Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sahrul Ramadhan

Potret Budaya Politik di Pelosok Desa

Politik | Wednesday, 12 Apr 2023, 16:11 WIB
Sumber Photo Pixabay

Menyematkan apa yang di tuliskan oleh Plato bahwa manusia adalah makhlus politik, jadi, manusia tentu tidak bisa lepas dari politik. Kemudian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia politik merupakan hal yang mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan seperti tentang sistem pemerintahan, dasar pemerintahan. Jadi, politik tentu perlu menjalar ke setiap tatanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dari mulai pusat sampai tingkatan paling bahwa yaitu tingkat desa.

Politik yang senantiasa menjadi asusmsi seluruh warga negara Indonesia, tentu penting untuk di enyam dengan apik dan sistemik, agar implikasi kepada masyarakat dapat di pahami secara baik, jelas dan utuh. Dalam politik, tidak hanya berbicara terkait kekuasaan saja, namun, berbicara bagaimana masyarakat paham politik terutama wilayah masyarakat yang kurang tersentuh oleh tangan pemerintah, seperti dalam hierarki paling rendah yaitu tingkatan desa.

Desa yang merupakan hierarki paling rendah, tentu perlu penanaman pehamahan politik dalam sekrup akar rumput, karena berbicara tingkatan desa yang rentan menjadi korban politik praktis, seperti politik uang, kampanye hitam dan lain sebagainya terutama dalam prosesi pemilihan kepada desa. Contoh paling kecil yang selalu hadir di tengah tengah masyarakat seperti serangan fajar, bagaimana kandidat calon kepada desa membeli suara untuk senantiasa berkuasa dalam kontestasi pemilihan kepala desa.

Ada tiga budaya politik yang senantiasa hadir di tengah tengah kehidupan masyarakat. Pertama budaya politik kaula yaitu budaya politik yang masyarakat bersangkutan sudah relative maju baik sosial maupun eknominya tetapi masih bersifat pasif, dalam artian masih apatis terhadap politik. Kedua, budaya politik parokial, budaya politik parokial, dimana masyarakat masi buta akan politik dan tidak mau ikut campur terhadap politik. Ketiga budaya politik partisipatif, budaya politik partisipatif merupakan budaya dimana masyarakat hadir untuk senantiasa membersamai menjadi bagian untuk mesuksesnkan momentum kontestasi politik, baik tingkat desa sampai tingkat pusat.

Kemudian, di dalam tatanan politik desa, biasanya masi mengenyam budaya politik kaula. Dimana banyak sekali masyarakat dan pendudukan desa yang sudah menuntaskan akademik baik SI, S2 bahkan tak jarang yang sudah S3, tetapi tidak berdampak dalam kehidupan politik desa, dalam artian, masi banyak masyarakat desa yang senantiasa terkana dampak pelanggaran pelanggaran pemilu seperti serangan fajar, makar, politik sampai kampanye hitam.

Ini yang menjadi bahan evaluasi dan tata kelola kita bersama dalam hal politik desa. Tentu perlu adanya kesadaran kolektif untuk senantiasa menyadarkan masyarakat desa terhadap politik, agar masyarakat budaya politik kaula yang senantiasa hadir di tengah tengah masyarakat desa dapat di atasi secara baik, jelas dan komprehensif.

Masyarakat desa perlu mencari alternative solusi untuk bagaimana menyegarkan dan membawa angina segar politik yang baik di lingkungan desa. Karena menjadikan budaya politik partisipatif di lingkungan desa tidak semudah membalikan telapak tangan, tentu perlu ada gerakan yang konsisten, komitmen dan masif. Oleh karena itu perlu adanya konsolidasi secara bertahap, kepada aparatur desa, organisasi tingkatan desa sampai dengan pemerintahan desa, untuk senantiasa bisa ikut andil dalam meng edukasi politik ke setiap penjuru desa.

Menyematkan apa yang di sampaikan oleh Ramlan Subakti bahwa politik merupakan interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikuti tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilyah tertentu. Artinya masyarakat mempunyai hak penuh dalam berpolitik dan masyarakat berhak pula mengenyam dampak politik yang baik dari kalangan mana pun.

Oleh : Sahrul Ramadhan

Mahasiswa FIP UMJ

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image