Mengapa Kita Sering Lupa dengan Mimpi?
Pendidikan dan Literasi | 2025-10-27 11:07:53
Pernahkah kamu terbangun dari tidur setelah mimpi yang kamu alami, tapi tiba-tiba mimpi itu hilang begitu saja? kemudian kita akan mencoba mengingat kembali kejadian dalam mimpi tersebut, namun otak kita sulit mengingatnya kembali. Fenomena ini sering terjadi pada kita dan menjadi hal yang menarik untuk dibahas.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, para ilmuwan telah meneliti hubungan antara mimpi, tidur, dan kenangan. Jawaban yang muncul berkaitan dengan sistem kerja otak dan adanya perubahan zat kimia di dalamnya.
Fenomena lupa mimpi sering terjadi dalam fase tidur REM. Fase REM (Rapid Eye Movement) merupakan suatu kondisi dimana mata bergerak dengan cepat karena otak kita dalam keadaan aktif, sementara tubuh kita dalam keadaan diam. Fase ini sering disebut juga sebagai tidur paradoks (Shaw, 2016). Fenomena lupa mimpi terjadi karena adanya perubahan aktivitas zat kimia di otak (neurotransmitter), terutama bagian asetilkolin dan norepinefrin. Dalam keadaan bangun, kedua zat ini bekerja secara bersamaan untuk mengatur kesadaran dan membantu otak menyimpan memori. Namun, pada saat kita tertidur dalam keadaaan REM, kadar asetilkolin dalam otak meningkat, sedangkan norepinefrin menurun. Asetilkolin tetap bekerja secara aktif untuk membantu tubuh bisa "merasakan" mimpi, sedangkan norepinefrin yang berfungsi sebagai pembentukan memori jangka panjang, mengalami penurunan. Sehingga norepinefrin tidak bisa menyimpan mimpi tersebut ke dalam memori jangka panjang. Oleh karena itu, inilah mengapa otak kita tidak bisa mengingat mimpi yang dialaminya (Bacshettie & Amadeo, 2016).
Pernyataan ini kemudian diperkuat oleh penelitian lain yang menjelaskan bahwa tidur memiliki peran penting dalam konsolidasi memori, yaitu proses memindahkan informasi dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Proses ini tidak terjadi dalam fase tidur REM, melainkan terjadi dalam fase tidur gelombang lambat NREM (Non-Rapid Eye Movement). Dalam fase tidur NREM, bagian otak seperti hipokampus dan neokorteks bekerja sama untuk memproses informasi penting yang didapat, sedangkan ketika memasuki fase tidur REM, otak berhenti melakukan proses tersebut karena fokusnya beralih ke aktivitas yang lebih emosional dan acak. Dengan ini, meskipun kita mengalami mimpi seperti nyata, otak kita tidak bisa menyimpan mimpi tersebut seperti menyimpan informasi sehari-hari (Born & Wilhelm, 2012).
Selain itu, terdapat penelitian yang meneliti tentang bagaimana cara otak memproses informasi ketika tidur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada saat mengalami fase NREM, otak menjalin komunikasi yang kuat antara hipokampus dan neokorteks dalam mengingat informasi yang penting. Namun, pada saat berada di fase REM, proses ini terhenti karena otak mengalami gelombang aktivitas yang cepat dan tidak stabil. Pada fase ini otak menjadi aktif, tetapi otak tersebut bekerja bukan untuk menyimpan informasi, melainkan menata ulang jaringan saraf dan memproses informasi. Dengan kata lain, otak kita sedang membersihkan dan mengatur ulang isi kepalanya, bukan memproses cerita mimpi yang dialami (Miyamoto & Said, 2025).
Selain penjelasan biologi, terdapat juga penjelasan dalam sisi filsaafat dan psikologis. Menurut Briony Show (2018) dalam bukunya mengatakan bahwa fenomena lupa mimpi sudah menjadi topik yang sering dibahas pada zaman kuno. Plato percaya bahwa mimpi adalah cerminan dari kondisi batin seseorang, sedangkan Aristoteles berasumsi bahwa mimpi merupakan hasil dari aktivitas indera pada saat tidur. Sementara itu, René Decrates berpikir bahwa ketika manusia tertidur, manusia tidak akan bisa membedakan mana mimpi dan kenyataan. Kemudian penelitian ilmu saraf modern memberikan jawaban yang lebih jelas bahwa mimpi memang seperti bentuk kesadaran, tetapi tanpa sistem penyimpanan memori. Artinya otak kita menciptakan mimpi secara nyata, tetapi otak kita tidak menyimpan kenangan mimpi tersebut karena dianggap tidak penting (Shaw, 2016).
Selain faktor kimia dan fisiologis, mimpi mempunyai peran penting dalam menyaring informasi. Dalam sehari-hari otak kita menerima ribuan memori, sedangkan kapasitas otak dalam menyimpan memori sangat terbatas. Oleh karena itu, otak berperan untuk menyaring yang penting dan tidak penting, yang dimana informasi yang dianggap penting tersebut akan dimasukkan ke dalam memori informasi jangka panjang. Dengan demikian, inilah alasan mimpi kita tidak bisa di ingat karena dianggap mimpi tersebut tidak penting.
Meskipun begitu, para ahli sepakat bahwa mimpi mempunyai fungsi yang sangat penting. Karena pada saat tidur, REM dapat membantu otak dalam memproses emosi dan kreativitas. Oleh karena itu, mimpi dapat menghubungkan pengalaman yang berbeda secara bebas, sehingga dapat menghadirkan ide-ide baru (Born dan Wilhelm, 2012). Selain itu, aktivitas otak saat tidur dapat membantu kita mengatur keseimbangan emosi, sehingga ketika kita terbangun, kita jauh merasa lebih tenang dan siap menghadapi hari yang baru (Miyamoto & Said, 2025).
Dari semua penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa fenomena lupa mimpi bukanlah suatu hal yang aneh, tetapi hal tersebut merupakan bagian sistem kerja otak kita. Rendahnya kadar neropinefrin saat fase REM, tidak aktifnya sistem penyimpanan, serta fokus otak dalam memproses emosi membuat mimpi kita sulit untuk diingat. Otak secara alami memilih untuk melupakan informasi yang tidak penting agar dapat menjaga kestabilan mental dan kognitif.
Oleh karena itu, ketika kita tidak bisa mengingat mimpi bukan berarti kita lupa, melainkan otak kita sedang bekerja dengan baik. Otak sedang menata ulang ingatan dan membersihkan pikiran agar kita bisa mempersiapkan diri untuk menjalani hari berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Becchetti, A., & Amadeo, A. (2016). Mengapa kita lupa mimpi: Asetilkolin dan norepinefrin dalam keadaan terjaga dan tidur REM. Ilmu Perilaku dan Otak, 39, e202.
Born, J., & Wilhelm, I. (2012). Konsolidasi sistem memori saat tidur. Penelitian Psikologis, 76(2), 192–203. https://doi.org/10.1007/s00426-011-0335-6.
Said, SE, & Miyamoto, D. (2025). Pemrosesan multiregional saat tidur untuk memori dan kognisi. Prosiding Akademi Jepang, Seri B, 101(3), 107–120.
Shaw, B. (2016). Perkembangan dalam Ilmu Saraf Mimpi, 58 (1-2), 45-50.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
