Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Syafi'ie el-Bantanie

Gerakan Sahabat Wakaf

Bisnis | Tuesday, 14 Sep 2021, 16:39 WIB

Muhammad Syafi’ie el-Bantanie

(Direktur Lembaga Pengembangan Insani Dompet Dhuafa)

Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) yang diluncurkan pada 25 Januari 2021 sudah melewati masa satu semester. Maka, patutlah kita bertanya seberapa efektif GNWU yang langsung diluncurkan oleh Presiden Jokowi tersebut?

Merujuk data Badan Wakaf Indonesia (BWI), potensi wakaf uang di Indonesia mencapai Rp 188 triliun per tahun. Bagaimana realisasi penghimpunannya? Kembali merujuk data BWI, realisasi penghimpunan wakaf uang tahun ini baru sekitar Rp 400 miliar. Masih sangat jauh dari potensinya. Sebetulnya, hal ini tidak heran mengingat indeks literasi wakaf nasional masih relatif rendah, yaitu diangka 50.48%.

Karena itu, kita perlu melakukan evaluasi mengapa GNWU kurang efektif? Mewakili generasi milenial, penulis memandang GNWU terkesan elitis. Kurang merangkul semua generasi, terutama generasi milenial, Z, dan post Gen Z. Sehingga, GNWU ibarat menara gading, gagal mengakar dalam masyarakat.

Bisa jadi peluncuran GNWU yang langsung diluncurkan oleh Presiden Jokowi dimaksudkan bahwa GNWU adalah agenda nasional. Karenanya, semua pemerintah daerah perlu mendukung dan menyukseskan GNWU. Dari sudut pandang ini, ada benarnya.

Namun demikian, semestinya segera diikuti dengan gerakan wakaf lanjutan untuk merangkul semua generasi, terutama generasi milenial, Z, dan post Gen Z. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) 2020, dari total penduduk Indonesia sebesar 270.20 juta jiwa, prosentase generasi milenial sebesar 25.87%, generasi Z sebesar 27.94%, dan post Gen Z sebesar 10.88%.

Jika dijumlahkan menjadi 64.69% atau setara 174.792.380 jiwa dari total penduduk Indonesia. Jumlah yang signifikan untuk penghimpunan wakaf uang. Saat ini sebaran penduduk tiga generasi tersebut ada pada usia Sekolah Dasar (SD) hingga usia 30-an tahun.

Menyasar segmentasi generasi millenial, Z, dan post Gen Z, tentu perlu pendekatan yang sesuai dengan karakteristik mereka. Karena itu, perlu dirancang model gerakan wakaf uang yang dirasakan akrab dan dekat bagi mereka.

Konten ajakan gerakan wakaf dan brand ambassador menjadi penting. Munculkan kesan wakaf sebagai life style dan brand ambassador yang mewakili generasi milenial, Z, dan post Gen Z. Bahasa marketing komunikasi yang bersahabat dan mudah dipahami juga penting.

Jika gerakan wakaf uang ini mengakar di generasi generasi milenial, Z, dan post Gen Z, bisa dibayangkan potensi wakaf yang terhimpun. Kita ambil saja 50% dari populasi generasi milenial, Z, dan post Gen Z, yaitu sekitar 87 juta jiwa. Kemudian, dikalikan misalkan dengan rata-rata nilai wakaf uang per jiwa sebesar Rp 10.000 per bulan, maka didapat Rp 870 miliar per bulan atau Rp 10.440.000.000.000 per tahun.

Nilai wakaf Rp 10.000 per bulan merupakan nilai yang sangat bersahabat. Maka, kita bisa sebut gerakan wakaf uang ini sebagai gerakan sahabat wakaf. Berikan kesan wakaf uang Rp 10.000 kalian itu penting sekali. Dengan Rp 10.000 per bulan kalian sudah memberikan manfaat bagi sesama.

Sebelum pandemi, saya pernah mengisi training di sebuah sekolah kelas menengah di daerah Tangerang Selatan. Saya iseng bertanya kepada seorang siswa kelas V SD, berapa besar uang sakunya dalam sehari? Jawabannya membuat saya terkejut. Siswa itu menjawab Rp 70.000. Bayangkan? Tentu tidaklah berat untuk diajak berwakaf Rp 10.000 per bulan jika diedukasi dengan baik. Bahkan, bisa jadi bisa lebih besar lagi wakafnya.

Penulis memperhatikan hampir setiap sekolah sudah melatih siswanya untuk berinfak setiap hari mulai Rp 1.000 sampai Rp 5.000 pada sekolah-sekolah biasa. Pada sekolah kelas menengah dan atas tentu bisa lebih besar lagi. Nah, tinggal melakukan switch saja dari infak menjadi wakaf agar pahalanya terus mengalir. Ini persoalan edukasi saja.

Tantangannya adalah menjangkau 50% populasi generasi milenial, Z, dan post Gen Z tentu tidaklah mudah. Karenanya, BWI dan Lembaga Ziswaf perlu melibatkan sebanyak-banyaknya pemangku kepentingan, seperti sekolah, kampus, perusahaan, dan berbagai instansi pekerjaan.

Karena itu, sinergi BWI dan Lembaga Ziswaf dengan Kemendikbud, Kemenag, dan struktur pelaksana di bawahnya menjadi kunci penting keberhasilan gerakan sahabat wakaf. BWI dan Lembaga Ziswaf juga bisa bersinergi dengan asosiasi-asosiaisi sekolah swasta Islam dan jaringan pesantren. Setiap asosiasi bisa membawahi ratusan, bahkan ribuan sekolah di bawah afiliasinya.

Selanjutnya, faktor penting lainnya yang mesti disiapkan dengan baik adalah kemudahan melakukan transaksi donasi wakaf. Generasi milenial, Z, dan post Gen Z merupakan generasi yang akrab dengan teknologi.

Jika generasi Z dan post Gen Z tersebar di sekolah dan kampus, maka generasi milenial tersebar di perusahaan-perusahaan dan berbagai instansi pekerjaan. Ingat jumlah mereka mencapai 25.87% dari populasi penduduk Indonesia. Jumlah yang signifikan untuk menghimpun wakaf uang.

Karena itu, kerjasama BWI dan Lembaga Ziswaf dengan berbagai penyedia layanan fintech menjadi kebutuhan mendesak. Dengan kemudahan transaksi donasi wakaf, bisa jadi akan lebih banyak generasi milenial yang melakukan transaksi wakaf uang. Pada akhirnya, semoga gerakan sahabat wakaf bisa signifikan memajukan perwakafan di Indonesia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image