Gas Air Mata, Rantis, dan Nyawa Ojol: Siapa Bertanggung Jawab?
Hukum | 2025-12-03 11:10:40Tragedi yang menimpa Affan Kurniawan (21), pengemudiojek online, dalam insiden pengamanan aksi demonstrasi di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat, Kamis (28/8/2025), memunculkan pertanyaan serius tentang batas kewenanganaparat dan tanggung jawab hukum negara terhadap wargasipil.
Affan tewas setelah dilindas kendaraan taktis (rantis) milikBrimob saat aparat melakukan pembubaran massa dengan gas air mata. Ia bukan peserta aksi, melainkan warga yang tengahmelintas di lokasi. Peristiwa ini memicu gelombang protesdari masyarakat sipil dan komunitas pengemudi ojol, sertamembuka kembali perdebatan tentang penggunaan kekuatanoleh aparat dalam situasi non-perang.
Perspektif Hukum: Kelalaian atau Kesalahan?
Dalam hukum pidana Indonesia, tindakan yang menyebabkankematian seseorang dapat dikategorikan sebagai tindakpidana, baik dalam bentuk kesengajaan maupun kelalaian. Pasal 359 KUHP menyebutkan:
“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang mati, dihukum penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.”
Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Dr. Rina Suryani, menilai bahwa insiden ini berpotensi masuk dalamranah pidana jika terbukti ada unsur kelalaian dalampengoperasian kendaraan taktis. “Penggunaan rantis dalamsituasi sipil harus tunduk pada prinsip proporsionalitas dan akuntabilitas. Jika tidak ada ancaman langsung, makatindakan tersebut bisa dianggap berlebihan,” ujarnya.
Selain itu, prinsip strict liability dalam hukum administrasinegara juga dapat diterapkan. Negara bertanggung jawab atastindakan aparatnya, terlepas dari ada atau tidaknya niat jahat. Dalam konteks ini, keluarga korban berhak menuntut gantirugi melalui mekanisme perdata atau melalui Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Evaluasi Prosedur dan Etika Pengamanan
Penggunaan gas air mata dan kendaraan berat dalampengamanan demonstrasi sipil telah lama menjadi sorotan. Menurut Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), pendekatan represif aparat sering kali tidak sejalan denganprinsip-prinsip HAM yang diatur dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
“Setiap warga negara berhak atas rasa aman dan perlindungandari negara. Ketika aparat justru menjadi ancaman, maka adapelanggaran serius terhadap hak hidup,” kata Wahyu Prasetyo, peneliti ELSAM.
Tuntutan Publik dan Transparansi
Hingga berita ini diturunkan, tujuh personel Brimob telahdiamankan untuk dimintai keterangan. Namun belum adapenetapan tersangka. Komunitas ojol dan aktivis HAM mendesak agar proses hukum dilakukan secara transparan dan tidak berhenti pada sanksi administratif.
Di media sosial, tagar #KeadilanUntukAffan terus bergema. Aksi solidaritas digelar di berbagai kota, menuntut keadilandan reformasi prosedur pengamanan aksi.
Penutup
Tragedi Affan Kurniawan bukan sekadar kecelakaan lalulintas. Ia adalah cerminan dari kegagalan sistem dalammelindungi warga sipil. Dalam negara hukum, nyawa manusiatidak boleh dikorbankan atas nama ketertiban. Publik menanti, bukan hanya permintaan maaf, tetapi juga pertanggungjawaban hukum yang nyata.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
