Generasi Paling Pintar, Tapi Paling Bingung: Potret Pendidikan Gen Z
Sekolah | 2025-12-26 11:13:00Gen Z sering disebut sebagai generasi paling terdidik dalam sejarah. Mereka tumbuh bersama teknologi, mendapatkan banyak akses informasi, dan hidup di masa pendidikan yang terus berkembang. Namun, di balik keunggulan-keunggulan itu, ada hal yang membuat keadaan mereka semakin rumit: semakin tinggi tingkat pendidikan yang mereka terima, semakin banyak anak muda yang merasa bingung, cemas, dan ragu tentang tujuan hidup mereka. Fenomena ini memunculkan pertanyaan yang penting: apakah pendidikan saat ini benar-benar memberi manfaat, atau hanya membekali mereka dengan keterampilan teknis tanpa memberi makna?.
Guru dan pendidik pun sering terjebak dalam tekanan administratif dan target kurikulum. Waktu untuk berdiskusi secara mendalam dengan siswa semakin terbatas. Pendidikan justru berubah menjadi rutinitas yang membosankan, padahal hubungan antara pendidik dan siswa seharusnya menjadi ruang pemenuhan kebutuhan manusiawi, bukan sekadar penyampaian materi. Untuk keluar dari krisis ini, pendidikan perlu kembali ke tujuan sejatinya: membentuk manusia seutuhnya. Pendidikan harus menjadi ruang untuk berefleksi, tempat siswa diajak memahami dirinya, nilai kehidupan, dan tanggung jawab sosialnya. Belajar tidak cukup hanya menjawab “bagaimana”, tetapi juga harus mampu bertanya “mengapa” dan “untuk apa”.
Gen Z tumbuh sebagai generasi yang sangat mengakses informasi, namun kurang memiliki kebijaksanaan. Mereka tahu banyak hal, tapi tidak selalu mengerti arti pengetahuan itu dalam kehidupan mereka. Ketika pendidikan tidak memberi ruang untuk memahami diri dan tujuan hidup, kegelisahan adalah hasil yang tak bisa dihindari. Tidak aneh jika masalah kesehatan mental semakin muncul di kalangan remaja. Perlu dicatat bahwa krisis ini bukan kesalahan Gen Z. Mereka hanyalah hasil dari sistem pendidikan yang kehilangan tujuan filosofisnya. Sistem pendidikan modern terlalu sibuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan pasar dan kemajuan teknologi, tapi lupa bertanya: manusia apa yang ingin dibentuk? Ketika pertanyaan ini tidak lagi dijadikan dasar, pendidikan akan kehilangan maknanya.
Pendidikan yang bermakna adalah pendidikan yang memberi ruang bagi dialog, pemikiran, dan pencarian nilai. Guru tidak hanya sekadar mengajar, tetapi juga menjadi pembimbing yang membantu siswa menemukan makna dalam proses belajar. Kurikulum bukan hanya daftar materi, tetapi merupakan pedoman perjalanan manusia menuju kedewasaan secara intelektual dan moral. Di tengah kemajuan teknologi yang sangat cepat, pendidikan justru harus lebih menekankan perannya dalam menjaga nilai-nilai kemanusiaan. Teknologi bisa membantu proses belajar, tetapi tidak bisa menggantikan makna itu sendiri. Tanpa arahan filosofis yang jelas, pendidikan hanya akan menghasilkan generasi yang paham secara teknis, tetapi kehilangan arah dalam hidup.
Akhirnya, krisis pendidikan di kalangan Gen Z adalah cermin dari krisis tujuan pendidikan itu sendiri. Jika pendidikan hanya mencetak individu yang unggul secara akademik, kegelisahan akan terus menghantui generasi muda. Namun, jika pendidikan kembali pada tujuannya untuk membentuk manusia yang sadar, bijaksana, dan bermakna, maka Gen Z tidak hanya akan menjadi generasi yang cerdas, tetapi juga paham arti hidup.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
