Potensi Konflik di Laut Cina Selatan dan Implikasinya terhadap Kedaulatan Indonesia
Eduaksi | 2024-05-08 11:11:28Laut Cina Selatan telah lama menjadi wilayah dengan kepentingan strategis, menghubungkan Asia Timur dengan Asia Tenggara dan berfungsi sebagai jalur perdagangan internasional yang penting. Perairan ini mencakup beberapa negara pesisir, termasuk Cina, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, dan Indonesia. Namun, klaim teritorial yang saling tumpang tindih telah menjadikan Laut Cina Selatan sebagai titik konflik dalam ketegangan internasional, dengan tindakan tegas Cina yang menimbulkan ancaman signifikan terhadap kedaulatan negara-negara tetangga, terutama Indonesia.
Indonesia tidak memiliki klaim teritorial langsung di Laut Cina Selatan, tetapi memiliki Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) yang tumpang tindih dengan klaim sembilan garis putus-putus yang diajukan oleh Cina. Klaim sembilan garis putus-putus mencakup hampir seluruh wilayah Laut Cina Selatan, sebuah klaim yang dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan Arbitrase Permanen pada tahun 2016. Meski putusan ini menolak klaim Cina, Cina terus mempertahankan klaimnya, menyebabkan meningkatnya insiden-insiden yang melibatkan kapal Cina memasuki ZEE Indonesia, terutama di sekitar Kepulauan Natuna.
Salah satu insiden yang paling menonjol terjadi pada Desember 2019, ketika kapal-kapal Cina memasuki ZEE Indonesia dekat Kepulauan Natuna. Pelanggaran ini memicu respons yang kuat dari Indonesia, dengan pengerahan pesawat militer dan kapal angkatan laut untuk menegaskan kedaulatan Indonesia. Insiden serupa terjadi pada Januari 2020, ketika kapal-kapal nelayan Cina, yang didampingi kapal penjaga pantai Cina, memasuki perairan Indonesia. Kejadian ini memperlihatkan eskalasi dan pentingnya kehadiran militer Indonesia untuk melindungi wilayahnya.
Insiden-insiden ini menggarisbawahi ancaman terhadap kedaulatan Indonesia dan menimbulkan kekhawatiran tentang potensi konflik di wilayah tersebut. Selain ancaman langsung terhadap kedaulatan, ada dampak yang lebih luas pada keamanan maritim dan stabilitas ekonomi. Kehadiran kapal penjaga pantai dan nelayan Cina di ZEE Indonesia menimbulkan risiko terhadap industri perikanan lokal, karena praktik penangkapan ikan ilegal dan eksploitasi berlebihan dapat merusak mata pencaharian nelayan Indonesia. Selain itu, aktivitas militer yang meningkat di Laut Cina Selatan dapat mengganggu jalur perdagangan internasional, berdampak pada ekonomi global.
Pendekatan Indonesia untuk menghadapi tantangan ini adalah kombinasi antara kekuatan militer dan upaya diplomatik. Angkatan Laut Indonesia telah meningkatkan patroli dan memperkuat kehadiran di sekitar Kepulauan Natuna, menunjukkan komitmen untuk menjaga kedaulatan. Pada saat yang sama, pemerintah Indonesia mendorong upaya diplomatik melalui forum regional seperti ASEAN untuk mengelola ketegangan dan mempromosikan resolusi damai melalui kode etik di Laut Cina Selatan.
Kunci dari strategi Indonesia adalah menjaga keseimbangan antara tindakan tegas dan diplomasi. Indonesia juga berupaya membangun kemitraan strategis dengan negara-negara lain di kawasan ini serta dengan kekuatan global seperti Amerika Serikat dan Australia, yang memiliki kepentingan bersama dalam menjaga Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka. Dukungan Indonesia terhadap hukum internasional, terutama Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS), sangat penting untuk menghadapi tindakan tegas Cina.
Pada akhirnya, ancaman konflik di Laut Cina Selatan memerlukan pendekatan komprehensif yang menggabungkan kesiapan militer, upaya diplomatik, dan kerja sama regional. Kemampuan Indonesia untuk mengatasi tantangan ini akan sangat penting untuk menjaga kedaulatan dan berkontribusi pada stabilitas kawasan Indo-Pasifik yang lebih luas. Seiring dengan perkembangan situasi di Laut Cina Selatan, peran Indonesia sebagai kekuatan stabilisator dan pendukung hukum internasional akan menjadi semakin penting.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.