FOMO Burnout di Kampus? Waras dengan Kecerdasan Emosional
Pendidikan dan Literasi | 2025-12-31 07:34:38
FOMO dan burnout lagi jadi musuh utama mahasiswa di kampus. Scroll medsos lihat teman nongkrong seru, organisasi, atau prestasi orang lain dan langsung takut ketinggalan (FOMO). Akhirnya paksa ikut semua, tugas menumpuk, energi habis, dan boom: burnout datang. Lelah fisik-mental, sulit konsentrasi, mudah marah, bahkan males kuliah total.
Di Indonesia, FOMO dan burnout ini semakin marak karena budaya kampus yang "harus aktif" plus media sosial yang bikin semua kelihatan perfect.
Mengapa FOMO Picu Burnout di Kampus?
FOMO (Fear of Missing Out) bikin overcommitment: Ikut organisasi berlebih, tugas kelompok nonstop, paksa nongkrong meski capek. Hasilnya burnout kelelahan kronis yang bikin nilai turun, hubungan rusak, dan kesehatan mental drop. Academic burnout ini umum karena tekanan IPK tinggi plus perbandingan sosial.
Kecerdasan Emosional (EQ): Solusi Tetap Waras dari FOMO & Burnout
Kecerdasan emosional ala Daniel Goleman punya 5 pilar: self-awareness, self-regulation, motivation, empathy, social skills. EQ tinggi bantu kenali FOMO dini, kelola emosi, dan cegah burnout sebelum parah.
Cara Praktis Pakai Kecerdasan Emosional Atasi FOMO & Burnout
A. Kesadaran Diri (Self-Awareness)
Mahasiswa dengan EQ tinggi tahu kapan mereka merasa iri (FOMO) dan kapan tubuh mereka mulai lelah. Mereka tidak hanya mengikuti arus, tetapi bertanya pada diri sendiri: "Apakah aku ikut kegiatan ini karena butuh, atau cuma karena takut ketinggalan?"
B. Manajemen Diri (Self-Management)
Ini adalah kemampuan untuk mengendalikan impuls. Saat melihat pencapaian orang lain, EQ membantu Anda untuk tetap tenang dan fokus pada milestone pribadi, bukan malah menambah beban tugas secara impulsif yang memicu burnout.
Strategi "Waras" di Kampus
Berikut adalah langkah praktis menerapkan kecerdasan emosional untuk melawan FOMO dan Burnout:
- Praktikkan JOMO (Joy of Missing Out): Ubah ketakutan menjadi kegembiraan. Nikmati momen saat Anda memilih untuk istirahat di kos daripada memaksakan diri hadir di acara yang sebenarnya tidak Anda nikmati.
- Batasi Paparan Media Sosial: Ingatlah bahwa apa yang Anda lihat di LinkedIn atau Instagram hanyalah highlight reel, bukan realita seutuhnya. Berikan waktu untuk "detoks digital" setiap harinya.
- Belajar Berkata "Tidak": Burnout sering terjadi karena kita terlalu banyak berkata "Ya" pada orang lain dan berkata "Tidak" pada diri sendiri. Menolak tambahan tanggung jawab saat kapasitas sudah penuh adalah tanda kecerdasan emosional yang tinggi.
- Cari Support System yang Sehat: Kelilingi diri Anda dengan orang-orang yang mendukung pertumbuhan Anda, bukan mereka yang membuat Anda merasa harus selalu berkompetisi.
Kampus adalah tempat untuk belajar, bukan hanya tempat untuk saling balap pencapaian. Dengan mengasah Kecerdasan Emosional, Anda belajar bahwa kesehatan mental jauh lebih berharga daripada validasi sosial sesaat. Menjadi "waras" di kampus bukan berarti Anda tidak ambisius, tetapi Anda cukup cerdas untuk tahu kapan harus berlari dan kapan harus berhenti sejenak untuk bernapas.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
