Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ari Wibowo S.Kom., M.B.A.

Permodalan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP): Antara Peluang dan Risiko

Ekbis | 2025-11-14 15:40:48

Bung Hatta pernah berkata, “Koperasi adalah jalan ke arah ekonomi Indonesia yang merdeka.” Perkataan tersebut tentu saja benar adanya, namun untuk meraih “kemerdekaan ekonomi” tersebut diperlukan permodalan dalam menjalankan usaha koperasi. Koperasi yang disebut sebagai soko guru perekonomian nasional, di lapangan, terutama di tingkat desa, masih menghadapi persoalan klasik: keterbatasan modal usaha. Tanpa modal yang cukup, koperasi sulit menjalankan fungsi intermediasi keuangan, memperkuat usaha anggotanya, atau mengembangkan kegiatan produktif yang menopang ekonomi lokal.

Presiden Prabowo Subianto mencoba menjembatani penyelesaian hambatan pengembangan koperasi melalui penerbitan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025 tentang Percepatan Pembentukan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDMP/KKMP). Beleid tersebut salah satunya berisi arahan kepada Menteri Keuangan untuk menyusun kebijakan terkait pendanaan koperasi yang ditindaklanjuti dengan penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49 Tahun 2025 tentang Tata Cara Pinjaman Dalam Rangka Pendanaan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.

Terbitnya Peraturan PMK 49 Tahun 2025 membawa harapan baru bagi gerakan koperasi, khususnya bagi Koperasi Desa dan Kelurahan Merah Putih yang kini mulai tumbuh di berbagai daerah. Regulasi ini membuka akses pinjaman koperasi hingga 3 miliar rupiah melalui kerja sama dengan Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Secara konseptual, inilah langkah penting menuju ekosistem keuangan desa yang lebih inklusif.

Akses Modal Koperasi: Dari Slogan ke Implementasi

Salah satu tantangan utama koperasi selama ini adalah sulitnya memperoleh akses pembiayaan dari lembaga keuangan formal. Koperasi sering dianggap tidak bankable karena minim agunan, tidak memiliki laporan keuangan yang baku, dan dinilai berisiko tinggi. Akibatnya, mereka mengandalkan modal internal yang terbatas: dari simpanan pokok, simpanan wajib, dan sisa hasil usaha.

PMK 49 Tahun 2025 mencoba memecahkan masalah ini dengan membuka saluran pinjaman ke bank-bank Himbara melalui mekanisme penjaminan yang sebagian bersumber dari Dana Desa atau Dana Alokasi Umum (DAU). Artinya, koperasi tidak lagi berdiri sendiri dalam mencari modal, tetapi mendapat dukungan negara sebagai jaminan atas kelayakan pembiayaan. Skema ini, jika dijalankan dengan tata kelola yang benar, bisa menjadi terobosan. Namun, jika dijalankan tanpa disiplin dan transparansi, berpotensi menimbulkan beban baru bagi koperasi dan pemerintah desa.

Mekanisme dan Potensi Pembiayaan Koperasi

PMK 49 Tahun 2025 menegaskan bahwa dana pinjaman hanya boleh digunakan untuk usaha produktif koperasi, bukan konsumtif. Koperasi wajib berbadan hukum, memiliki rekening atas nama koperasi, menyusun proposal usaha, serta mendapatkan persetujuan dari pemerintah desa dan kabupaten/kota. Proses ini memang berlapis, tetapi penting untuk menjamin akuntabilitas dan mencegah penyalahgunaan dana.

Dari sisi perbankan, Himbara memiliki kepentingan untuk memastikan bahwa pinjaman tersebut layak secara ekonomi. Maka, koperasi dituntut memperkuat laporan keuangan, meningkatkan literasi keuangan pengurus, dan memperjelas rencana bisnis. Di sinilah titik krusialnya: bukan hanya uang yang dibutuhkan koperasi, tetapi juga kapasitas kelembagaan. Pada sebagian koperasi yang telah maju, kapasitas kelembagaan tidaklah menjadi hambatan, namun bagi sebagian besar koperasi baru hal ini menjadi masalah, dimana belum terarahnya rencana bisnis dan minimnya pengalaman pengurus koperasi membuat perbankan ragu dalam memberikan kucuran pendanaan.

