Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image vina fitrotun nisa

Minyak Mahal? Diet Aja!

Politik | 2022-03-18 16:24:34
Sumber foto: https://m.jpnn.com/news/konon-11-juta-kilogram-minyak-goreng-ini-ditimbun-atas-instruksi-dari-jakarta

Beberapa hari yang lalu saya pernah menjadi salah satu orang yang ikut mengantri di depan sebuah swalayan untuk membeli minyak goreng dengan harga 14.000 per liter. Bagi kebanyakan ibu seperti saya membeli barang dengan harga diskon merupakan salah satu tips untuk berhemat. Apalagi jika selisih harga yang didapatkan untuk 1 liter minyak goreng dapat digunakan untuk mencukup kebutuhan lainnya. Begitulah kira-kira pola pikir saya dan kebanyakan orang-orang yang memburu minyak bersubsidi.

Sebelum masuk ke dalam toko, saya sudah diberitahu jika setiap pebeli hanya diperkenankan untuk membeli maksimal 2 liter minyak saja saat belanja. Namun sayang, minyak goreng yang akan saya beli habis bahkan sebelum saya masuk ke dalam toko.

Beberapa karyawan toko mencoba menenangkan pembeli lain yang kecewa karena tidak mendapatkan minyak dengan menjelaskan bahwa minyak goreng kloter ke dua akan datang lagi di sore hari. Sampai 3 kali saya mengulang antrian dengan waktu yang berbeda, tidak ada satu minyak goreng pun yang saya dapatkan.

Belakangan saya mendapatkan info bahwa pembeli lain mencoba menyiasati aturan pembatasan pembelian minyak goreng tadi dengan membawa suami dan anggota keluarganya yang lain ke dalam toko. Sehingga, satu keluarga bisa mendapatkan 4 liter minyak dalam satu kali kunjungan.

Minyak goreng memang merupakan bahan pokok yang awet jika disimpan dalam jangka panjang. Oleh karenanya, saat masyarakat mendapatkan informasi kelangkaan dan kemahalan minyak goreng, masyarakat akan berlomba untuk mendapatkan dan menyimpan minyak tersebut.

Di jaman modern ini, rasanya minyak goreng adalah kebutuhan utama. Menggoreng makanan merupakan salah satu sarana mengolah masakan yang cepat dan enak. Makanan apapun yang digoreng rasanya begitu enak, baik makanan yang manis, asin bahkan pedas. Tak heran jika keberadaannya menjadi penggerak ribuan bahkan jutaan bisnis di Indonesia.

Bayangkan saja berapa banyak usaha yang bergantung kepada minyak goreng. Misalnya rumah makan, penjual ayam goreng, tahu goreng, tempe goreng, ikan goreng, pisang goreng dan masih banyak lagi. Maka, saat harga minyak goreng mengganas, jutaan masyrakatan pasti akan terkena dampaknya.

Berbicara kenaikan harga minyak goreng rasanya banyak orang yang tiba-tiba menjadi seorang analis dadakan. Betapa tidak, Indonesia yang menurut data merupakan salah satu negara penghasil sawit terbesar di dunia tidak mampu mengendalikan harga minyak goreng. Apakah produksi sawit di Indonesia sedang menurun ataukan harga sawit dunia sedang tinggi.

Jika masalahnya berasal dari sisi produksi, mengapa kenaikan harga hanya dialami oleh minyak goreng saja. Bukankah ada banyak lagi produk turunan yang dihasilkan kelapa sawit. Di sisi lain, ada juga pihak yang menduga bahwa kelangkaan minyak disebabkan oleh oknum yang menimbun minyak goreng. Begitulah gambaran dari berbagai spekulasi dan analisis yang telah beredar selama ini.

Apa yang Salah dengan Teknik Memasak Tradisional

Tidak ada sumber yang menjelaskan secara pasti kapan minyak goreng yang berasal dari sawit ditemukan dan mulai digunakan sebagai salah satu teknik dalam memasak. Memang memasak masakan dengan cara digoreng dapat meningkatkan cita rasa sendiri dalam setiap masakannya. Namun, fenomena kenaikan dan kelangkaan minyak goreng ini setidaknya dapat dijadikan momentum untuk memulai dan mengubah pola hidup yang kurang sehat menjadi lebih sehat.

Sama seperti wabah Covid-19 yang mempercepat proses digitalisasi, kenaikan harga minyak goreng pun dapat dijadikan momentum untuk memulai hidup yang lebih baik. Sambil menunggu solusi tepat dari pemerintah dalam menstabilkan harga, ada baiknya kelompok masyarakat yang bidang usahanya tidak bergantung pada minyak goreng, terutama kelompok rumah tangga untuk memulai diet yang sehat.

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa dalam proses diet sehat, seseorang tidak disarankan untuk mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung minyak, beberapa di antaranya bahkan di anjurkan untuk menghindarinya.

Ternyata, diet dapat dilakukan dengan menggali nilai-nilai tradisional. Sebenarnya, secara tidak langsung nenek moyang kita dapat dikatakan sudah memulai pola hidup sehat dengan teknik masak yang hanya sedikit menggunakan minyak bahkan sama sekali tidak menggunakan minyak. contohnya, jika ada 1kilogram ikan dihadapan kita, ikan tersebut dapat dimasak dengan direbus dan dibakar atau jika ada seikat sayuran, bahan tersebut dapat diolah dengan cara ditumis atau direbus.

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa nenek moyang kita memiliki kebiasaan baik dalam mengolah makanan dan dapat di adaptasi ke dalam dunia modern saat ini supaya lebih hemat dan sehat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image