Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Naurah efra

Pentingnya Literasi Digital dalam Mengadapi Berita Hoaks Berbasis Artificial Intelligence (AI)

Teknologi | 2025-12-14 22:19:26

Di Indonesia, negara yang rawan banjir, gempa bumi, letusan gunung berapi, dan berbagai bencana lainnya, arus informasi saat krisis sering kali bergerak lebih cepat daripada kemampuan kita untuk memverifikasinya. Tantangan ini semakin berat karena hadirnya kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).

Sejak banjir melanda sejumlah wilayah di Sumatera pada akhir November lalu, media sosial dipenuhi video bencana yang memprihatinkan. Ada video ibu kucing yang digambarkan berjuang menyelamatkan anaknya di tengah banjir, gajah yang terlihat heroik mengamankan rusa, hingga sapi yang bertahan hidup di atas papan mengarungi air pasang. Sekilas, video-video tersebut tampak nyata, tetapi diketahui bahwa konten tersebut hanyalah hasil rekayasa AI.

Klarifikasi Video Gajah (Sumber: Instagram/@cekfakta.kompascom)

Tidak banyak pengguna media sosial yang menyadari bahwa video tersebut palsu. Visual yang realistis, dipadukan dengan konteks bencana yang benar-benar terjadi, membuat batas antara fakta dan fiksi menjadi kabur. Di tengah situasi krisis, rasa simpati dan kepedulian sering kali mendorong orang untuk segera membagikan informasi, bahkan sebelum memastikan kebenarannya.

Perlu ditegaskan bahwa hoaks bencana alam bukanlah hal baru di Indonesia. Jauh sebelum AI berkembang pesat, masyarakat sudah dihadapkan pada berbagai kabar palsu terkait tsunami, gempa bumi, tanah longsor, hingga letusan gunung berapi. Bentuknya beragam, mulai dari pesan berantai, foto lama yang dimunculkan kembali, hingga narasi sensasional yang tidak memiliki dasar ilmiah.

Salah satu kasus hoaks yaitu letusan Gunung Merapi pada tahun 2018. Saat itu, beredar foto kawah gunung dengan lava berwarna merah menyala disertai narasi dramatis. Setelah diverifikasi oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi, foto tersebut ternyata bukan berasal dari Merapi, melainkan dari Gunung Ambrym di Vanuatu. Meski klarifikasi telah disampaikan, tidak semua orang mengetahuinya. Sebagian mungkin sudah terlanjur percaya dan menyimpan informasi tersebut sebagai kebenaran.

Hadirnya AI, khususnya generative AI, memberi dimensi baru pada persoalan ini. Teknologi ini memungkinkan pembuatan konten palsu dengan kualitas tinggi dalam waktu singkat. Video dapat direkayasa dengan menggabungkan potongan peristiwa nyata, diproduksi dalam berbagai versi, bahkan disesuaikan dengan konteks nyata agar terlihat meyakinkan.

Namun, AI tidak sepenuhnya harus dipandang sebagai ancaman. Di sisi lain, teknologi yang sama juga dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi hoaks, melakukan verifikasi konten visual dan audio, serta informasi. Persoalannya adalah tidak semua pengguna media sosial memiliki kemampuan atau kemauan untuk melakukan verifikasi, baik dengan bantuan AI maupun secara manual.

Sebagian masyarakat belum terbiasa mempertanyakan kebenaran informasi yang beredar di media sosial. Ada anggapan bahwa informasi yang viral pasti sudah melalui proses penyaringan. Padahal, tidak sedikit pihak yang sengaja memproduksi hoaks demi keuntungan ekonomi, popularitas, atau kepentingan tertentu. Oleh karena itu, literasi digital menjadi hal yang sangat krusial.

Mengatasi hoaks bencana alam berbasis AI tidak bisa dibebankan hanya pada individu. Tanggung jawab ini bersifat kolektif. Pemerintah dan lembaga kebencanaan perlu menyediakan informasi yang akurat, cepat, dan mudah diakses oleh publik, serta sigap membangun narasi tandingan terhadap hoaks yang beredar. Platform media sosial memiliki peran penting dalam melakukan moderasi konten, terutama yang berkaitan dengan bencana dan keselamatan publik. Industri AI juga dituntut untuk mengembangkan mekanisme penanda dan deteksi konten rekayasa agar mudah dikenali.

Di sisi lain, media massa tetap memegang peran penting sebagai rujukan informasi yang kredibel. Penyajian berita yang akurat, disertai hasil pemeriksaan fakta, dapat menjadi solusi di tengah banjirnya informasi. Dunia pendidikan juga perlu secara konsisten mengedukasi masyarakat tentang pentingnya berpikir kritis dan bertanggung jawab dalam menggunakan media sosial.

Pada akhirnya, hoaks bencana alam di era AI adalah cermin dari tantangan besar masyarakat digital. Teknologi berkembang dengan sangat cepat, sementara literasi digital masih tertinggal. Pertanyaannya bukan lagi apakah hoaks akan terus muncul, melainkan apakah kita siap menghadapinya bersama.

Jika tidak, setiap bencana alam ke depan bukan hanya akan membawa kerusakan fisik, tetapi juga banjirnya informasi yang memperparah dampaknya. Di sinilah literasi digital menjadi hal yang tak terelakan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image