambah gencarnya promosi dan ekspansi outlet di kota-kota besar, menghentak konsumen muda dan menciptakan kehebohannya tersendiri. Ditandai panjangnya antrian yang mengular hingga keluar outlet. Mie gacoan menjual menu mi lokal dengan variasi level kepedasan, sedangkan Mixue Ice Cream & Tea, yang merupakan waralaba internasional dari Cina berfokus pada produk minuman dan es krim. Keduanya menyasar konsumen muda dengan variasi menu produk dan harganya yang terjangkau.

Viralnya kedua jajanan tersebut mendapat perhatian dari konsumen yang concern pada isu halal. Media sosial dipenuhi diskusi seputar apakah keduanya sudah mengantongi sertifikasi halal atau belum. Muhammad Aqil Irham, Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal/BPJPH memastikan Mie Gacoan belum mengajukan sertifikasi halal berdasarkan data Sistem Informasi Halal/SIHALAL pada akhir Agustus 2022 lalu (kemenag.go.id, 30/8/2022). Padahal Mie Gacoan yang merupakan merk dagang dari anak perusahaan PT Pesta Pora Abadi, telah berdiri sejak awal tahun 2016 (miegacoan.com). Desakan konsumen untuk sertifikasi halal nampaknya makin kencang. Hingga akhirnya Mie Gacoan mengumumkan diperolehnya sertifikasi halal untuk manufacture melalui akun Instagram resminya @mie.gacoan (1/12/2022). Sertifikasi halal tersebut menegaskan kehalalan seluruh bahan baku mie, daging dan produk olahan daging (lemak, minyak dan emulsi minyak), serta garam, rempah, salad, dan produk protein. Kabar terbarunya mulai 1/2/2023 Mie Gacoan bahkan merilis nama baru untuk semua menunya dalam upaya mendapatkan sertifikat halal outlet/resto. Sungguh sebuah kabar baik yang patut diapresiasi.

Sementara Mixue melalui unggahan di akun Instagram resmi @mixueindonesia (27/7/2022), mengklarifikasi bahwa pendaftaran sertifikasi halal telah diproses sejak tahun 2021. Selain terkendala pandemi Covid19, proses sertifikasi belum rampung karena 90% bahan baku yang digunakan diimpor dari Cina, sehingga semua proses pengecekan harus dilakukan langsung oleh Lembaga Sertifikasi Halal setempat (Shanghai Al-Amin). Alhamdulillah kabar baik diperolehnya sertifikasi halal diumumkan mixue pada 17/2/2023 lalu.

Kesadaran Halal Wujud Ketaatan

Ramainya desakan sertifikasi halal terhadap jajanan viral sungguh sebuah angin segar di tengah kondisi saat ini. Ternyata sebagian kaum Muslim masih memegang teguh salah satu Syariat Islam yaitu mengonsumsi hanya produk makanan dan minuman yang jelas kehalalannya. Dalilnya sudah cukup banyak tercantum dalam Al-Qur'an dan hadis Nabi. Salah satunya dalam Surah Al-Baqarah ayat 168. Allah SWT berfirman;

"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah, [2]:168).

Saat ini perkembangan teknologi pangan telah melahirkan banyak variasi produk makanan & minuman atau Food & Beverages (F&B). Tidak terbatas pada ragam penggunaan bahan baku aja, namun banyak bahan tambahan pangan lainnya yang digunakan, dan proses produksi yang tidak lagi sederhana. Sehingga status kehalalannya perlu dipastikan oleh pihak yang berkompeten. Sangat wajar jika konsumen menuntut kejelasan status halal dari produk-produk F&B kekinian. Konsumen Muslim pun sebenarnya memiliki posisi tawar yang perlu diragukan lagi, buktinya desakan dari konsumen mampu membuat produsen akhirnya memproses sertifikasi halal.

Namun konsumen Muslim yang belum memiliki kesadaran halal juga tak sedikit. Ketika viralnya jajanan kekinian, banyak yang mengantri justru para muslimah berkerudung. Padahal sertifikasi halal keduanya belum rampung. Dalam hal ini bisa jadi mereka belum memahami kaidah halal & haram, atau menafikannya akibat terdorong trend kekinian. Salah satu wujud dari penyakit kaum muda saat ini Fear of Missing Out alias FOMO, takut jika ketingggalan hal yang viral.