Pada sisi kapasitas kelembagaan, Provinsi Jawa Tengah dapat menjadi etalase yang menggambarkan potensi pembiayaan KDMP. Selain karena berada pada posisi strategis di tengah pulau jawa, peresmian KDMP secara langsung oleh Presiden di Klaten, Jawa Tengah juga menunjukkan arti penting Jawa Tengah terutama Kabupaten Klaten dalam merepresentasikan program KDMP. Di kabupaten Klaten dari total 401 KDMP/KKMP yang terdaftar, belum ada satupun koperasi yang mendapatkan pembiayaan dari perbankan. Untuk itu Kementerian Koperasi turun tangan membantu pemerintah daerah Klaten dalam meningkatkan kapasitas kelembagaan dengan menerjunkan 39 pendamping usaha melalui pembiayaan dari pemerintah pusat. Pendekatan ini perlu diperluas agar seluruh koperasi desa mampu memenuhi standar pembiayaan formal tanpa kehilangan jati diri sebagai lembaga ekonomi rakyat.

Pembiayaan Koperasi: Antara Peluang dan Risiko

Dalam pembiayaan KDMP oleh Bank Himbara, keterlibatan Dana Desa sebagai bagian dari skema penjaminan menimbulkan dua sisi mata uang. Di satu sisi, ia memperkuat rasa aman bagi bank dan membuka ruang pembiayaan yang lebih luas. Di sisi lain, risiko moral hazard dapat muncul jika koperasi atau pemerintah desa menganggap pinjaman ini sebagai “bantuan” yang tidak wajib dikembalikan. Pemerintah daerah dan kementerian terkait perlu memastikan adanya pengawasan ketat dan pendampingan berkelanjutan. Dana pinjaman harus diarahkan pada usaha yang memiliki perputaran modal jelas, misalnya pengolahan hasil pertanian, perdagangan lokal, atau usaha jasa yang dikelola bersama anggota. Transparansi penggunaan dana dan disiplin pengembalian adalah kunci keberlanjutan skema ini.

Menata Kembali Semangat Ekonomi Rakyat

PMK 49 Tahun 2025 sejalan dengan semangat ekonomi Pancasila yakni ekonomi yang menempatkan manusia sebagai pusat, bukan sekadar angka dalam neraca. Koperasi menjadi wadah di mana nilai keadilan sosial, kebersamaan, dan kemandirian bisa dijalankan secara nyata. Dengan dukungan permodalan yang kuat, koperasi desa dapat menjadi poros pembangunan ekonomi lokal: membantu petani mengakses modal tanam, mendukung pelaku UMKM, dan memperkuat rantai pasok produk lokal agar tidak lagi dikuasai tengkulak atau perantara besar.

Namun, untuk mencapai itu, koperasi harus tetap berpegang pada prinsip kehati-hatian, akuntabilitas, dan profesionalisme. Permodalan yang besar tanpa tata kelola yang kuat hanya akan mempercepat kegagalan. Untuk dapat memiliki permodalan yang kuat, KDMP yang sudah siap beroperasi diharapkan sigap untuk segera mengajukan pembiayaan ke perbankan demi akselerasi pertumbuhan usaha. Di sisi lain perbankan juga perlu sigap dalam memberikan fasilitas pembiayaan, dalam artian perbankan memberikan pelayanan yang cepat namun tetap mempertahankan prinsip-prinsip kelayakan pinjaman. PMK 49 Tahun 2025 membuka peluang besar bagi koperasi untuk naik kelas. Ia memberi jalan bagi permodalan yang lebih luas melalui kemitraan dengan bank milik negara dan dukungan penjaminan pemerintah.

Tetapi, regulasi dan pendampingan hanyalah pintu awal. Kunci keberhasilan tetap berada di tangan pengurus dan anggota koperasi itu sendiri: sejauh mana mereka mampu menjaga kepercayaan, mengelola dana secara transparan, dan memastikan pinjaman benar-benar menjadi penggerak ekonomi rakyat. Jika semangat gotong royong dijaga dan tata kelola diperkuat, maka koperasi bukan lagi “pelengkap ekonomi nasional”, melainkan pilar utama pembangunan ekonomi berkeadilan. PMK 49 Tahun 2025 hanyalah alat; yang menentukan hasil akhirnya adalah semangat, integritas dan kearifan di tingkat desa serta pendampingan yang tepat dan berkesinambungan dari pemerintah pusat melalui kementerian terkait.

Catatan: Opini yang disampaikan merupakan pendapat pribadi penulis, bukan merupakan pendapat resmi dari institusi/tempat penulis bekerja

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image