Azan di Tengah Hutan
Agama | 2022-06-27 20:41:01Beberapa tahun lalu, saya melakukan pendakian di sebuah gunung bersama beberapa kawan. Medannya cukup berat. Harus menembus hutan, lembah, dan sungai. Jalur yang kami lewati bukanlah jalur yang biasa dilewati oleh para pendaki. Penduduk yang kami temui di perjalanan mengatakan hutan yang kami lewati jarang sekali dimasuki oleh manusia. Kami shalat di mana saja yang memungkinkan. Tidak ada rumah apalagi masjid.
Hari kedua, senja mulai merambat. Kami berjalan seperti semut berbaris. Sayup- sayup terdengar suara azan menggema. Azan yang entah dari mana datangnya. Ini di hutan belantara! Jauh dari perkampungan. Adakah kawan yang memutar azan di hapenya? Saya tanya kawan, tak ada yang mengaku. Azan itu terngiang di telingaku. Seperti dilantunkan oleh muazin dari tanah suci. Gemanya menelisik di antara pepohonan dan bunyi aliran sungai yang kami lewati.
Kami beristirahat di pinggiran sungai berbatu. Airnya tak dalam. Saya naik di sebuah batu yang cukup besar. Sekejap kemudian saya tak lagi berhasrat mencari tahu darimana suara azan itu berasal. Saya memejamkan mata. Menikmati kesyahduan senja, masih ditemani suara azan yang entah darimana datangnya. Begitu damai, begitu tenang. Harmoni alam mengalun hingga ke dalam jiwa.
Tiba-tiba kawan memanggil, "Ayo shalat dulu". Saya segera mengambil air wudhu dari sungai lalu bergegas ke tepian. Kawan-kawan sudah siap untuk shalat berjamaah. Seorang kawan melantunkan azan. Meski suaranya tidak sebagus suara azan yang terngiang di telinga saya sebelumnya, tapi azan di antara riak sungai dan rimbunnya hutan membuat hati kami damai. Kami shalat beralaskan tanah dan dedaunan.
Bagaimana kau hendak bersujud pasrah, sedang wajahmu yang bersih sumringah,
Keningmu yang mulia dan indah begitu pongah
Minta sajadah agar tak menyentuh tanah
Apakah kau melihatnya seperti iblis saat menolak
Menyembah bapamu dengan congkak
Tanah hanya patut diinjak, tempat kencing dan berak,
membuang ludah dan dahak
atau paling jauh hanya lahan pemanjaan nafsu serakah dan tamak
Apakah kau lupa bahwa
tanah adalah bapa dari mana ibumu dilahirkan
Tanah adalah ibu yang menyusuimu dan memberi makan
Tanah adalah kawan yang memelukmu dalam kesendirian
dalam perjalanan panjang menuju keabadian
Singkirkan saja sajadah mahalmu
Ratakan keningmu
Ratakan heningmu
Tanahkan wajahmu
Pasrahkan jiwamu
Biarlah rahmat agung Allah membelaimu dan
Terbanglah kekasih.
(Sujud - KH Mustofa Bisri)
Beberapa saat kemudian kami meninggalkan tempat tersebut. Menyusuri pinggiran sungai mencari tempat untuk mendirikan tenda. Menjauh dari sungai. Namun semakin menjauh, bunyi aliran sungai terdengar semakin besar. Apa yang terjadi? Kami mengarahkan senter ke sungai. Segera kami sadar. Air bah datang menggulung apa saja yang menghalangi jalannya. Beruntung kami berada di tempat aman.
Mulut saya kaku. Pikiran membayangkan kengerian hanyut di sungai di tengah belantara di malam yang gelap. Suara azan itu hilang dari pendengaran.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.