Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hanifah Ghaida

Banjir Sumatra: Ketika Alam Berbicara, Manusia Masih Sibuk Menutup Telinga

Info Terkini | 2025-12-07 16:59:40
sumber gambar: Kompas.com

Banjir besar yang melanda sejumlah wilayah di Sumatra dalam beberapa pekan terakhir kembali membuka kenyataan pahit: alam sudah berteriak keras, tapi respons kita terutama para pemegang kebijakan masih terasa lambat dan setengah-setengah.

Kerusakan lingkungan yang terjadi bukan datang tiba-tiba. Penebangan hutan, pembukaan lahan, dan pengelolaan ruang yang longgar sudah lama jadi masalah. Tapi ketika warga butuh bantuan cepat, akses terputus, dan kebutuhan dasar susah didapat, beberapa pernyataan pejabat malah terkesan 'nggak nyambung' dengan kondisi di lapangan.

Salah satunya bilang bahwa “BBM cukup”, padahal korban banjir di lapangan justru kesulitan cari BBM buat jalanin perahu, generator, dan distribusi logistik. Situasinya jelas berbeda antara teori di meja rapat dan realita di lokasi bencana.

Belum selesai di situ, ada juga yang bilang keadaan ini “cuma mencekam di media sosial”, seolah-olah banjir besar, rumah hanyut, dan ribuan warga yang masih terisolasi itu cuma cerita internet. Ucapan ini hanya membuat masyarakat naik darah, tapi juga membuat mereka merasa negara tidak benar-benar mengerti apa yang mereka alami.

Sementara itu, bantuan resmi bergerak lambat, sedangkan relawan dan influencer malah turun lebih cepat. Banyak yang akhirnya bertanya dalam hati: "sebenernya sistem penanganan bencana kita jalan nggak sih? Kenapa masyarakat justru lebih banyak bergantung pada solidaritas sesama warga?"

Isu soal layanan komunikasi berupa starlink untuk korban juga sempat jadi sorotan. Bantuan yang katanya bisa dipakai gratis malah terhambat biaya dan administrasi. Di tengah kondisi darurat seperti ini, hal-hal teknis semacam itu seharusnya bukan jadi penghalang.

Dan yang lebih bikin bingung lagi, bencana sebesar ini belum juga ditetapkan sebagai bencana nasional, padahal dampaknya sudah luas dan berkepanjangan.

Banjir Sumatra bukan cuma cerita soal air yang meluap. Ini juga soal bagaimana kita menjaga alam, membuat kebijakan, dan merespons krisis. Kalau suara rakyat dan situasi lapangan masih dianggap “berlebihan”, mungkin yang perlu dibenahi bukan hanya lingkungan, tapi juga kepekaan kita sebagai bangsa.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image