Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Taufiq Sudjana

Potret Dunia Pendidikan di Masa Pandemi

Lomba | Sunday, 12 Sep 2021, 16:59 WIB
PJJ selama satu tahun dikhawatirkan menyebabkan 'character lost' pada anak (Foto: ilustrasi Abdan Syakura/Republika)

Indonesia adalah negara yang luas. Kompleks dengan segala hal yang melingkupi setiap wilayahnya. Dari Sabang sampai Merauke, bukanlah hal mudah untuk membuat sebuah potret pendidikan yang mewakili semuanya. Tidaklah segampang menggambar peta seperti dalam sebuah atlas.

Peta Jalan Pendidikan Nasional (PJPN) 2020-2035 yang disusun oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pun masih perlu penyempurnaan di sana-sini. PJPN bahkan sempat menuai polemik di masyarakat.

Mencoba memotret gambaran pendidikan selama pandemi Covid-19 pun kiranya tidak cukup dengan satu atau dua asumsi saja. Meski demikian, ada gambaran umum yang didapat dari dua kementerian terkait yang mengurusi pendidikan di negeri ini yaitu Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek) dan Kementerian Agama (Kemenag).

Potret Pendidikan di Awal Masa Pandemi

Hal yang paling mendasar pada awal masa pandemi tampak pada perubahan pola pembelajaran. Peralihan dari model tatap muka yang sehari-hari biasa dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar. Ketika pandemi melanda, hampir seluruh sekolah dituntut untuk melaksanakan kegiatan tatap maya dengan menggunakan pendekatan pembelajaran jarak jauh.

Pembelajaran dari Rumah (BDR) akhirnya menjadi pilihan. Menurut data Survei Cepat Pembelajaran dari Rumah dalam Masa Pencegahan Covid-19 yang dilaksanakan Kemdikbud tanggal 13-20 April 2020, diperoleh hasil bahwa hampir semua (97,6%) sekolah menerapkan BDR. Sisanya (2,4%) tidak melaksanakan BDR dengan alasan belum ada jaringan internet/perangkat pendukung, berada di daerah khusus/pedalaman, bukan daerah yang terjangkit Covid-19, tidak ada kebijakan dari pemerintah daerah, tidak ada kebijakan dari Kepala Sekolah, dan ada pula yang meliburkan sekolah.

Cara guru melakukan interaksi dengan siswa dalam BDR diperoleh gambaran bahwa guru paling banyak menggunakan media sosial (86,6%), telepon/SMS (36,5%), dan masih sedikit yang menggunakan platform LMS atau variasi media lainnya.

Grafik cara guru melakukan interaksi dengan siswa dalam pembelajaran dari rumah (Dok. Pribadi)

Hambatan besar yang dihadapi oleh guru antara lain disebabkan kurang memadainya jaringan/kuota internet (68,6%), guru sulit mengamati perkembangan siswa (68,2%), dan banyak siswa merasa kesulitan melaksanakan BDR (58,2%).

Grafik hambatan guru dalam pembelajaran dari rumah (Foto: Tangkapan layar hasil survei Kemdikbud)

Hambatan utama siswa dalam BDR adalah kurangnya fasilitas pendukung seperti laptop, listrik, jaringan internet, gawai, dsb. (88,7%), belum mampu mengoptimalkan media digital (53,7%), dan kurang konsentrasi dalam belajar (51,1%).

Grafik hambatan siswa dalam pembelajaran dari rumah (Foto: Tangkapan layar hasil survei Kemdikbud)

Menurut hasil Survei Pelaksanaan Belajar dari Rumah pada Masa Covid-19 di Madrasah dan Sekolah yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Agama (Balitbang Kemenag) pada Mei 2020 diperoleh hasil tentang kesulitan yang paling dihadapi dalam pembelajaran dari rumah selama Covid-19 menyatakan bahwa orang tua tidak terbiasa mendampingi anak belajar di rumah (17%), orang tua menyatakan keterbatasan biaya (21%), dan yang paling besar persentase tentang keluhan sarana prasarana yang terbatas sebesar (35%).

Grafik kesulitan yang dihadapi orang tua dalam pembelajaran dari rumah (Dok. Pribadi)

Dari responden siswa diperoleh data kesulitan yang paling dihadapi dalam BDR karena keterbatasan pembiayaan (22%), sarana prasarana yang terbatas (28%), tidak terbiasa belajar di luar kelas (33%), dan 14% menjawab alasan lainnya, sementara mereka yang menyatakan keterbatasan dukungan orang tua sebanyak 3%.

Mengenai media yang paling sering digunakan anak untuk belajar dari rumah diperoleh hasil terbesar 73% penggunaan handphone. Sementara yang menggunakan perangkat laptop/komputer hanya 8%. Sisanya, 9% menggunakan Lembar Kerja Siswa (LKS), 7% buku, dan 3% televisi. Radio dan surat kabar tidak ada yang menyebut penggunaannya dalam pembelajaran dari rumah (0%).

Potret Guru di Awal Tahun Pelajaran 2020-2021

Survei Belajar dari Rumah Tahun Ajaran 2020/2021 dilaksanakan oleh Kemdikbud pada tanggal 8-15 Agustus 2020.

