Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Anindya Citra Dewanti

Pasifnya Tanggung Jawab Suami Menuntun Duka Keluarga

Eduaksi | 2025-11-21 05:07:45
Sumber foto : @BaseBDG || on “X”.

Ruang keluarga dalam negara ini kian dilanda kegelisahan. Terdapat kisah pedih yang jarang didengar orang lain. Seorang istri bertahan untuk menjaga rumah tangga hingga mengontrol emosi. Terkadang ketidakhadiran peran suami membuat istri merasa sepi, bahkan tak diperhatikan. Kasus bunuh diri menjadi permasalahan sosial yang bersifat kompleks, hingga memunculkan stigma negatif di ruang publik. Refleksi kegagalan struktrual dapat terlihat dari banyaknya kasus istri yang bunuh diri karena kurang mendapatkan peran suami dalam rumah tangga. Tingginya angka bunuh diri dalam sebuah keluarga kecil kian meluas. Kondisi ini diperkuat dengan adanya argumen dari Maliki dan Sari (2022), menyebutkan bahwa pengasuhan secara sadar yang seharusnya dijalankan oleh peran ayah tergolong rendah, justru seorang anak diasuh oleh ibunya.

Tragedi ekstrem dilakukan oleh seorang ibu yang mengakhiri hidupnya serta melibatkan anak di lingkaran kematian. Menurut data yang didapatkan dari Polresta Bandung, sang ibu ditemukan tewas tergantung di kusen pintu kamar dengan dua anaknya. Tindakan tersebut akan menimbulkan paradigma masyarakat yang menganggap sebagai penyimpangan atau kejadian yang tak dapat dipungkiri. Meurut Kriminolog Universitas Islam Bandung, Nandang Sambas, menyatakan bahwa perilaku seorang ibu yang nekat mengakhiri hidupnya kemungkinan bersumber dari gangguan mental berat yang merusak kemampuan berpikir sehat. Lalu, surat wasiat yang ditemukan di lokasi turut menggambarkan persoalan rumah tangga yang tengah dihadapi, terutama tekanan ekonomi yang menghantui keluarga tersebut. Dalam tulisan itu, terselip pula permohonan maaf kepada seluruh kerabat, termasuk kepada kedua anaknya yang telah pergi.

Sebagai kepala keluarga, suami bertanggung jawab dalam menaungi berbagai aspek, meliputi ekonomi hingga pengambilan keputusan. Suami harus melaksanakan kewajibannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Pasif bukan berarti tidak melakukan tanggung jawabnya. Namun, seringkali merasa tidak peduli ketika perannya sangat dibutuhkan, seperti saling mendampingi ketika tertmpa permasalahan rumah tangga, ikut serta dalam pengambilan keputusan, serta memberikan dukungan emosional kepada pasangan. Ketika peran suami pasif, seorang istri dapat merasa tidak ada yang merangkulnya dalam menghadapi sesuatu. Keluarga bukanlah ajang delegasi, namun menuntut kolaborasi.

Pasifnya peran suami merupakan akibat adanya dinamika sosial yang cepat, kini menjadi permasalahan struktural dengan merusak fondasi rumah tangga pasangan dan terganggunya psikologis istri dan anak. Perempuan berada dalam tekanan ganda, meskipun suami ada bersamanya. Keadaan tersebut terjadi ketika suami apatis terhadap iklim emosional keluarga dan psikologis dibebankan pada satu pihak. Istri menaungi berbagai peran dari berbagai aspek kehidupan rumah tangga, mulai pengasuh anak hingga pengendali emosi diri sendiri. Di saat titik kejenuhan, hati lelah, energi terbagi, hilangnya tempat untuk bersandar. Kesepian yang melanda terdapat kisah yang tak dapat diceritakan dan rasa sakit sulit untuk diungkapkan.

Membangun rumah tangga memerlukan perawatan koneksi hati. Tiap pasangan hendak membuka bahunya yang siap menampung cerita, bukan mengisolasi telinga yang sengaja ditutup. Komunikasi melalui percakapan santai perlu dijadikan kebiasaan, bukan semata berbicara ketika permasalahan melanda. Membuka pertanyaan sederhana, seperti "Bagaimana kamu menjalani hari ini?", pasangan akan merasakan keharmonisan dalam rumah tangga. Pada akhirnya, keluarga bukan sekadar fondasi kokoh layaknya rumah, melainkan saling menjaga perasaan pasangan. Berusaha memenuhi kebutuhan keluarga baik dari segi ekonomi maupun lahir batin. Keluarga dibentuk untuk saling terlibat dalam kondisi apapun agar suatu beban tidak ditanggung sendirian. Ibaratkan sebagai tempat bertumbuh bagi tiap anggota keluarga sesuai perannya.

DAFTAR PUSTAKA :

Maliki, A., & Sari, R. (2022). Hubungan Antara Dukungan Sosial Suami Dengan Stres Pengasuhan Istri yang Memiliki Anak. Universitas Islam Sultan Agung. Diakses dari : https://repository.unissula.ac.id/26880/1/30701700086_fullpdf.pdf

Irfani, F. (2025). “Mamah tidak rela hidup terus-terusan susah” – Kisah ibu dan dua anak di Kabupaten Bandung mengakhiri hidup diduga karena tekanan ekonomi. BBC News Indonesia. Diakses dari : https://www.bbc.com/indonesia/articles/cd9yn91wdj9o

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image