Dari Laut ke Meja Makan: Potensi Nugget Ikan untuk UMKM Pesisir
UMKM | 2025-11-14 20:31:19
Indonesia adalah negara laut. Ikan ada di mana-mana. Tapi ironinya, nilai ekonominya sering berhenti di titik paling rendah: jual mentahan. Nelayan menangkap, tengkulak mengambil margin, konsumen beli murah, selesai. Rantai tambah-nilainya tipis. Padahal, ruang memperbesar nilai itu sangat lebar—dan salah satu pintu masuk yang paling realistis adalah pengolahan ikan menjadi nugget.
Kenapa nugget? Sederhana. Masyarakat sekarang hidup cepat. Banyak orang ingin makanan yang praktis, siap goreng, tapi tetap punya nilai gizi. Nugget ikan menjawab itu. Rasanya familiar, aman untuk anak-anak, dan tidak membutuhkan teknik masak rumit. Di sisi lain, UMKM bisa memproduksi dengan modal yang relatif terjangkau, bahan baku fleksibel, serta teknik yang tidak memerlukan mesin mahal.
Nugget ikan juga memungkinkan pemanfaatan ikan kelas campuran. Ikan kecil yang sering dianggap kurang “menguntungkan” ketika dijual mentah, bisa masuk proses penggilingan dan formulasi nugget tanpa mengurangi kualitas gizi. Bahkan ikan hasil tangkapan musiman atau ikan yang melimpah saat puncak panen bisa diolah menjadi stok beku untuk produksi jangka lebih panjang. Artinya, ada efisiensi bahan baku yang nyata.
Dari sisi nutrisi, ikan punya keunggulan. Protein mudah cerna, omega-3, kalsium, dan mineral penting lain. Ketika diolah menjadi nugget, nilai gizinya masih tetap bisa dipertahankan selama prosesnya tertata: kebersihan, proporsi bahan, dan teknik pemanasan yang tepat. Ini bukan hanya soal bisnis; ini soal kesehatan masyarakat.
Tantangan tetap ada, dan di sinilah banyak UMKM tersandung. Biasanya bukan di rasa, tapi di standar produksi dan branding. Banyak produk bagus tetapi kemasan terlihat asal-asalan. Label tidak jelas. Legalitas belum diurus. Distribusi tidak stabil. Konsumen sekarang kritis; tampilan buruk sering langsung dianggap kualitas buruk. Padahal, sedikit peningkatan di desain kemasan dan sistem penyimpanan sudah bisa mengubah posisi produk di pasar.
UMKM yang serius perlu:
1. Ruang produksi yang bersih dan teratur
2. Standar resep yang konsisten
3. Label yang jelas (komposisi, tanggal produksi, izin edar)
4. Kemasan yang rapi dan tahan beku
5. Strategi pemasaran yang realistis (offline + marketplace)
Di tahap ini, kampus, dinas perikanan, dan inkubator UMKM sebenarnya bisa turun membantu. Mahasiswa teknologi hasil perikanan bisa mendampingi formulasi dan shelf life. Dinas bisa membuka akses pelatihan keamanan pangan. Shared kitchen dan cold storage bersama bisa menjadi titik awal produksi kolektif. Kalau ini tersambung, UMKM pesisir tidak akan berjalan sendiri-sendiri, tetapi berjejaring.
Pasarnya juga jelas. Nugget ikan bisa masuk:
1. Katering sekolah
2. Warung makan lokal
3. Toko beku (frozen food store)
4. Marketplace online
5. Hotel/restoran yang butuh produk semi-olah
Harga bisa bersaing dengan nugget ayam industri, tetapi membawa nilai cerita: produk lokal, berbasis laut Indonesia, dan mendukung ekonomi pesisir. Ini bukan sekadar jual makanan; ini menghidupkan rantai ekonomi baru.
Indonesia selalu bicara soal potensi maritim. Kata “potensi” itu tidak akan berubah menjadi realitas kalau yang dilakukan hanya menjual ikan segar dan menunggu harga pasar. Nilai tambah terjadi ketika kita mengolah. Dan pengolahan tidak harus dimulai dari pabrik raksasa. Bisa dari dapur produksi kecil yang dikelola serius.
Nugget ikan mungkin terlihat sederhana. Tapi justru dari hal sederhana seperti inilah UMKM bisa naik kelas. Yang dibutuhkan hanyalah konsistensi, standar produksi yang jelas, dan kemasan yang layak jual. Laut kita sudah memberi banyak. Sekarang giliran kita memberi nilai balik pada hasilnya.
Referensi
Susilowati, I. (2017). “Pemberdayaan UMKM Pengolahan Ikan dalam Meningkatkan Nilai Tambah Produk.” Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 19(2), 150–159.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). (2023). “Laporan Kinerja Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan.” Jakarta: Direktorat Jenderal PDSPKP.
Fitriani, N., & Yuniarti, R. (2021). “Evaluasi Mutu Nugget Ikan Kembung dengan Berbagai Teknik Pembekuan.” Jurnal Agroindustri, 9(1), 27–36.
Kemenkop UKM. (2021). “Profil UMKM Indonesia 2021.”
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
