Ketika Ali bin Abi Thalib r.a. Menghadapi Kasus Pelecehan Seksual dan Pembunuhan
Agama | 2022-12-18 06:17:42Seorang perempuan jatuh cinta kepada seorang pemuda yang sudah lama ia kenal. Sayangnya, ia bertepuk sebelah tangan. Sang pemuda selalu berupaya menolak cintanya, apalagi sang perempuan tersebut sudah bersuami yang wajah dan hartanya lebih baik baik daripada dirinya.
Namun entah bagaimana, sang perempuan tersebut selalu menggoda sang pemuda yang lumayan tampan tersebut. Berbagai cara ia lakukan agar pemuda tersebut tergoda dan mau melayani hasratnya. Tak kalah lihainya, sang pemuda pun selalu mencari alasan dan menghindar dari godaan hasrat perempuan tersebut.
Akhirnya sang perempuan tersebut merasa sakit hati, karena cinta dan hasratnya selalu ditolak sang pemuda tampan. Rekayasa pun ia buat untuk menjatuhkan harga diri sang pemuda. Kepada semua orang ia menceritakan bahwa sang pemuda tersebut telah melakukan pelecehan seksual kepada dirinya. Ia mengaku telah diperkosa sang pemuda.
Dengan penuh rekayasa, ia segera melapor kepada Khalifah Umar bin Khattab. Sebelum melaporkan kasus rekayasanya, ia mengoles-ngoles putih telur ke ujung bawah dan beberapa bagian dari bajunya agar nampak sebagai bukti telah terjadi pemerkosaan atas dirinya.
Umar bin Khattab menyuruh beberapa perempuan untuk memeriksa kebenaran bukti yang disampaikan sang perempuan pelapor. Setelah diperiksa, para perempuan membenarkan bukti tersebut. Sang pemuda pun ditangkap, dan dihadapkan kepada khalifah Umar bin Khattab. Karena sudah ada bukti, sang pemuda tersebut harus dijatuhi hukum rajam.
Namun, ketika hukum rajam akan dilaksanakan sang pemuda berteriak, “Wahai Amirul Mukminin! Demi Allah saya tidak melakukan pemerkosaan. Aku tak tertarik sama sekali dengan perempuan tersebut.”
Ia berkali-kali berteriak. Sahabat Ali bin Abi Thalib r.a. yang pada waktu itu belum menjadi khalifah meminta kepada Khalifah Umar bin Khattab untuk menunda sementara hukuman kepada pemuda tersebut. Kemudian ia memeriksa dengan teliti barang bukti yang disodorkan perempuan pelapor. Ia meminta air panas, kemudian dituangkannya ke bercak-bercak putih yang ada di baju perempuan tadi. Bercak putih tersebut menggumpal. Hasilnya diketahui, ternyata bercak putih tersebut adalah putih telur yang mengering, bukan bekas perkosaan.
Sang perempuan pelapor mengakui, semuanya hanya rekayasa untuk menjatuhkan harga diri pemuda yang selalu menolak cinta dan hasratnya. Sang pemuda pun dibebaskan, dan sang perempuan dijatuhi hukuman.
Ketika Sayidina Ali bin Thalib r.a. menjadi khalifah, ia dihadapkan atas berbagai kasus yang harus diselesaikan secara hukum. Untuk dapat menyelesaikan berbagai kasus secara adil, ia mengangkat hakim yang benar-benar kompeten, jujur, dan tegas. Salah satu hakim yang diangkatnya adalah Qadhi Syuraih.
Selama ia menjabat khalifah, kasus besar yang ia tangani adalah kasus pembunuhan seorang saudagar kaya. Ia dibunuh rekan bisnisnya yang ingin menguasai harta sang saudagar.
Alkisah, seorang pemuda datang menghadap Khalifah Ali bin Thalib r.a. Ia melaporkan ayahnya yang sudah beberapa bulan tak pulang-pulang, sementara para sahabatnya yang satu rombongan dengannya sudah pulang. Hanya empat orang yang belum pulang, yakni ayahnya dan tiga orang sahabat ayahnya.
