Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Balkis Abidah

Love Our Nation with A Different View

Edukasi | Saturday, 17 Sep 2022, 13:13 WIB

Presiden Joko Widodo akhirnya mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) mulai dari Pertalite, Solar, dan Pertamax. Harga terbaru BBM bersubsidi dan non-subsidi itu mulai berlaku pada Sabtu (3/9/2022) pukul 14.30. Harga Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter. Harga Solar subsidi dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter. Harga Pertamax dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter.

Kebijakan tersebut jelas tidak diterima secara langsung oleh masyarakat secara lapang dada. Seruan aksi untuk penurunan harga BBM sangat aktif dilakukan, mulai dari para mahasiswa yang berkumpul menyampaikan aspirasi di depan gedung DPRD masing-masing, hingga adanya massa dari berbagai elemen masyarakat yang kembali berunjuk rasa di kawasan Patung Kuda atau Jalan Merdeka Barat, Jakarta Pusat pada Selasa (13/9/2022).

Dari kebijakan baru lagi yang diambil pemerintah, ada masyarakat yang merasakan ketidakadilan, ada mahasiswa yang mana sebagai agent of change memutuskan untuk menghadap ke pemerintah menyampaikan aspirasi nya. Wajar dan menjadi hal biasa setiap adanya kebijakan baru akan ada pro dan kontra dari masyarakat. Dari pihak pro menyampaikan bahwa tidak ada masalah, dan katanya cuma BBM aja yang naik, cukup perlu dipikir bagaimana bisa menghematnya, bagi mereka yang tidak merasakan secara langsung efek kebijakan. Pihak kontra pun memiliki pendapatnya sendiri, sampai diadakannya aksi menuntun sepeda yang dilakukan sebagai bahan protes, ini terlihat dari kalangan yang merasakan langsung dampak kenaikan BBM ini, dari pengguna kendaraan bermotor yang perlu merogoh kocek lebih dalam dari biaya yang diperkirakan sebelumnya atau yang sudah teranggarkan, pengguna jasa transportasi umum semisal bus yang akhirnya juga menaikkan tarif jalan, sampai pada voucher gratis ongkir yang biasa ditunggu-tunggu tapi ternyata semakin langkah bahkan potongan yang didapat pun berkurang. Jika sempat untuk kita melihat lebih luas, kebijakan ini sangat berdampak pada segala aspek, tak pelak harga kebutuhan pokok pun ikut melonjak, dan biaya hidup masyarakat pun meningkat.

Perlu untuk kita apresiasi kepada masyarakat terlebih mahasiswa yang akhirnya turun jalan untuk menyatakan ketidaksetujannya, kepada para mahasiswa yang sudah memikirkan kondisi dan peduli dengan apa yang sudah terjadi. Adanya sejarah adalah bagaimana akhirnya kita mengambil hikmah dari kejadian-kejadian yang pernah ada.

Kenaikan harga BBM bukanlah sesuatu yang baru kita rasakan, bukan suatu yang langka kita temui, faktanya kenaikan BBM sudah terjadi bahkan saat presiden Soekarno menjabat dan berlanjut hingga saat ini. Maka ada kemungkinan kedepan hal ini akan terjadi jika akar masalah kebijakan ini masih berlanjut dan tidak terselesaikan. Lalu apa masalahnya, kenapa BBM mahal di negeri yang kaya ini, kekayaan yang dikandungnya pun sudah diakui oleh siapapun, indonesia juga menduduki peringkat ke 25 negara potensi minyak terbesar. Jika dibandingkan dengan negara lain, harga BBM di Indonesia termasuk murah, tapi ini harus dibarengi dengan pengetahuan, di luar negeri BBM mahal dibarengi dengan pendapatan perorangan nya juga tinggi, kalau bahasanya UMR negara luar besar, juga saat ini harga BBM di luar negeri sedang anjlok karenanya banyak negara yang beramai-ramai menurunkan harga BBM untuk rakyatnya, tidak akan setara jika dibandingkan.

