Lahirnya Generasi Hening: Anak Muda yang Memilih Diam di Tengah Ledakan Suara Digital
Gaya Hidup | 2025-12-01 00:13:45
https://share.google/images/T8N1BptDElYk7XLgE" />
Di tengah era digital yang dipenuhi arus komentar, unggahan, dan opini yang tak pernah berhenti, muncul fenomena baru yang disebut Generasi Hening, kelompok anak muda yang lebih memilih diam, mengamati, dan memproses informasi dengan saksama sebelum bersuara. Berbeda dengan anggapan bahwa generasi masa kini identik dengan ekspresi tanpa batas, Generasi Hening justru mempraktikkan bentuk komunikasi yang lebih tenang dan reflektif. Mereka merasa bahwa kebisingan digital sering kali memicu tekanan untuk selalu tampil, berpendapat, atau berkompetisi secara sosial, sehingga memilih keheningan sebagai bentuk kendali diri. Diam bagi mereka bukan tanda pasif, melainkan strategi untuk menjaga ruang mental, menghindari konflik yang tak perlu, serta memastikan setiap kata yang keluar benar-benar memiliki makna. Fenomena ini menunjukkan bahwa di tengah hiruk-pikuk dunia maya, ada anak-anak muda yang meredefinisi cara hadir dan bersuara: lebih dalam, lebih selektif, dan lebih sadar.
Mengapa sebagian anak muda lebih memilih diam meskipun hidup di era yang menuntut mereka untuk selalu bersuara?
Sebagian anak muda memilih diam meskipun hidup di era yang menuntut mereka untuk selalu bersuara karena beberapa alasan yang saling berkaitan. Di tengah derasnya arus informasi, opini, dan tekanan sosial di media digital, mereka merasa bahwa berbicara atau berkomentar justru bisa menimbulkan risiko, seperti salah paham, cibiran, atau konflik. Banyak anak muda juga lebih berhati-hati dan ingin memastikan bahwa apa yang mereka sampaikan benar-benar bermakna, bukan hanya sekadar mengikuti keramaian. Selain itu, keheningan memberi mereka ruang untuk berpikir, mengamati, dan memahami situasi secara lebih mendalam sebelum mengambil sikap. Bagi sebagian lainnya, diam adalah cara untuk menjaga kesehatan mental dari tekanan sosial yang melelahkan. Dengan memilih diam, mereka sebenarnya sedang menciptakan batas aman agar tetap bisa hadir di dunia digital tanpa harus kehilangan kenyamanan diri.
Fenomena “Lahirnya Generasi Hening” menunjukkan bahwa di tengah derasnya suara digital, tidak semua anak muda memilih untuk terus berbicara atau tampil di ruang publik. Sebaliknya, sebagian dari mereka memilih diam sebagai bentuk kesadaran, perlindungan, dan strategi komunikasi. Keheningan menjadi cara untuk menjaga ruang mental, menghindari konflik, serta memastikan bahwa setiap pendapat yang disampaikan benar-benar bernilai. Generasi Hening bukanlah tanda pasif atau tidak peduli—melainkan cerminan perubahan pola berpikir dan berinteraksi anak muda yang lebih selektif, reflektif, dan matang dalam merespons dunia yang semakin bising.
Penulis: Rasya Febry Ridwan
Mahasiswa Prodi Manajemen Program Sarjana
Universitas Pamulang
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