Sertifikasi Halal dan Peningkatan Daya Saing Produk

Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia telah memiliki Undang-Undang No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Dalam perjalanannya UU tersebut diubah beberapa kali, hingga diundangkannya UU No.4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan pada Januari 2023 (jdih.kemenkeu.go.id). Namun esensinya masih sama yaitu kewajiban untuk menyertifikasi halal produk dan barang gunaan lainnya. Pelaku usaha F&B adalah salah satu yang diwajibkan untuk sertifikasi halal tahap 1, yaitu hingga 10 tahun sejak UU Jaminan Produk Halal diundangkan, tepatnya sampai 17 Oktober 2024. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 39 tahun 2021 tentang penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal. Namun masih banyak perusahaan yang mengabaikannya, konsumen kerap kali menemukan produk F&B yang belum tersertifikasi halal meski sudah banyak memiliki gerai di mall-mall terkemuka. Tenggat waktu yang tersisa hingga 2024 nanti, nampaknya tak membuat beberapa produsen F&B bersegera mengurus sertifikat halal produknya.

Sertifikasi halal dapat memberikan ketenangan bagi konsumen Muslim dalam mengonsumsi atau memakai suatu produk. Selain itu tujuan sertifikasi halal juga dapat menjadikan produk memiliki daya saing di pasar global. Berdasarkan data State of the Global Islamic Economy (SGIE) Report 2022 yang dirilis Dinar Standard, produk makanan halal Indonesia menempati peringkat dua dunia (ekonomi.bisnis.com, 3/11/2022). Dinar Standard adalah lembaga kajian internasional yang fokus pada ekonomi Islam global termasuk di dalamnya perdagangan halal. Lembaga yang berpusat di Dubai, UEA tersebut mengkaji pencatatan dalam pemeringkatan ekspor produk halal dalam laporan yang rutin dikeluarkan setiap tahun. Sayangnya laporan tersebut hanya mencatat ekspor yang ditujukan ke negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI) saja. Padahal total nilai ekspor makanan halal Indonesia lebih besar dari Malaysia yang menduduki peringkat satu SGIE. Artinya secara ekspor global bisa saja produk makanan halal Indonesia menjadi peringkat satu. Sebuah potensi yang luar biasa. Maka sebenarnya amat disayangkan jika produsen F&B lokal tidak segera mendaftarkan produknya untuk disertifikasi halal, sementara produknya sudah lebih dulu viral.

Tingginya permintaan produk halal, baik di dalam negeri maupun di tingkat global, telah menunjukkan bahwa umat Muslim sesungguhnya memiliki potensi ekonomi yang luar biasa besar. Seiring dengan waktu banyak produk F&B, Jasa, bahkan perbankan yang menyesuaikan dan mengikuti persyaratan halal untuk dapat diterima oleh konsumen Muslim.

Islam memang unik. Islam adalah satu diantara sedikit kepercayaan di dunia yang mengatur urusan makanan dan minuman umatnya. Pemenuhan kebutuhan jasmani tersebut adalah bagian dari bentuk ketundukan pada Syariat Islam, yaitu aspek yang mengatur masalah kehidupan manusia di dunia. Ketundukan itu lahir dari keimanan terhadap Allah swt sebagai Sang Pencipta sekaligus Sang Pengatur. Seorang Muslim yang telah menemukan keimanannya, tak hanya akan meyakini Allah swt sebagai Pencipta saja, namun juga menyakini peran-Nya dalam mengatur segala aktivitasnya. Kaidah Halal & Haram hanya sebagian kecil dari sekian banyak aspek yang diatur dalam Syariat. Semoga ketundukan umat Muslim pada Syariat dalam Halal & Haram menjadi langkah awal untuk ketundukan pada aspek lainnya yang lebih luas lagi.

Referensi:

1. https://kemenag.go.id/read/bpjph-mie-gacoan-belum-ajukan-sertifikasi-halal-01x25

2. https://jdih.kemenkeu.go.id/in/dokumen/peraturan/98bdea1f-8f5c-4e27-3c63-08daf7520d8e

https://ekonomi.bisnis.com/read/20211103/12/1461694/dinar-standard-siap-kaji-pemeringkatan-produk-halal.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image