AI dan Big Data dalam Bisnis Digital: Tinjauan Etika Ekonomi Islam
Dunia islam | 2025-12-09 10:01:53
Perkembangan Artificial Intelligence (AI) dan Big Data telah mengubah wajah bisnis digital secara signifikan. Perusahaan kini mampu mengolah jutaan data konsumen dalam waktu singkat untuk meningkatkan efisiensi, personalisasi layanan, dan strategi pemasaran. Namun, di balik kemajuan tersebut muncul persoalan etika: bagaimana perlindungan privasi, keadilan dalam pengambilan keputusan algoritmik, dan batasan pemanfaatan data pengguna?
Dalam perspektif Ekonomi Islam, teknologi bukanlah sesuatu yang ditolak, melainkan harus diarahkan agar tetap berada dalam koridor nilai-nilai syariah. Islam memandang bahwa kegiatan ekonomi harus menjaga keadilan, amanah, kejujuran, dan tidak menzalimi pihak lain. Oleh karena itu, penggunaan AI dan Big Data dalam bisnis digital perlu ditimbang berdasarkan kerangka etika bisnis Islam.
AI dan Big Data dalam Bisnis Digital
AI berfungsi sebagai sistem yang mampu meniru kecerdasan manusia dalam bentuk pengambilan keputusan otomatis, prediksi perilaku konsumen, hingga otomatisasi layanan pelanggan. Sementara itu, Big Data merupakan kumpulan data berskala besar yang dianalisis untuk menghasilkan pola, tren, dan insight bisnis.
Dalam praktiknya, perusahaan digital memanfaatkan AI untuk menentukan harga dinamis, menampilkan iklan personal, merekomendasikan produk, bahkan menilai kelayakan kredit pengguna. Semua ini memberikan efisiensi tinggi, tetapi juga berpotensi melahirkan ketimpangan jika tidak diawasi secara etis.
Prinsip Etika Bisnis Digital dalam Ekonomi Islam
Dalam Ekonomi Islam, terdapat prinsip-prinsip utama yang menjadi landasan etika bisnis, di antaranya:
1. Keadilan (Al-‘Adl):AI tidak boleh menciptakan diskriminasi, misalnya dalam penentuan harga atau akses layanan.
2. Amanah dan Transparansi:Perusahaan wajib menjelaskan bagaimana data pengguna dikumpulkan, digunakan, dan diproses.
3. Larangan Gharar (Ketidakjelasan):Praktik bisnis digital tidak boleh menyembunyikan cara kerja algoritma yang berdampak besar pada konsumen.
4. Perlindungan Hak Individu (Hifz al-Nafs dan Hifz al-Mal):Data pribadi dipandang sebagai bagian dari hak yang harus dijaga.
Teknologi AI dalam pandangan Islam harus berfungsi sebagai alat untuk mewujudkan kemaslahatan (maslahah), bukan sarana eksploitasi ekonomi.
Studi Kasus: Algoritma Diskriminatif dalam Pembiayaan Digital
Sebuah platform pembiayaan digital (fintech) menggunakan AI untuk menilai kelayakan kredit nasabah. Algoritma tersebut dilatih menggunakan data historis yang ternyata cenderung menguntungkan kelompok tertentu dan merugikan pelaku UMKM kecil di daerah pedesaan. Akibatnya, banyak pelaku usaha mikro yang secara otomatis ditolak pengajuan pembiayaannya tanpa penjelasan yang jelas.
Dalam perspektif Ekonomi Islam, kasus ini mengandung beberapa pelanggaran etika:
1. Melanggar prinsip keadilan, karena terjadi perlakuan tidak adil akibat bias data.
2. Melanggar amanah, karena pengguna tidak diberi informasi transparan tentang alasan penolakan.
3. Mengandung unsur gharar, karena proses keputusan bersifat tidak jelas dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Solusi Islami terhadap kasus ini adalah dengan menerapkan audit algoritma, transparansi penilaian risiko, serta memastikan bahwa AI berfungsi sebagai alat pendukung keputusan, bukan pengganti penuh pertimbangan moral manusia.
AI dan Big Data merupakan keniscayaan dalam perkembangan bisnis digital modern. Namun, Ekonomi Islam memberikan batasan yang jelas bahwa teknologi harus diarahkan untuk menjaga keadilan, transparansi, dan kemaslahatan bersama. Dengan berpegang pada etika bisnis syariah, pemanfaatan AI dan Big Data tidak hanya akan menghasilkan keuntungan ekonomi, tetapi juga keberkahan dan keadilan sosial dalam ekosistem digi
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