Dari hasil survei tersebut mendapatkan gambaran mengenai penggunaan media sosial masih menjadi media komunikasi yang paling populer. Guru di daerah 3T sebanyak (50%) dan guru di daerah Non-3T (84,3%) menggunakan media sosial dalam melakukan interaksi dengan siswa dalam pembelajaran.

Apakah guru akan senantiasa menggunakan media sosial dalam melakukan proses pembelajaran? Tentunya banyak alternatif selain media sosial. Barangkali yang perlu digarisbawahi adalah peningkatan kompetensi guru untuk lebih peka terhadap setiap perkembangan teknologi.

Guru dituntut terus melakukan pengembangan diri. Ketika era digital sekarang sedang menggiring semua aktivitas, maka guru yang notabene adalah garda depan pelaku pendidikan, sepatutnya membuka diri untuk meningkatkan kemampuannya menggunakan media-media TIK.

Kendala yang dihadapi saat ini, dari survei Kemdikbud tadi, diperoleh gambaran dari responden Kepala Sekolah yang menyatakan bahwa 67,11% kendala dihadapi terkait kemampuan guru dalam mengoperasikan perangkat digital. Di sisi lain kendala yang dihadapi, sejumlah 29,45% ketersediaan sarana prasarana yang dimiliki siswa.

Untuk guru sendiri, 73,4% guru di daerah 3T dan 66,5% guru Non-3T menghadapi kendala karena kurang memadainya jaringan/kuota internet. 23,7% guru daerah 3T dan 30,2% guru Non-3T mengaku belum mampu mengoptimalkan media digital. Hal ini berkaitan dengan kendala tidak memiliki perangkat yang dibutuhkan (laptop/komputer/telepon selular/dll). Sebanyak 26,6% guru di daerah 3T dan 15,4% guru Non-3T menghadapi kendala ini.

Melihat hasil survei pada periode Agustus 2020 itu menunjukkan adanya perubahan positif yang dialami guru selama Pembelajaran dari Rumah. Untuk guru di daerah 3T, peningkatan penguasaan teknologi yang mendukung pembelajaran masih relatif rendah sebesar 15,2% dibanding guru di daerah Non-3T yang menunjukkan jumlah peningkatan sebesar 44,1%.

Grafik perubahan positif guru dalam BDR Tahun Ajaran 2020-2021 (Foto: Tangkapan layar hasil survei Kemdikbud)

Namun demikian, angka yang relatif tinggi masih menunjukkan tidak terjadinya perubahan positif yang dialami guru. Sebesar 39% guru 3T dan 28,1% guru Non-3T mengakui tidak adanya perubahan yang terjadi.

Apa yang harus dilakukan?

Dari hasil survei di atas memberikan kesimpulan dan rekomendasi kepada kita semua untuk melakukan evaluasi, perbaikan, dan peningkatan dalam berbagai aspek. Di antaranya adalah aspek terkait sarana prasarana dan peningkatan kompetensi guru.

Meski sampai saat ini media sosial digunakan lebih dari sekadar komunikasi, namun kita tidak selamanya harus tergantung dengan media sosial. Sebab, beberapa platform media sosial menyimpan potensi dampak negatif, di samping manfaat positif oleh penggunanya. Berbagai syarat dan ketentuan media sosial pun menjadi alasan keamanan dan keamanan pengguna untuk memanfaatkannya.

Dengan adanya platform-platform digital yang beragam serta media pembelajaran daring lainnya, tentu alternatif lebih terbuka. Bahkan Kemdikbud sendiri sudah menyediakan halaman-halaman terkait. Akan tetapi, tentu hal ini tidak akan menunjukkan hasil yang signifikan jika di pihak guru sendiri tidak ada upaya untuk memanfaatkannya. Bahkan, bisa dikatakan, tidak akan berhasil tanpa disertai niat dan menepis keengganan guru untuk terus belajar.

Di lain pihak, siswa dan orang tua pun menjadi alasan pertimbangan dengan berbagai kendala yang mereka hadapi. Dalam hal inilah sisi kreativitas seorang guru dituntut untuk mencari inovasi pembelajaran yang lebih variatif, meski tidak harus melulu menggunakan produk-produk digital. Jangan sampai generasi pandemi sekarang ini menjadi produk pendidikan media sosial semata.

Sayangnya survei terbaru yang dilakukan hanya terfokus pada kesiapan Pembelajaran Tatap Muka (PTM). Jadi belum lengkap potret pendidikan itu masih berupa fragmen-fragmen yang harus disusun, ditambah, dan menambal kekurangannya. Tentu hal ini bukan tanggung jawab pemerintah melalui Kemdikbudristek dan Kemenag saja. Kita semua perlu turut serta mempersiapkan generasi bangsa melepaskan diri dari kungkungan keterbatasan yang membelenggu. Di sinilah letak peran guru yang hebat demi bangsa yang kuat itu harus diwujudkan.

#GuruHebatBangsaKuat

#KompetisiGuruMenulis

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image