Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dwi Nesa

Save Our Earth, Stop Kapitalisasi Air

Agama | 2025-11-11 15:24:29


"Manusia berserikat (sama-sama membutuhkan) dalam tiga hal: air, padang rumput dan api (HR Ibn Majah)". Hadits ini menjelaskan bahwa air, padang rumput termasuk hutan, dan api (energi) adalah milik semua orang. Tidak boleh ada seorang pun atau sekelompok orang yang menguasai tiga hal tersebut, bahkan negara sekalipun. Individu boleh untuk memanfaatkannya sebatas keperluan hidup seperti air untuk minum, MCK, memasak, mengairi sawah, dan sebagainya. Individu atau kelompok haram mengambilnya secara masif hingga orang lain terhalang untuk memanfaatkannya.
Negara yang menggunakan sistem Islam wajib mengelolanya untuk kepentingan umum dengan memberikannya secara langsung kepada rakyat. Negara juga boleh menjualnya dengan catatan keuntungannya dikembalikan ke pemiliknya yaitu semua orang. Distribusi keuntungannya bisa dengan pembangunan sarana publik, pendidikan gratis, kesehatan gratis, dan sebagainya.

Itulah idealnya pengelolaan harta milik umum yaitu sesuai dengan syariat Islam. Model pembagian kepemilikan tersebut memenuhi prinsip keadilan karena semua orang bisa menikmati harta yang diciptakan oleh Allah swt tanpa memandang apakah dia mampu membelinya atau tidak.

Namun sayangnya saat ini sumber daya air bisa dikapitalisasi. Kapitalisasi air adalah sebuah istilah yang merujuk pada proses mengubah air, yang secara inheren merupakan kebutuhan dasar publik dan sumber daya alam esensial, menjadi komoditas ekonomi atau barang dagangan yang dapat diperjualbelikan untuk mendapatkan keuntungan. Itu artinya air tak lagi dimiliki bersama oleh semua orang, tapi bisa dimiliki oleh individu atau swasta untuk diperjualbelikan.

Bisnis di sektor air sangatlah menjanjikan. Apalagi ketersediaan air tawar bersih di bumi semakin menipis akibat perubahan iklim dan polusi. Maka banyak perusahaan swasta tergiur untuk menekuni bisnis ini. Menurut asosiasi industri, jumlah produsen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) mencapai lebih dari 1.200 yang tersebar di seluruh Indonesia. Di Jawa Barat saja ada sekitar 2.000 titik pengambilan air tanah tak berizin. Entah berapa banyak titik baik yang legal maupun ilegal di negeri ini.

Meskipun air adalah sumber daya alam yang bisa diperbarui, namun prosesnya tak sesederhana yang dibayangkan. Butuh waktu sekitar 40 tahun dari air hujan menjadi air tanah yang selama ini kita konsumsi. Pengambilan air tanah secara masif dan terus-menerus akan menjadi bumerang bagi manusia itu sendiri, dan membahayakan bumi dan isinya. Di antaranya penurunan muka tanah, kesulitan air bersih di daerah sekitar pabrik pengeboran, penurunan kualitas air, membahayakan keanekaragaman hayati, dan sebagainya.

Contoh kasus, di Semarang dan Jakarta yang mengalami penurunan permukaan tanah yang parah akibat eksploitasi air tanah, yang mengakibatkan banjir rob. Di Pekalongan penurunan permukaan tanah mencapai 11 cm per tahun. Sedangkan Bandung diprediksi mengalami krisis air bersih tahun 2050, yang menjadi "pembunuh" secara diam-diam.

Begitu bahayanya kapitalisasi air ini, namun manusia hanya menyaksikan tak berdaya. Negara yang diharapkan sebagai pelindung rakyatnya tak mampu berbuat banyak di bawah ketiak para kapitalis. Regulasi yang dibuat seolah kokoh melindungi, nyatanya tak sekokoh mesin-mesin industri dalam menyedot air.

Pemerintah sebenarnya tidak tinggal diam. Namun aturan tentang pengelolaan air yang dibuat terkesan ada ketidaksinkronan. Di dalam UUD 1945 pasal 33 ayat (3) berbunyi "Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat". Di sini jelas bahwa yang menguasai SDA adalah negara untuk keperluan rakyat. Tapi di dalam UU No.17 Tahun 2019 tentang sumber daya air, swasta boleh menguasai pengelolaan air. Bisnis AMDK juga diperdiperbolehkan dan diatur dalam berbagai regulasi seperti UU No.12 Tahun 2012 tentang Pangan, PP No.86 tahun 2019 tentang Keamanan Pangan, dan Peraturan Menteri Perindustrian No.62 Tahun 2024.

Pada akhirnya meskipun banyak akibat buruk yang ditimbulkan dari aktivitas pengeboran air tanah oleh industri, negara tidak bisa mencegah. Karena aturan memang membolehkan swasta ikut "bermain". Meskipun regulasi diperketat, tak ada jaminan pengeboran akan aman tak menimbulkan mudarat apapun.

Semua ini berawal dari paradigma yang keliru, yaitu kedaulatan dalam membuat aturan ada di tangan manusia. Ini yang disebut sekularisme. Manusia meyakini agama tapi tidak mau diatur dengan Islam. Sistem aturan yang dibuat manusia sebaik apapun pasti memiliki kekurangan. Sangat memungkinkan terjadi ketidaksinkronan. Ditambah pandangan hidup kapitalisme dimana yang punya modal berhak memiliki apapun yang diinginkan termasuk SDA milik umum. Keserakahan para kapital ditambah sistem hukum sekuler telah menciptakan berbagai kerusakan.

Tak peduli bagaimana nantinya bumi ini jika ketersediaan air tawar bersih semakin habis. Tujuan para kapital hanya meraup keuntungan sebesar-besarnya.

Maka semestinya kita tak perlu lagi mempertahankan sistem hidup sekuler ini. Kemudian menggantinya dengan aturan Islam dan mengembalikan kedaulatan membuat hukum ada di tangan Allah swt. Sebagaimana hadits di atas, negara yang menganut sistem Islam wajib mengembalikan kepemilikan umum dalam hal ini air kepada pemiliknya yaitu semua orang. Jika negara dengan sistem Islam yang mengatur, maka tujuannya adalah untuk kepentingan rakyat, dan untuk beribadah melaksanakan perintah Allah swt. Tidak untuk tujuan profit. Maka untuk menyelamatkan bumi ini dari kerusakan yang lebih parah, stop kapitalisasi air. Gunakan air secara bijak tentunya dengan aturan Islam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image