Pedang Bermata Dua dari AI
Teknologi | 2025-11-01 13:14:21Surabaya - Kehadiran kecerdasan buatan atau AI yang belakangan ini berkembang seperti jamur di musim hujan menimbulkan satu pertanyaan besar, apakah teknologi ini sebuah kemajuan, atau justru akan menciptakan ketergantungan yang membuat manusia stagnan?
Di era di mana sekadar “meng-googling” dianggap kurang efisien dan memakan lebih banyak usaha, AI menawarkan terobosan baru. Andrew Ng, salah satu pelopor AI, menggambarkan hal ini dengan tepat melalui salah satu pernyataannya, "Sama seperti listrik yang mengubah hampir semua hal 100 tahun yang lalu, hari ini saya kesulitan memikirkan industri yang tidak akan diubah oleh AI dalam beberapa tahun ke depan."
Mayoritas orang mengira AI baru muncul belakangan ini. Padahal, konsepnya sudah ada sejak Perang Dunia II saat matematikawan Inggris, Alan Turing, menciptakan mesin untuk memecahkan kode Enigma milik NAZI Jerman. Mesin yang diciptakan Turing waktu itu merupakan cikal bakal komputer modern yang digunakan pada masa kini. Pada masa itu, mesin tersebut mampu menggantikan pekerjaan ribuan bahkan jutaan pemecah kode dalam memecahkan kode Enigma milik NAZI dengan waktu yang tidak mungkin dilakukan oleh perhitungan manusia.
Kini, AI tidak lagi sebatas perhitungan rumit. Bagi mahasiswa, AI seperti ChatGPT dan Gemini sangat membantu dalam membuat rencana belajar dan memahami materi. Di dunia bisnis, AI membantu UMKM memprediksi tren pasar hingga melayani pelanggan 24/7 melalui chatbot. Namun, di balik kemudahan itu, ada kekhawatiran. Seperti yang diperingatkan oleh Stephen Hawking, "Pengembangan kecerdasan buatan penuh dapat berarti akhir dari umat manusia."
Kekhawatiran ini juga disuarakan oleh Elon Musk, yang mengatakan, "Dengan kecerdasan buatan, kita seperti memanggil iblis." Ia menyoroti risiko jika AI menjadi jauh lebih cerdas dari manusia dan sulit dikendalikan.
Pada akhirnya, AI diciptakan untuk memudahkan hidup manusia. Keputusan kembali kepada kita, apakah kita akan berkembang dan memanfaatkannya dengan bijak, atau justru membiarkan diri kita tertinggal oleh perkembangannya yang begitu cepat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
