Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Kunci Sukses

Ramadhan Dan Konsumtifisme

Agama | Friday, 15 Apr 2022, 14:27 WIB
Oleh Indah Kartika Sari

Ramadhan mengajarkan kita untuk tidak hanya menahan lapar dan dahaga saja. Ramadhan juga mengajarkan kita bagaimana menahan diri dari segala hal yang membatalkan pahala puasa. Begitu agungnya pensyariatan puasa ini sehingga memunculkan ketaqwaan individu sekaligus ketaqwaan sosial. Diantara manifestasi taqwanya orang –orang yang berpuasa adalah peduli kepada kesulitan hidup orang lain. Puasa mencegah sekaligus mengendalikan dirinya terhadap hawa nafsu termasuk perilaku konsumtifisme (sikap hidup boros).

Namun sikap hidup boros alias konsumtifisme nampaknya sulit dihindari di zaman serba materi ini. Ibarat kata pepatah, “Besar Pasak Daripada Tiang”. Hampir-hampir tidak bisa membedakan mana kebutuhan dan mana keinginan. Dan amat mencengangkan, perilaku ini muncul justru pada saat Bulan Ramadhan. Sebuah gaya hidup yang bertentangan dengan gaya hidup Nabi saat Ramadhan. Bayangkan, Jika Nabi sangat ‘royal’ dalam berinfaq. Sampai-sampai kedermawanan beliau digambarkan sahabat Ibnu ‘Abbas seperti angin berhembus. Sementara kebanyakan kita membelanjakan harta untuk belanja barang yang baru. “Buat persiapan Idhul Fithri, dari sekarang nyicil-nyicilnya”, begitu kita beralasan. Tidak masalah sih serba baru asal buat ibadah selama bulan Ramadhan. Mukena dan kerudung baru apalagi al Qur’an baru, malah nambah semangat ibadah kita kan..?

Namun yang terjadi, yang berbau baru kebanyakan bukan mukena, kerudung dan al Qur’an baru. Tapi pakaian, gorden, karpet, meubel, alat-alat dapur bahkan kendaraan dan handphone pun ikut-ikutan baru. Jangan bilang karena bahagia sambut Ramadhan ya..Jujur saja semuanya serba baru gara-gara godaan iklan di televisi dan sosial media. Belum lagi, uang belanja ibu-ibu kita di dapur selalu membengkak. Itu lantaran kitanya tergiur dengan yang serba enak saat berbuka puasa. Terkadang makanan yang begitu banyak itu terbuang percuma. Kalau sudah begini bagaimana kita bisa berfikir dan berempati dengan saudara-saudara kita yang mengalami kekurangan di mana-mana.

Perilaku konsumtif semakin menjadi-jadi menjelang lebaran tiba. Apalagi semua pasar baik tradisional dan modern seperti belanja online menawarkan diskon besar-besaran. Benar sekali kalau Ramadhan sudah dimanfaatkan para pengusaha dan konglomerat menjadi ajang promosi besar-besaran produk-produk mereka. Umat Islam pun akhirnya ikut dalam perlombaan. Bukan dalam hal fastabiqul khayrat tapi lomba pamer kekayaan dan trend lebaran. Tak heran, perilaku konsumtif ini membuat mall dan pasar-pasar tak pernah sepi pembeli walau harga-harga melambung tinggi. Kalau sudah begini, bagaimana mengisi hari-hari akhir Ramadhan dengan ibadah ? Rupanya ‘promosi’ pahala laylatul qadar masih kalah jauh dengan promosi produk di mall dan pasar-pasar.

Padahal, Islam tak menuntut kita untuk menggunakan yang serba baru pada saat Ramadhan dan Idhul Fitri. Para ulama berpesan,”Laysa al ‘iid li man labisa al jadiid, wa lakinna al ‘iid li man thaa’atuhu yaziid.” Artinya Idhul Fithri itu bukan untuk orang yang berpakaian baru tetapi Idhul Fithri itu untuk orang yang keta’atannya bertambah. Oleh karena itu, jangan sampai kita rugi setelah Ramadhan. Ketaqwaan tak kita dapatkan sementara harta kita pun jadi tak berkah. Tanda-tanda harta tak berkah jika membuat si empunya semakin jauh dari Allah.

Belum lagi perilaku konsumtif ini akan membuat pelakunya menjadi orang yang pembosan. Tapi ga mau dibilang kormod alias korban mode. Ciri-ciri kormod jika ada trend barang baru muncul maka dia akan berburu barang tersebut sampai ketemu. Bahayanya, sikap konsumtif menyebabkan yang bersangkutan menjadi matrealistis tak peduli lagi dengan yang halal dan haram. Oleh karena itu, Islam melarang orang berperilaku konsumtif . Disamping karena mencirikan tanda-tanda tabdzir (boros) juga menghilangkan sikap peduli dan empati pada sesama muslim.

Maka jika kita ingin menjadi muslim produktif yang bermanfaat bagi muslim yang lain. Bergaullah dengan rekan-rekan yang produktif. Jauhi perilaku konsumtif. Semoga Ramadhan kita makin bermakna.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image