Ada solusi alternatif yang ditawarkan sebagai upaya untuk meredam gejolak kebijakan yaitu bantan langsung tunai, padahal solusi tersebut tidak solutif, akan lebih baik dana tersebut tetap digunakan untuk subsidi. Layaknya obat bius, BLT hanya bersifat sementara dan dalam jumlah yang terbatas. Tidak memperhatikan kesejahteraan rakyat, pada awalnya memang mendapat uang dalam jumlah tidak seberapa, sedang saat bantuan itu terhenti namun harga BBM tetap naik yang mana mempengaruhi sector lainnya, meningkatkan biaya hidup. Belum lagi masalah lain yang timbul dengan adanya BLT tersebut.

Akar permasalahannya bukan hanya pada sekali ini harga BBM naik, juga bukan pada adanya BLT atau tidak. Kesulitan rakyat atau penguasa dalam mengatur kebutuhan energi dikarenakan adanya liberalisasi migas, dan ini merupakan dampak khas dari diterapkannya sistem kapitalisme, pada faktanya dapat kita lihat dalam pencarian google terkait perusahaan yang menguasai migas terbesar di Indonesia dari 5 nama yang tercantum tidak satupun yang merupakan perusahaan milik Indonesia, dan nyata jika di persentasikan, migas Indonesia tidak sampai 50 persen yang di kuasai Indonesia sendiri, negeri kaya yang tidak mensejahterakan rakyatnya. Jelas ini merupakan dampak dari sistem kapitalisme yang melegalkan swasta menguasai dan mengendalikan SDA termasuk migas, bahkan untuk menguatkan posisi ini, kapitalis menempatkan negara hanya sebagai regulator yaitu hanya membuat undang-undang, sehingga privatisasi atas kepemilikan pribadi pada kapitalitas pemilik modal semakin mulus. Hasilnya BBM sebagai salah satu hasil pengelolaan migas terkena dampaknya. BBM semakin mahal dan sulit dijangkau rakyat.

Hal tersebut sangat berbeda dengan cara islam mengelola kebutuhan BBM rakyat, ada hukum syariat mengenai pengelolaan SDA. Dalam sebuah Hadist Rosulullah bersabda : “kaum muslim itu berserikat dalam 3 hal, yaitu air, padang rumput, dan api.” (HR. Abu Daud). Ada larangan atas individu untuk memilikinya, karena hal itu merupakan milik seluruh kaum muslim. Maka SDA migas merupakan kepemilikan umum, yang tidak boleh ada privatisasi atasnya. Migas juga merupakan SDA yang tidak bisa dimanfaatkan secara langsung oleh rakyat, karena untuk mengelolanya dibutuhkan proses hingga tenaga ahli dimana membutuhkan biaya yang tinggi. Maka menurut syariat, negara lah yang berhak mengelolanya sebagai perwakilan kaum muslim atau perwakilan rakyat, dan hasil pengelolaannya harus dikembalikan kepada rakyat seutuhnya. Caranya bisa lewat subsidi secara langsung yang mana dengan harga terjangkau bahkan gratis rakyat bisa menikmati hasil SDA yang telah diproses atau dengan mekanisme tidak langsung, dengan negara menjamin secara mutlak kebutuhan dasar publik seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan bagi warga negaranya, hingga warga negara dapat mengakses secara gratis segala layanan publik. Intinya dalam negara Islam segala bentuk keuntungan dikembalikan kepada rakyat, yang jelas memberikan kesejahteraan bagi rakyat.

Maka seharusnya ada langkah lebih lanjut setelah tau apa yang menjadi akar masalah, juga dengan adanya solusi yang pasti, bukan solusi parsial. Dan hal itu bisa dimulai dengan kesadaran dari setiap individu untuk mau belajar dan mendalami syariat agamanya. Karena menuntut ilmu terutama ilmu agama adalah suatu kewajiban bagi setiap muslim. Juga sepatutnya setelah paham dan menemukan suatu hal yang merupakan kebenaran, harus disampaikan kepada orang lain, mendakwahkannya, menjadikan orang lain mengerti bagaimana keadaan seharusnya. Memahamkan banyak orang bahwasanya ada kesalahan dalam sistem yang saat ini diterapkan dan harus kembali pada aturan sang pemilik segala hal, Allah S.W.T. dan itu akan sangat sulit bahkan tidak mungkin jika dilakukan secara individu atau sendirian, maka wajib untuk berjama’ah.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image