Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image diana Ndruru

Pendidikan Gratis: Antara Mimpi Utopia dan Realitas Konstitusional yang Mendesak

Agama | 2025-12-18 01:44:43

Wacana tentang pendidikan gratis di Indonesia adalah sebuah pendulum yang terus berayun antara janji politis yang menggiurkan dan realitas fiskal serta implementasi di lapangan yang menghimpit. Bagi banyak keluarga di pelosok negeri, frasa "pendidikan gratis" sering kali terdengar bak oase di tengah gurun terlihat nyata di kejauhan, namun lenyap saat didekati.

Pertanyaan krusial yang mengemuka bukanlah apakah pendidikan gratis itu mimpi, melainkan mengapa kita, sebagai bangsa, masih berdebat tentang mewujudkan hak dasar yang telah dijamin oleh konstitusi kita sendiri. Ini adalah dilema etis, ekonomi, dan politik yang menuntut analisis mendalam dan tindakan nyata dari seluruh elemen bangsa.

Landasan pijak kita sangat kokoh, tertulis jelas dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Pasal 31 ayat (1) menyatakan, "Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan." Ayat (2) menegaskan, "Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya."

Pasal 31 ayat (4) memerintahkan alokasi anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD. Ini adalah komitmen hukum tertinggi negara untuk memprioritaskan sektor ini.

Pada kenyataannya, alokasi 20% tersebut secara nominal telah dipenuhi selama lebih dari satu dekade. Namun, mengapa "gratis" di lapangan masih terasa mahal? Jawabannya terletak pada cara dana tersebut didistribusikan, dikelola, dan diinterpretasikan secara sempit.

Anatomi "Gratis" yang Pincang dan Biaya Terselubung

Permasalahan utamanya terletak pada definisi operasional dari "gratis" itu sendiri. Di Indonesia, pendidikan gratis seringkali diterjemahkan secara sempit sebagai pembebasan Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP) atau yang lebih dikenal sebagai SPP di sekolah negeri, serta biaya pendaftaran masuk.

Namun, realitasnya, biaya pendidikan terdiri dari banyak komponen, dan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang menjadi tulang punggung pembiayaan seringkali tidak mencukupi untuk menutupi seluruh kebutuhan operasional sekolah berkualitas tanpa memungut biaya lain dari orang tua.

Komponen biaya tidak langsung inilah yang seringkali menjadi batu sandungan utama bagi keluarga miskin:

- Seragam dan Atribut

- Buku dan Alat Tulis

- Transportasi dan Jajan

- Kegiatan Ekstrakurikuler dan Study Tour

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa karena keterbatasan dana BOS dan birokrasi pencairan yang rumit, pihak sekolah sering mencari celah pembiayaan melalui "komite sekolah" atau sumbangan lain yang, sekali lagi, membebani ekonomi keluarga pra-sejahtera.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) secara konsisten menunjukkan bahwa alasan ekonomi adalah salah satu penyebab utama anak-anak putus sekolah, terutama saat transisi dari SMP ke SMA.

Wacana pendidikan gratis seringkali dibenturkan dengan isu kualitas. Argumen ini sering digunakan untuk membenarkan keberadaan sekolah swasta mahal yang menawarkan fasilitas superior. Ini adalah perdebatan yang menyesatkan.

Negara wajib menyediakan pendidikan dasar yang berkualitas dan gratis. Tantangan sebenarnya adalah pemerataan kualitas guru dan infrastruktur antara wilayah barat dan timur Indonesia, antara kota dan desa.

Dana 20% APBN tersebut seharusnya memastikan adanya standar minimum kualitas yang terpenuhi di seluruh pelosok negeri, bukan hanya menggratiskan biaya administrasi saja.

Pemerintah juga perlu merumuskan kembali peran sekolah swasta dalam ekosistem pendidikan nasional. Apakah mereka mitra yang membantu atau justru menciptakan segmentasi kelas dalam pendidikan?

Solusi idealnya adalah penguatan sekolah negeri hingga mampu menyamai standar kualitas sekolah swasta unggulan, sehingga pilihan sekolah swasta menjadi preferensi berdasarkan nilai tambah, bukan keharusan untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

Untuk melihat bahwa pendidikan gratis bukanlah mimpi utopis, kita bisa menoleh ke negara lain. Finlandia, sering disebut sebagai kiblat pendidikan terbaik di dunia, menerapkan pendidikan yang sepenuhnya gratis dari pra-sekolah hingga perguruan tinggi.

Pendekatan holistik ini menghilangkan semua hambatan finansial, memungkinkan siswa dan orang tua fokus pada pembelajaran dan kesejahteraan.

Di Asia Tenggara, Filipina telah mengimplementasikan "Universal Access to Quality Tertiary Education Act" sejak 2017, menggratiskan biaya kuliah di perguruan tinggi negeri. Thailand juga menawarkan 15 tahun pendidikan dasar dan menengah yang bebas biaya.

Apa kunci keberhasilan mereka? Komitmen politik yang tidak setengah-setengah dan pemahaman bahwa pengeluaran untuk pendidikan adalah investasi jangka panjang dalam sumber daya manusia, bukan biaya yang harus ditekan.

Ajakan Aksi: Dari Wacana Menuju Akuntabilitas dan Komitmen

Pendidikan gratis di Indonesia adalah keniscayaan konstitusional yang harus kita perjuangkan agar menjadi kenyataan yang hakiki. Ini bukan sekadar tanggung jawab pemerintah pusat di Jakarta, melainkan tanggung jawab kolektif kita semua.

Kita, sebagai masyarakat, tidak boleh pasif. Kita harus aktif mengawal dan menuntut akuntabilitas:

- Menuntut Transparansi Anggaran

- Partisipasi Aktif di Komite Sekolah

- Mendorong Kebijakan Afirmatif

Pendidikan gratis yang berkualitas adalah satu-satunya cara untuk memutus rantai kemiskinan antargenerasi dan memastikan Indonesia Emas 2045 bukan sekadar slogan kosong.

Mari bersatu, mengawal janji konstitusi, dan memastikan setiap anak di negeri ini mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan tanpa hambatan biaya. Wujudkan pendidikan gratis, wujudkan masa depan bangsa.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image