Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muashofa Efida, S.Si., Gr.

Kontribusi Nahdlatul Ulama Yang Terbalut Dalam 'NKRI Harga Mati'

Lomba | Thursday, 09 Feb 2023, 20:47 WIB
Sumber: dokumen pribadi

“Kemerdekaan adalah hak segala bangsa”. Kalimat ini tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia berani memperjuangkan kemerdekaannya dan juga seluruh bangsa di dunia. Kemerdekaan bukanlah hadiah dari penjajah. Kemerdekaan ditebus dengan jutaan liter darah para pahlawan.

Pahlawan kemerdekaan Republik Indonesia adalah mereka yang turut berjuang untuk mempersembahkan darahnya untuk bumi pertiwi. Mereka tidak hanya panglima perang yang berlaga di medan peperangan, namun juga rakyat sipil yang dengan segenap jiwa raganya berjuang merebut kemerdekaan Republik Indonesia.

Di sisi lain, terdapat para ulama yang juga memberikan sumbangsihnya dalam merebut kemerdekaan Republik Indonesia. Mereka memberikan pemikirannya, strateginya, juga energinya untuk berjuang dalam menghapus penjajahan di muka bumi Indonesia. Salah ulama tersebut adalah mereka yang berada dalam kibaran bendera Nahdlatul Ulama.

Nahdlatul Ulama didirikan pada 31 Januari 1926 Masehi atau 16 Rajab 1344 Hijriyah, di kota Surabaya. Saat ini organisasi Nahdlatul Ulama memasuki usia satu abad. Tentu begitu banyak kontribusinya untuk negeri maupun Islam nusantara. Bagaimana perjalanan Nahdlatul Ulama selama satu abad, utamanya dalam berjuang mengusir penjajah dari bumi Indonesia?

Nahdlatul Ulama didirikan oleh tiga kyai besar, yaitu KH Hasyim Asy'ari, KH Abdul Wahab Hasbullah, dan KH Bisri Syansuri. Nahdlatul Ulama didirikan dengan dasar tiga alasan, yaitu ajaran agama Islam, paham Ahlus Sunnah Wal Jamaah, dan nasionalisme. Alasan nasionalisme ini muncul karena Nahdlatul Ulama ingin menyatukan seluruh ulama dan tokoh agama nusantara untuk berjuang melawan dan mengusir penjajah.

Sebelum kemerdekaan tahun 1945, berdiri organisasi-organisasi pemuda yang sifatnya kedaerahan, seperti pemuda Betawi, Jong Java, Jong Celebes, Jong Sumatra, Jong Ambon, dan sebagainya. Namun, Nahdlatul Ulama berani mendirikan organisasi yang sifatnya nusantara, yaitu Shubban Al Wathon yang akhirnya berubah nama menjadi Ansor Nahdlatul Ulama. Hal ini merupakan pembuktian bagaimana jiwa nasionalisme yang mendarah daging dalam Nahdlatul Ulama.

Kontribusi Nahdlatul Ulama semasa penjajahan Belanda dengan cara menggerakkan ulama, santri, dan umatnya untuk melawan penjajahan. Kondisi rakyat Indonesia yang bisa dikatakan miskin, tentu tak memungkinkan memiliki persenjataan perang yang lengkap dalam melawan penjajahan. Namun dengan semangat jihad dan motivasi dari ulama Nahdlatul Ulama melalui dzikir dan wirid, mampu menciptakan gerakan spontanitas yang menjadi kekuatan besar dalam melawan penjajah.

Pada masa penjajahan Jepang, Nahdlatul Ulama semakin melebarkan sayapnya. Penjajah melakukan aksi teror untuk merobohkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pada tanggal 22 Oktober 1945, Nahdlatul Ulama di bawah pimpinan KH Hasyim Asy'ari mengeluarkan fatwa yang dikenal dengan nama "Resolusi Jihad", yang saat ini diperingati sebagai Hari Santri. Makna dari fatwa ini adalah sebuah kebulatan tekad yang mewajibkan umat Islam untuk memerangi penjajahan yang mengancam keselamatan NKRI.

Pada tahun 1983, di saat Indonesia telah merdeka, muncul kelompok Islam radikal yang mempersoalkan Pancasila sebagai dasar negara dan relevansinya dengan ajaran Islam. Nahdlatul Ulama menyikapi hal ini dengan mengadakan musyawarah nasional alim ulama di Sukorejo, Situbondo, Jawa Timur.

Hasil dari musyawarah tersebut diantaranya bahwa Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia bukanlah agama, sila Ketuhanan Yang Maha Esa mencerminkan tauhid, Islam adalah akidah dan syariat, pengamalan Pancasila merupakan wujud menjalankan syariat agama, dan Nahdlatul Ulama berkewajiban mengamankan makna yang benar terkait Pamcasila.

Salah satu kyai Nahdlatul Ulama di kala itu selalu menyelipkan doa saat berpidato untuk keutuhan NKRI. Beliau adalah KH Muslim Rifai yang lebih dikenal demgan sapaan mbah Lim. Kalimat yang tak lain adalah sebuah doa tersebut berisikan supaya NKRI dan Pancasila selalu aman, makmur, damai, harga mati. Semenjak itu slogan 'NKRI Harga Mati' digaungkan hingga di kalangan Tentara Nasional Indonesia. Kalimat ini mamu menggelorakan semangat bangsa Indonesia untuk menjaga keutuhan NKRI dan keamanan Pancasila.

Siapa kita? NU. NKRI? Harga mati. Pancasila? Jaya.

#lombanulisretizen, #lombavideorepublika, #satuabadnu, #akudannu

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image