Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Shinta Oktavia Aila Ramadhani

Kesehatan Mental Bukan Trend, Melainkan Kebutuhan

Gaya Hidup | 2025-11-12 13:06:13

Dalam beberapa tahun terakhir, isu kesehatan mental semakin mendapatkan perhatian luas di berbagai kalangan masyarakat, mulai dari media sosial, lingkungan akademik, hingga dunia kerja. Semakin banyak individu yang berani mengungkapkan perasaan cemas, stres, maupun depresi yang sebelumnya kerap dianggap tabu untuk dibicarakan. Meski peningkatan kesadaran ini merupakan hal yang positif, perlu dipahami bahwa kesehatan mental tidak seharusnya dipandang sebagai fenomena sementara atau sekadar tren sosial, melainkan sebagai kebutuhan fundamental bagi setiap individu.

Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), pada tahun 2019 tercatat lebih dari 970 juta orang di seluruh dunia mengalami gangguan kesehatan mental, dengan depresi dan kecemasan sebagai dua bentuk gangguan yang paling dominan. Dalam laporan terbarunya pada tahun 2025, WHO memperkirakan jumlah tersebut telah meningkat menjadi lebih dari 1 miliar orang yang hidup dengan kondisi mental yang memerlukan penanganan serius. Gangguan mental kini menjadi salah satu penyebab utama menurunnya produktivitas dan kualitas hidup manusia di tingkat global.

Situasi di Indonesia juga menunjukkan kondisi yang memerlukan perhatian serius. Berdasarkan laporan dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, sekitar 9,8% penduduk Indonesia mengalami gangguan mental emosional seperti stres berat, kecemasan, dan depresi. Lebih lanjut, sekitar 30% masyarakat Indonesia diperkirakan memiliki risiko mengalami gangguan kesehatan mental sepanjang hidupnya. Tantangan semakin besar dengan keterbatasan sumber daya manusia di bidang kesehatan mental. Indonesia hanya memiliki sekitar satu psikiater untuk setiap 200.000 penduduk, jauh dari standar WHO yang merekomendasikan satu psikiater untuk 30.000 penduduk.

Data tersebut memperlihatkan bahwa kesehatan mental bukanlah persoalan yang dapat dianggap remeh. Sayangnya, stigma sosial masih menjadi penghalang utama bagi banyak orang untuk mencari bantuan profesional. Tidak sedikit masyarakat yang masih beranggapan bahwa depresi merupakan tanda kurang bersyukur, atau bahwa kecemasan dapat diselesaikan hanya dengan berpikir positif. Padahal, kesehatan mental memiliki kedudukan yang sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Individu yang mengalami tekanan psikologis berat tanpa penanganan yang tepat berisiko mengalami penurunan imunitas, gangguan tidur, bahkan berbagai penyakit kronis.

Penelitian yang dilakukan oleh Harvard Medical School menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan erat antara kesehatan mental dan fisik terhadap harapan hidup seseorang. Individu dengan depresi berat memiliki kemungkinan dua kali lebih besar mengalami penyakit jantung dibandingkan mereka yang memiliki kondisi mental stabil. Sementara itu, laporan dari American Psychological Association (APA) pada tahun 2022 mengungkapkan bahwa sekitar 70% tenaga kerja di seluruh dunia mengalami stres berkepanjangan, dan 40% di antaranya menyatakan mengalami kelelahan mental atau burnout akibat tekanan pekerjaan.

Melihat berbagai temuan tersebut, sudah seharusnya kesehatan mental diperlakukan sebagai kebutuhan yang nyata, bukan sekadar wacana atau gaya hidup modern. Kesehatan mental yang terjaga memungkinkan seseorang berpikir secara jernih, membuat keputusan yang rasional, serta menjalin hubungan sosial dengan lebih sehat. Sebaliknya, mengabaikan aspek ini dapat menimbulkan dampak berantai seperti menurunnya produktivitas, meningkatnya konflik sosial, bahkan melonjaknya angka bunuh diri.

Kesehatan mental tidak hanya berkaitan dengan penanganan depresi atau kecemasan, tetapi juga mencakup kemampuan individu untuk mengenali diri sendiri, mengelola emosi, serta memiliki keberanian untuk mencari bantuan ketika diperlukan. Oleh karena itu, masyarakat perlu diberikan edukasi yang memadai agar lebih terbuka terhadap isu ini. Pemerintah dan lembaga kesehatan pun memiliki tanggung jawab untuk memperluas akses terhadap layanan psikologis yang inklusif, mudah dijangkau, dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

Pada akhirnya, kesehatan mental bukanlah simbol modernitas atau tren yang bersifat sementara, melainkan komponen penting dari kesejahteraan manusia secara menyeluruh. Sebagaimana tubuh memerlukan perawatan agar tetap sehat, pikiran dan perasaan juga membutuhkan perhatian yang berkelanjutan. Menjaga kesehatan mental berarti menjaga kualitas hidup, karena kesejahteraan sejati tidak dapat dicapai tanpa ketenangan batin serta kestabilan pikiran yang sehat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image