Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rizky Junior

Isu SARA menjadi hal yang sensitif di Indonesia

Politik | Sunday, 17 Apr 2022, 14:29 WIB

Pemilu presiden 2014 merupakan gambaran kondisi politik paling vulgar tentang bagaimana politik identitas dioperasikan. Hal yang sama terulang dalam pilkada DKI Jakarta. Mengapa politik identitas ini dominan dalam perbincangan publik kita? ada dua penyebabnya: Pertama, Absennya kontestasi ideologi menyebabkan seluruh kekuatan politik ini mengandalkan identitas sebagai daya tarik dan daya ikat konstituennya. Kedua, politik identitas ini juga terfasilitasi oleh perkembangan kelembagaan politik pasca Soeharto, khususnya dengan maraknya pemekaran daerah-daerah baru hasil dari kebijakan otonomi daerah. Di daerah-daerah baru ini, politik identitas merupakan pondasi utama bagi setiap kontestan untuk memenangkan pertarungan politik formal dan informal.

Di era reformasi kita dihadapkan pada dominasi politik identitas. Isu SARA menjadi alat kepentingan politik. oleh sebagain pengamat politik, apabila ini dibiarkan, maka akan dapat berujung pada fasisme. Berbagai kekuatan politik dan kelompok-kelompok strategis dalam masyarakat berlomba-lomba memainkan sentimen agama, ras, etnis, dan jender untuk menggolkan agenda-agenda politiknya

Menurut pandangan saya, saya setuju dengan dua penyebab mengapa politik identitas ini dominan dalam perbincangan publik kita, karena politik identitas ini diartikan sebagai politik yang mendalam dan berpotensi paling mendasar karena datang langsung dari identitas diri sendiri, sebagai lawan dari upaya untuk mengakhiri penindasan orang lain. SARA selalu menjadi hal yang sensitif di Indonesia banyak kasus yang kemudian diseret ke isu SARA. SARA adalah akronim dari Suku, Ras, Agama dan Antar golongan. SARA merupakan tindakan yang didasari oleh pemikiran sentiment mengenai identitas diri yang menyangkut keturunan, agama,kebangsaan atau, kesukaan dan golongan. Dampak dari tindakan SARA ini adalah konflik antar golongan yang dapat menimbulkan kebencian dan berujung pada perpecahan. Contoh dampak dari isu SARA yang terjadi di kasus konflik tragedy sampit yang terjadi pada 2001 silam.

Konflik ini terjadi antara suku Dayak dan suku Madura di mana SARA menjadi penyebab dari konflik tersebut. Warga Madura dinilai gagal dalam beradaptasi dengan warga Dayak kemudian munculah diskriminasi antara golongan hingga pecah konflik dan akhirnya memakan korban hingga 500 orang. Bisa dibanyangkan betapa sensitif sekali SARA di Indonesia hingga menimbulkan kebencian dan memakan korban jiwa.

Dan contoh kasus yang menyangkut politik identitas adalah kasus penodaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) merupakan bentuk politisasi indentitas, yang tujuannya yakni untuk menundukan Ahok.

Kasus ini banyak membuat kaum muslim khusunya di Indonesia kesal karna merasa agamanya dihina. Kasus yang melibatkan Ahok ini dinilai dapat menebarkan ancaman baru karena memberikan preseden yang buruk bagi demokrasi di Indonesia. Berkaca pada kasus Ahok, semua orang berpotensi mengalami hal yang sama. Politik Islam di Indonesia cenderung mengarah pada politik identitas. Sebenarnya, perkembangan politik islam di Indonesia berfluktuasi sejak Orde Baru hingga era reformasi saat ini. Politik islam di Indonesia seringkali dijadikan sebagai alat politik belaka saat pemilu Doktor bidang politik, FISIP UMM, Gonda Yumitro, MA, Ph.D memaparkan hasil penelitiannya dalam orasi ilmiah kehakiman FISIP periode II/2021, Rabu (23/6). Menurutnya, Islam sebenarnya memiliki posisi yang sangar strategis karena memiliki sejarah panjang dalam perpolitikan Indonesia, dan umat islam merupakan mayoritas penduduk Indonesia. Namun, Islam sering digunakan sebagai alat politik . ketika membutuhkan dukungan politik, para pemimpin sering menggunakan identitas islam sebagai alat untuk mencari dukungan.

Pemilu presiden 2014 merupakan gambaran kondisi politik paling vulgar tentang bagaimana politik identitas dioperasikan. Hal yang sama terulang dalam pilkada DKI Jakarta. Mengapa politik identitas ini dominan dalam perbincangan publik kita? ada dua penyebabnya: Pertama, Absennya kontestasi ideologi menyebabkan seluruh kekuatan politik ini mengandalkan identitas sebagai daya tarik dan daya ikat konstituennya. Kedua, politik identitas ini juga terfasilitasi oleh perkembangan kelembagaan politik pasca Soeharto, khususnya dengan maraknya pemekaran daerah-daerah baru hasil dari kebijakan otonomi daerah. Di daerah-daerah baru ini, politik identitas merupakan pondasi utama bagi setiap kontestan untuk memenangkan pertarungan politik formal dan informal.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image