Antara Einstein dan Sufi
Agama | 2025-12-18 10:50:44Oleh: Muhammad Syafi'ie el-Bantanie
Dalam beberapa hari ke belakang saya memikirkan dan merenungkan teori relativitas khusus Einstein dan konsep transformasi ruhani dalam Tasawuf. Simpulan sementara, saya mendapatkan ada relasi konseptual yang kuat antara teori relativitas khusus dengan konsep transformasi ruhani.
Pemahaman tersebut akhirnya saya sampaikan dalam ceramah zuhur di Masjid Cordofa Dompet Dhuafa. Berikut penjelasan singkatnya.
Einstein memformulasikan teori relativitas khusus dalam rumus utama: E = mc². E adalah energi, m adalah masa benda, c adalah kecepatan cahaya dikuadratkan. Anda sudah tahukan kecepatan cahaya? 3 x 10⁸ m/s atau 300.000 km/s.
Menurut teori ini, setiap materi memiliki masa. Sebuah materi jika diurai masanya hingga sampai tahap pemurnian 100%, akan menghasilkan inti atom. Lalu, inti atom digerakan dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya, maka akan menghasilkan energi sangat dahsyat.
Teori relativitas khusus Einstein inilah yang menjadi basis pengembangan nuklir. 1 kg uranium yang dimurnikan dalam reaktor hingga tahap pemurnian 100% akan menghasilkan energi nuklir sangat dahsyat. Anda bayangkan hanya 2 gram uranium murni bisa menghasilkan listrik ribuan mega watt. Kabarnya bom atom yang dijatuhkan Amerika di Hirosima dan Nagasaki hanya seberat 1 kg uranium murni. Tapi, daya ledaknya membumihanguskan Hirosima dan Nagasaki.
Lantas, apa hubungannya dengan Tasawuf? Konsep transformasi ruhani adalah pemurnian diri nafsani dari unsur-unsur jasmani, sehingga hanya tersisa unsur nurani (baca: cahaya) dalam nafsani.
Dengan mekanisme pemurnian ruhani itulah, seorang sufi besar Islam, seperti Syaikh Abu Yazid al-Busthami, Ibnu Arabi, Suhrawardi, dan lainnya, bolak-balik alam materi (dunia) - malakut - jabarut pada waktu malamnya. Di alam malakut dan jabarut itulah, para sufi mengakses ilmu secara laduni/hudhuri. Dengan bahasa lain mengalami kasyaf (ketersingkapan ilmu pengetahuan).
Sayidina Usman bin Affan pernah menegur seorang pemuda yang bergabung dalam majlisnya agar berwudhu dan shalat tobat dahulu, baru bergabung ke majlisnya. Sayidina Usman mengalami kasyaf. Beliau melihat ada bekas dosa pada mata pemuda itu.
Sayidina Umar bin Khatthab saat berkhutbah jum'at di masjid Nabawi, tetiba berteriak-teriak, "Naik ke bukit, naik ke bukit."
Sayidina Umar mengalami kasyaf, yakni beliau melihat pasukan muslim yang sedang berjihad di medan perang terdesak. Dan, arahan Sayidina Umar tersebut terdengar oleh pasukan muslim.
Mekanisme pemurnian ruhani pula yang membuahkan mimpi berjumpa Rasulullah. Imam Malik berujar, sebagaimana direkam Abu Nu'aim al-Asfahami dalam Hilyah Aulia, "Tidaklah setiap malam saya memejamkan mata, melainkan sering bermimpi bertemu Rasulullah."
Maka, saya iseng berandai-andai, jika saja Einstein memeluk Islam, bisa jadi ia menjadi sufi besar. Karena, pemikiran konsep pemurnian materi dalam teori relativitas memiliki kerangka berpikir relatif sama dengan konsep pemurnian diri nafsani dalam Tasawuf.
Sayangnya, Einstein tidak ketemu Tuhan dengan kecerdasannya. Ia malah menjadi agnostik. Ia terkagum dengan disain alam semesta yang canggih dan serasi, namun tidak sampai mengenal pencipta alam semesta. Fisikawan kelas berat modern, Stephen Hawking, malah menjadi atheis. Ironi kecerdasan yang tak dilandasi iman.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