Beberapa hari setelah membuat laporan kepada khalifah, di sebuah perjalanan sang pemuda tersebut bertemu dengan tiga orang sahabat ayahnya yang baru pulang dari perantauan. Beberapa bulan lalu, mereka satu rombongan dengan ayahnya. Para sahabat ayahnya tersebut memberitahukan bahwa ayah sang pemuda tersebut telah meninggal dunia karena sakit dan jasadnya sudah dikebumikan di perantauan. Mereka pun memberitahukan bahwa ayahnya tidak meninggalkan harta sedikitpun.
Setelah sekian lama bercakap-cakap dengan para sahabat ayahnya, ia kembali lagi menghadap Khalifah Ali dan menceritakan obrolan dengan para sahabat ayahnya tersebut. Salah satu hal yang ia laporkan adalah kejanggalan kematian ayahnya dan hilangnya harta sang ayah yang ia bawa ketika berangkat.
Para sahabat ayahnya pun dipanggil, diperiksa, yang kemudian dihadapkan kepada Qadhi Syuraih. Mereka bersumpah demi Allah dan berjanji akan kooperatif memberikan keterangan. Meskipun sangsi atas keterangan para sahabat korban pembunuhan, karena belum cukup bukti, Qadhi Syuraih melepaskannya.
Anak korban meminta Khalifah Ali untuk melakukan penyelidikan dan pemeriksaan ulang. Khalifah Ali pun mengabulkannya. Kemudian ia meminta tiga orang polisi untuk memeriksa mereka secara terpisah agar mereka tidak saling mendengar atas pembicaraan kesaksiannya.
Masing-masing dari mereka diberi pertanyaan yang sama, yakni mereka disuruh menceritakan kapan waktu keberangkatan mereka bersama ayahnya sang pelapor? Dimana tempat tinggal mereka selama mereka bersama dia? Jika ia meninggal, apa penyebab kematiannya? Dimana harta peninggalannya? Berapa orang yang menyalatkan jenazahnya, dan siapa yang menguburkannya? Berapa lembar kain kafan yang dipakai untuk menguburkannya? Dan beberapa pertanyaan lainnya.
Dari hasil pemeriksaan secara terpisah, dibawah sumpah, disertai dengan sanksi hukuman jika memberi keterangan palsu, jawaban dari masing-masing mereka berbeda satu sama lainnya, malahan kesaksiannya saling menjatuhkan. Khalifah Ali menafsirkan jawaban mereka yang kesimpulan akhirnya mereka berpotensi tidak jujur. Cerita yang mereka ungkapkan hanya skenario kebohongan belaka.
Ketika ketiganya dipertemukan di depan Qadhi Syuraikh yang membacakan masing-masing cerita kesaksian dalam pemeriksaan, mereka saling bertatapan. Dalam hatinya, jawaban yang mereka berikan sudah keluar dari skenario yang telah mereka sepakati sebelumnya.
Akhirnya mereka saling menyalahkan dan saling menjatuhkan, demi kesematan diri mereka sendiri. Mereka mengakui telah merekayasa pembunuhan. Korban bukan meninggal karena penyakit, tapi mereka membunuhnya agar dapat menguasai harta korban.
Melihat perdebatan diantara mereka yang semakin sengit, Khalifah Ali meminta agar Qadhi Syuraih segera memvonis kasus tersebut. Di hadapan mereka, Khalifah Ali bin Abi Thalib, r.a.. berkata, “Aku telah mengantongi cerita yang sebenarnya. Aku telah mengetahui kedustaan dan kelancangan kalian dari rekan-rekan kalian sendiri. Kalian tidak akan selamat dari hukuman, kecuali jika kalian berucap dan bertindak jujur, tidak berbelit-belit dalam memberi kesaksian, dan mengakui segala perbuatan kalian.”
Usai pemeriksaan para saksi yang disertai dengan bebagai barang bukti, Qadhi Syuraih dan Khalifah Ali menjatuhkan hukuman kepada ketiga orang tersebut. Sambil menunggu hukuman qishash, mereka dipenjara di tempat yang berbeda. Mereka pun diperintahkan khalifah untuk segera mengembalikan harta milik korban. (Diadaptasi dari kitab Dzakau al Fuqaha wa Dihaau al Khulafaa, karya Syaikh Muhammad Khubairi, hal. 74 – 75).
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.