Tragedi di SMA 72 Jakarta: Ketika Balas Dendam dan Isolasi Menjadi Bom Berbahaya
Info Terkini | 2025-11-19 15:23:04Pada 7 November 2025, sebuah ledakan mengguncang masjid di sekitar SMA Negeri 72 Jakarta, yang terletak di kawasan Kelapa Gading Utara. Kejadian ini tidak hanya mengejutkan para siswa dan staf, tetapi juga memicu pemikiran mendalam tentang kesehatan mental remaja, kasus perundungan, dan ancaman radikalisasi di era modern.
Kronologi Kejadian
Berdasarkan keterangan saksi dan laporan dari kepolisian, ledakan terjadi saat umat sedang melaksanakan salat Jumat di masjid sekolah. Beberapa siswa, guru, serta staf sedang mengikuti khotbah ketika suara ledakan pertama terdengar. Tak lama setelah itu, ledakan kedua terjadi dengan jarak sekitar 10 hingga 15 menit setelah ledakan pertama.
Seorang siswa (inisial A) yang berada di barisan masjid menggambarkan betapa paniknya suasana saat ledakan terjadi. Ia menjelaskan bagaimana serpihan paku bertebaran, dan beberapa teman sekelasnya mengalami luka akibat paku-paku itu.
Kepolisian segera menurunkan Tim Penjinak Bom (Jibom) untuk menyelidiki sumber ledakan.
Dari lokasi kejadian, ditemukan berbagai barang bukti, seperti baterai, remote control, jeriken plastik, dan bagian plastik yang diduga merupakan komponen dari bom rakitan.
Korban dan Dampak
Menurut laporan, sedikitnya 54 orang mengalami cedera akibat ledakan tersebut. Beberapa di antara mereka dibawa ke rumah sakit. Dari keterangan sejumlah saksi, para korban sebagian besar adalah siswa dan guru di sekolah tersebut, tidak ada individu dari luar sekolah yang berada di masjid saat insiden terjadi.
Kepanikan meluas setelah ledakan itu. Siswa yang ada di masjid segera melarikan diri, sementara petugas keamanan dan ambulans segera tiba untuk menangani situasi.
Pelaku dan Motif
Identitas pelaku masih dalam penyelidikan, namun berdasarkan keterangan dari berbagai sumber, pelakunya merupakan seorang siswa yang diduga sering menjadi sasaran perundungan di sekolah.
Beberapa saksi menduga bahwa motivasi di balik ledakan ini adalah untuk membalas dendam dan kemungkinan niat bunuh diri dari pelaku.
Kepolisian menyatakan bahwa bom tersebut dirakit oleh pelaku sendiri dengan menggunakan peralatan sederhana: baterai 6 volt, jeriken plastik, dan paku tajam.
Diduga bom tersebut dioperasikan dengan remote control, karena ditemukan komponen transmitter dan receiver serta baterai di lokasi kejadian.
Selain itu, aparat menemukan senjata mainan (toy gun) yang memiliki tulisan dengan slogan-slogan supremasi kulit putih dan nama individu ekstremis tertentu, yang menimbulkan kecurigaan bahwa pelaku mungkin terpengaruh oleh ideologi ekstrem di internet.
Reaksi dan Tindak Lanjut
Polda Metro Jaya mengungkapkan bahwa mereka akan menyelidiki penyebab dan motivasi di balik ledakan tersebut.
Kapolda mengungkapkan bahwa motif pelaku bisa bersifat pribadi dan bukan semata-mata karena alasan agama.
Polisi juga meneliti apakah terdapat hubungan antara pelaku dan kelompok ekstremis atau kelompok kebencian, terutama sebab ditemukan tulisan ekstremis di barang-barang milik pelaku.
Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, juga memberikan tanggapan mengenai tragedi ini. Ia menekankan pentingnya sekolah untuk waspada terhadap pengaruh perundungan dan akses anak-anak ke konten berbahaya di dunia maya, termasuk video game online dan komunitas ekstremis.
Pemerintah DKI Jakarta, melalui Dinas Pendidikan, sedang mempertimbangkan berbagai langkah, termasuk kemungkinan perpindahan sekolah bagi siswa yang mengalami trauma, serta opsi pembelajaran daring (online) atau campuran.
Dampak Psikologis dan Sosial
Serangan ini bukan sekadar ancaman fisik, tetapi juga menyerang rasa aman dan psikologis komunitas sekolah. Banyak siswa kini merasa takut untuk kembali ke sekolah, trauma dengan kegiatan Jumat di masjid, dan khawatir akan kemungkinan terulangnya insiden serupa. Bahkan, Gubernur DKI Jakarta menyebutkan bahwa beberapa siswa sudah mengajukan permohonan untuk berpindah sekolah setelah kejadian ledakan tersebut.
Kasus ini menjadi peringatan serius bagi sistem pendidikan di Indonesia. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah mengungkapkan bahwa insiden ini seharusnya menjadi momentum untuk meningkatkan dukungan bagi siswa yang berisiko tinggi terhadap perundungan, serta memperkuat literasi digital dan pemahaman anak mengenai bahaya konten ekstrem di dunia maya. Seorang pengamat pendidikan menyebut langkah ini sebagai "peringatan untuk memperkuat tiga aspek: perlindungan anak-anak, pendidikan karakter, dan pengawasan dalam menggunakan internet. "
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
