Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muhammad Hanif Al-Faruq

HP dan Otak Kita: Penjelasan Ilmiah di Balik Sulit Tidur di Malam Hari

Gaya Hidup | 2025-10-25 18:36:28
Ilustrasi orang yang bermain HP sebelum tidur. Sumber: iStock

Banyak dari kita pasti pernah berjanji hanya akan scroll sebentar sebelum tidur, tapi tanpa sadar kita scroll sampai tengah malam, Fenomena ini umum dialami oleh banyak orang di era digital saat ini. Sebuah penelitian oleh Henni Pertiwi, Alini, dan Ridha Hidayat (2020) dari Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai menemukan bahwa sebagian besar siswa SMA Negeri 1 Kampar yang menggunakan smartphone sebelum tidur mengalami gejala insomnia. Hasil ini menunjukkan bahwa bermain smartphone sebelum tidur memang bisa mengacaukan ritme alami tubuh.

Lalu, apa yang sebenarnya terjadi pada otak dan hormon tidur kita saat menatap layar ponsel?

Otak dan Ritme Sirkadian: Jam Biologis Tubuh

Sebelum membahas efek dari smartphone, penting untuk memahami bagaimana tubuh secara alami menyiapkan tidur. Otak mempunyai pusat pengatur waktu yang disebut Suprachiasmatic Nucleus (SCN) di hipotalamus. Bagian ini berfungsi sebagai jam biologis yang mengatur pola tidur, suhu tubuh, hingga produksi hormon

Saat malam hari tiba dan cahaya mulai redup, SCN mengirim sinyal ke kelenjar pineal untuk memproduksi hormon melatonin, zat kimia alami yang membuat kita mengantuk.

Dalam kondisi normal, kadar melatonin akan meningkatkan pada malam hari dan menurun saat pagi hari tiba. Tetapi, mekanisme ini dapat terganggu ketika kita terus menatap layer smartphone di malam hari. Layar smartphone memancarkan cahaya biru yang secara tak langsung menipu otak untuk berpikir bahwa hari masih siang.

Cahaya Biru dan Hormon Melatonin

Cahaya biru memiliki panjang gelombang pendek (sekitar 460-480 nanometer) yang sangat sensitif terhadap pola alami tubuh. Chellappa et al. (2021) dalam Journal of Biological Rhythms menjelaskan bahwa paparan cahaya biru di malam hari dapat menekan produksi melatonin dan menunda rasa kantuk hingga beberapa jam.

Penelitian Heo et al. (2021) juga menemukan bahwa seseorang yang menggunakan smartphone tanpa filter cahaya biru selama 90 menit sebelum tidur mengalami penurunan signifikan pada kadar melatonin dan kualitas tidur gelombang lambat. Sebaliknya, penggunaan mode malam dapat sedikit mengurangi gangguan tersebut, meskipun tidak sepenuhnya mengembalikan kondisi alami tidur.

Dengan kata lain, ketika kita menatap layar smartphone menjelang tidur, otak mendapat sinyal bahwa hari belum berakhir. Produksi melatonin tertunda, tubuh tidak mengantuk, dan waktu tidur ikut bergeser.

Otak yang Terlalu Aktif Karena Smartphone

Selain efek dari cahaya, stimulus psikologis dari konten smartphone juga bisa membuat otak sulit beristirahat. Saat kita menonton video, bermain game, atau membaca komentar di media sosial, bagian otak seperti korteks prefrontal dan sistem dopaminergik menjadi aktif. Aktivasi ini menimbulkan sensasi senang dan penasaran yang dapat membuat kita ingin terus melanjutkan aktivitas, meski tubuh sudah merasa lelah.

Penelitian di Indonesia oleh Komariah dan Handayani (2022) dalam Jurnal MAHESA menemukan adanya hubungan siginifikan antara intensitas penggunaan smartphone dan kualitas tidur remaja. Semakin lama seseorang menggunakan smartphone sebelum tidur maka semakin besar kemungkinan untuk mengalami gangguan tidur.

Ketika otak sedang berada dalam kondisi siaga seperti ini, gelombang otak tetap tinggi (beta wave), padahal untuk tidur, otak harus ke gelombang alpha dan theta. Akibatnya, tubuh membutuhkan waktu lebih lama untuk bisa beralih ke fase tidur nyenyak, dan kualitas tidur menjadi tidak optimal.

Hormon Kortisol dan Dampak Jangka Panjang

Gangguan tidur akibat penggunaan smartphone tidak berhenti di malam itu saja. Saat pola tidur terganggu dan melatonin menurun, hormon lain seperti kortisol juga akan terpengaruh. Normalnya, kadar kortisol menurun pada malam hari agar tubuh bisa tenang.

Namun, studi Heo et al. (2021) menunjukkan bahwa paparan cahaya biru membuat kadar kortisol tetap tinggi pada malam hari, sehingga tubuh akan tetap berada dalam kondisi waspada.

Jika kebiasaan ini berlangsung terus-menerus, tubuh akan kehilangan keseimbangan hormonal: kualitas tidur menurun, sistem imun menurun, dan risiko stres meningkat. Dalam jangka panjang, gangguan tidur kronis dapat memengaruhi konsentrasi, suasana hati, bahkan metabolisme tubuh.

Langkah Sederhana untuk Memperbaiki Pola Tidur

Kabar baiknya, kebiasaan ini bisa diubah. Otak manusia memiliki kemampuan adaptif untuk menyesuaikan ritme biologisnya. Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain:

  1. Jauhkan ponsel 30–60 menit sebelum tidur.
  2. Aktifkan mode malam atau filter cahaya biru.
  3. Redupkan lampu kamar agar tubuh dapat mengenali sinyal waktu tidur.
  4. Batasi konten yang menstimulasi otak, seperti game atau berita berat.
  5. Bangun rutinitas tidur yang konsisten, misalnya tidur dan bangun di jam yang sama setiap hari.

Langkah-langkah sederhana ini dapat membantu otak dan hormon kembali sinkron dengan ritme alami tubuh.

Penutup

Tidur bukan hanya sekadar waktu istirahat, tetapi proses biologis penting yang menjaga keseimbangan otak dan tubuh. Saat kita bermain smartphone di malam hari, sebenarnya kita sedang menipu sistem alami tubuh. Cahaya biru menekan melatonin, konten di layar menstimulasi dopamin, dan hormon kortisol tetap tinggi. Kombinasi ini membuat kita sulit tertidur meski mata terasa lelah.

Walau begitu, sebuah perubahan kecil bisa memberi hasil yang besar. Dengan mulai meletakkan smartphone lebih awal, menurunkan intensitas cahaya, dan menenangkan pikiran sebelum tidur, kita sedang membantu otak untuk bekerja sesuai ritme alaminya. Tidur yang cukup akan memulihkan energi, menjaga emosi, dan membuat hari esok lebih produktif.

Mungkin memang sulit di awal, tapi setiap malam tanpa cahaya layar adalah langkah kecil menuju tubuh yang lebih sehat dan pikiran yang lebih tenang.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image