Momentum Kebangkitan Ekonomi Petani Indonesia
Rubrik | 2025-05-20 15:30:01Hari Kebangkitan Nasional ke-117 yang kita peringati pada 20 Mei 2025 ini mengingatkan kita pada makna kolektif dari kemajuan: bahwa kemerdekaan sejati bukan hanya terletak pada kekuatan militer atau simbol politik, tetapi juga pada kemandirian pangan dan kesejahteraan rakyat. Di tengah tantangan zaman dan ketidakpastian global, sektor pertanian Indonesia justru menunjukkan geliat baru yang menjanjikan: pertumbuhan, keberdayaan, dan kebangkitan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat capaian bersejarah: pada triwulan I tahun 2025, sektor Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan tumbuh sebesar 10,52 persen (year-on-year). Ini merupakan pertumbuhan dua digit pertama dalam 15 tahun terakhir. Padahal secara umum, perekonomian nasional tumbuh 5,05 persen pada 2023 dan naik menjadi 5,08 persen pada 2024. Kontribusi positif sektor pertanian menjadi motor penting dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Kebangkitan ini tidak hadir begitu saja. Pemerintah berkomitmen memperkuat fondasi pertanian melalui program-program konkret: penyediaan pupuk bersubsidi, akses pembiayaan murah, adopsi teknologi, hingga jaminan harga bagi petani. Seluruh upaya ini diarahkan untuk menghidupkan kembali ekonomi kerakyatan di desa-desa. Sebagaimana dikemukakan Menteri Pertanian, sinergi kebijakan pertanian modern bukan hanya untuk menurunkan kemiskinan dan pengangguran, tapi juga untuk menaikkan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dari desa-desa yang produktif.
Lebih dari sekadar data makro, wajah pertanian Indonesia juga tercermin dari mereka yang bekerja di baliknya. Dari sekitar 27,8 juta petani di Indonesia, sebanyak 17,25 juta merupakan petani gurem, yaitu mereka yang memiliki lahan sempit, namun menyimpan potensi besar. Upaya pemerintah untuk menjangkau dan memberdayakan petani kecil inilah yang menjadi indikator utama bangkitnya ekonomi petani Indonesia.
Stabilitas Produksi Pangan
Dalam menghadapi tantangan geopolitik dan perubahan iklim, sektor tanaman pangan tetap menjadi perhatian utama. Berdasarkan data BPS, produksi padi nasional pada 2024 mencapai 53,14 juta ton gabah kering giling (GKG) atau setara 30,62 juta ton beras, dengan luas panen 10,05 juta hektare. Kondisi produksi padi dipengaruhi oleh iklim, serangan hama, dan pergeseran pola tanam. Sementara itu, data hingga Maret 2025 menunjukkan produksi padi telah mencapai 14,97 juta ton GKG dari total luas panen sekitar 2,85 juta hektare, dengan rincian produksi pada Januari sebesar 2,16 juta ton, Februari 3,88 juta ton, dan Maret 8,93 juta ton GKG. Jika tren ini berlanjut, produksi padi pada 2025 berpotensi mengalami peningkatan dibandingkan tahun sebelumnya, memperkuat optimisme terhadap ketahanan pangan nasional.
Untuk mendukung sektor pertanian, pemerintah memperkuat kebijakan strategis, termasuk peningkatan subsidi pupuk dan reformasi tata kelola distribusinya. Atas arahan Presiden, kuantum pupuk bersubsidi pada 2024 ditingkatkan dari 4,7 juta ton menjadi 9,55 juta ton, mengubah pendekatan berbasis anggaran menjadi berbasis volume. Dampaknya, hingga akhir 2024, distribusi pupuk subsidi mencapai 7,31 juta ton, melebihi alokasi awal. Pemerintah juga memangkas birokrasi dengan menerbitkan Perpres yang memungkinkan penyaluran pupuk langsung dari produsen ke gapoktan, serta menghapus kuota bulanan agar petani dapat menebus pupuk kapan saja. Di sisi lain, untuk mengatasi kendala air, Kementerian Pertanian (Kementan) melakukan pompanisasi besar-besaran dan mendorong pembangunan embung pertanian sebagai cadangan air mikro. Pemerintah desa bahkan diminta mengalokasikan minimal 20% dana desa untuk pertanian termasuk pembangunan embung untuk memperkuat ketahanan pangan.
Di samping itu, pemerintah memperkuat cadangan pangan nasional, terutama melalui peningkatan stok beras. Sepanjang 2024, Badan Pangan Nasional (Bapanas) bersama BULOG berhasil melipatgandakan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dari target 1,2 juta ton menjadi sekitar 2 juta ton di akhir tahun. Memasuki panen raya 2025, BULOG terus menyerap hasil produksi dalam negeri secara masif, dengan harga penyerapan gabah (HPP) dinaikkan menjadi Rp6.500 per kilogram. Per Mei 2025, total stok beras dalam pengelolaan BULOG tercatat mencapai 3,5 juta ton, menjadi instrumen vital untuk stabilisasi harga dan pasokan pangan nasional. Dengan cadangan pangan yang jauh lebih kuat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, Indonesia kini lebih siap menghadapi gejolak harga dan potensi krisis pangan, sekaligus melindungi petani dan konsumen dari fluktuasi pasar.Pemerintah
Dari Swasembada ke Ekspor
Kebangkitan pertanian Indonesia tak hanya dirasakan di dalam negeri. Ekspor komoditas pertanian pada 2025 diproyeksikan tumbuh 12%, didorong oleh permintaan buah tropis (durian, manggis) dan komoditas unggulan seperti kopi, kakao, dan minyak sawit berkelanjutan. Bahkan, untuk pertama kalinya sejak era 1980-an, Indonesia pada tahun 2025 ini dicanangkan mulai mengekspor beras ke negara-negara tetangga, Timur Tengah dan Afrika.
Meski patut diapresiasi, perubahan iklim tetap menjadi ancaman nyata. Badan Meteorologi (BMKG) memprediksi La Nina moderat akan melanda Indonesia pada tahun 2025, berpotensi membanjiri sentra produksi padi di wilayah produksi Jawa dan Sumatera. Selain itu, masalah dalam regenerasi petani dimana 60% petani Indonesia berusia di atas 45 tahun. Di sinilah peran agritech dan pendidikan vokasi menjadi krusial.
Kebangkitan Nasional 1908 dimotori oleh kaum terpelajar yang mendobrak mentalitas kolonial. Kini, 117 tahun kemudian, semangat itu hidup dalam jerih payah petani, yang merupakan pahlawan tanpa tanda jasa yang mengubah cangkul dan biji-bijian menjadi senjata melawan kelaparan dan ketergantungan impor.
Pertanian Indonesia sedang menulis babak baru, dari sektor yang kerap termarginalkan menjadi penopang ekonomi dan kebanggaan nasional. Namun, jalan menuju kedaulatan pangan berkelanjutan masih panjang. Butuh konsistensi kebijakan, inovasi tanpa henti, dan yang terpenting, keberpihakan nyata pada petani kecil. Seperti yang pernah disampaikan Bapak Bangsa, Mohammad Natsir, “Bangunlah ekonomi dari bawah, dari rakyat sendiri, bukan dari menunggu kemurahan di atas”.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
