Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Kamaruddin

Tingkatkan Pendidikan Seks Sejak Dini untuk Meminimalisir Kekerasan Seksual

Edukasi | Tuesday, 23 Aug 2022, 18:02 WIB
Webinar dengan tema "implementasi syariah Islam dalam perlindungan anak korban kekerasan seksual di Aceh.

Banda Aceh - Pendidikan seks atau sex education sejak dini harus terus ditingkatkan untuk meminimalisir terjadinya kekerasan seksual. Pendidikan seks bisa dilakukan dimana saja, baik di rumah, sekolah, maupun di komunitas perlindungan anak.

Putri Pendidikan Aceh 2022, Alma Alfianita, mengatakan pendidikan seks penting diberikan sejak dini sebagai upaya preventif penanganan kekerasan seksual terhadap anak. Sebagaimana diketahui, kasus pelecehan seksual kebanyakan terjadi pada anak di bawah umur.

"Kasus pelecehan seksual bisa terjadi pada siapapun. Dan kebanyakan dari kita itu menunggu orang-orang terdekat kita dulu yang merasakan baru akhirnya kita peka dengan situasi ini," kata Alma, dalam webinar dengan tema "implementasi syariah Islam dalam perlindungan anak korban kekerasan seksual di Aceh" via zoom meeting, Senin, 22 Agustus 2022.

Alma menyampaikan pelaku pelecehan seksual yang terjadi di Aceh rata-rata dilakukan oleh orang terdekat korban. Namun, yang paling menyedihkan pelaku merupakan residivis.

"Biasanya pelaku dari orang-orang terdekat. selain itu juga yang paling disayangkan adalah orang yang sudah pernah masuk tahanan dan melakukan perbuatan itu lagi," tegas Alma.

Menurutnya, saat ini yang diperlukan adalah tindakan preventif pemerintah, penegak hukum, sekolah, orangtua maupun masyarakat. Perlunya kampanye sex education kepada anak, khususnya korban pelecehan seksual.

Alma menjelaskan pentingnya pendidikan sex sejak dini pada anak diantaranya dapat membuat anak lebih terbuka, membuat anak lebih berani untuk bercerita apa yang dialami, anak bisa menghapus rasa ingin tahu terhadap seksualitas, menumbuhkan rasa percaya diri ketika terjadinya perubahan pada tubuhnya dan memberikan edukasi terhadap bahayanya dari seks bebas.

Dalam hal ini, kata Alma, yang berperan adalah keluarga. Adapun implementasi yang dilakukan itu seperti, anak dilatih berpikir secara rasional, agar mereka tau mana yang baik mana dan yang buruk. Anak diajarkan nama dari bagian tubuh. Misal dengan memberikan buku dengan dampingan orangtua,ciptakan rasa nyaman, dan jangan canggung.

"Penting bagi masyarakat dan generasi muda mendapatkan sex education sebab sebagian orang masih menganggap bahwa membicarakan mengenai seks adalah hal yang tabu sehingga mengakibatkan kurang pahamnya mengenai pendidikan seksual," jelas Alma.

Alma mengatakan tanpa adanya pendampingan dan pembinaan yang serius, kita akan kehilangan generasi emas yang optimis dan kepercayaan diri yang tinggi.

Plt Kepala Rutan (Karutan) Aceh Tengah, Husni, mengatakan tingkat kejahatan di Aceh khususnya Aceh Tengah sudah tinggi terlebih kejahatan seksual terhadap anak. Ini merupakan upaya bersama agar bisa mencegah kasus kekerasan pelecehan seksual yang terus meningkat.

"Kominfo harus segera memblokir situs-situs yang dapat merusak moral dan pola pikiran anak-anak sehingga anak akan melakukan tindakan yang menyimpang karena melihat situs-situs tersebut," ucap Husni.

Husni berharap peran-peran orangtua di rumah agar dapat memberikan perhatian yang lebih. Selain dari peran orangtua peran pemerintah harus memberikan perhatian ke sekolah-sekolah untuk memberikan edukasi atau mengingatkan mengenai penyimpangan agar mereka tidak melakukan penyimpangan tersebut.

Ketua Humas Forum Anak Tanah Rencong (FATAR), Cut Vahnaz Septya, menyebutkan pada tahun 2020 sebanyak 12 anak dibawah umur telah menjadi korban pelecehan seksual di Banda Aceh dan juga ada salah satu kasus yang pelakunya berumur 10 tahun yang artinya pelaku masih dibawah umur.

Artinya, kata Vahnaz, tidak hanya cukup pemerintah dan jajarannya memperhatikan tentang hal ini maka diadakannya peraturan dan peraturan itu tidak membuat pelaku jera. Jadi bagaimanapun pelaku itu harus dihukum seberat-beratnya.

"Belum lagi anak-anak korban pelecehan seksual belum berani speak up dan masih beranggapan ini aib selain itu belum lagi banyak pelaku tidak ketahuan kalau sudah melakukan kekerasan seksual," tegas Vahnaz.

Vahnaz menjelaskan Aceh merupakan negeri syariah Islam yang mempunyai privilege atau peraturan pemerintah sendiri berupa qanun. Bahkan qanun perlindungan anak juga sudah ada, namun belum terealisasi dengan baik, masih perlu revisi beberapa poin.

"Peran orangtua penting dalam hal membekali ilmu agama terhadap anak-anaknya karena anak dapat terbentuk karakter dan moral yang baik, anak menjadi tahu arah, dan anak bisa berpikir panjang tentang apa yang akan mereka lakukan," ujar Vahnaz.

Vahnaz berharap kepada pemerintah, pemangku kebijakan perlindungan anak dan tokoh agama berkaitan dalam hal perlindungan anak terkhusus korban kekerasan seksual dan meminta agar tokoh agama juga selalu memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa daruratnya kekerasan seksual.

"Kami ingin ikut serta menjadi 2P dengan mengajak anak-anak memperdalam ilmu agama dan mengajak anak-anak untuk bersikap tegas dan berani speak-up.

Kita berharga, kita adalah generasi emas kita mempunyai kebebasan perlindungan demi masa depan yang cemerlang," ucap Vahnaz.

Wakil Kepala Sekolah HAM Flower Aceh, Gebrina Rezeki, mengatakan dalam rangka refleksi 17 tahun perdamaian Aceh dan 77 tahun kemerdekaan RI 2022, FLower Aceh dan beberapa CSO di Aceh mengadakan webinar bertemakan "implementasi syariah Islam dalam perlindungan anak korban kekerasan seksual di Aceh".

"Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat di Aceh tentang pentingnya kebijakan perlindungan dan pemenuhan hak anak di Aceh, khususnya perlindungan anak korban kekerasan seksual dari perspektif Syariah Islam," tutup Geby.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image