Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nabila Pramesti

Lebih Mahal di Timur? Mengulik Perbedaan Harga Jayapura dan Surabaya

Eduaksi | 2025-11-14 20:44:42
Sumber : pinterest

Perbedaan harga antara kota-kota di wilayah timur dan barat Indonesia sudah lama menjadi perbincangan. Jayapura serta Surabaya adalah dua kota yang paling sering dibandingkan. Jayapura, sebagai pusat aktivitas di Papua, dikenal memiliki biaya hidup yang lebih tinggi dibanding kota besar seperti Surabaya. Fenomena ini tidak muncul tanpa sebab, dan untuk memahami lebih jauh, kita perlu melihat data harga serta faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi kondisi tersebut.

Adelia Safira, mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga yang sebelumnya tinggal di Jayapura sejak lahir hingga usia 18 tahun, mengungkapkan bahwa kepindahannya ke Surabaya membuatnya mengalami culture shock, terutama terkait perbedaan harga kebutuhan sehari-hari. Selama menetap di Jayapura, ia terbiasa dengan harga barang dan makanan yang jauh lebih tinggi dibandingkan kota-kota di Pulau Jawa. Sebagai contoh, sayuran seperti kangkung dapat dibeli seharga seribu rupiah di Surabaya, sementara di Jayapura harga serendah itu tidak mungkin ditemukan karena faktor distribusi dan keterbatasan pasokan.

Hal serupa terlihat pada harga makanan siap saji satu porsi nasi ayam di Jayapura dapat mencapai Rp30.000, sedangkan di Surabaya hanya sekitar Rp10.000 hingga Rp15.000. Tak hanya makanan pokok, tingginya ongkos kirim barang dari marketplace di Jayapura, yang berkisar antara Rp50.000 hingga Rp100.000 per barang, kontras dengan ongkir di Surabaya yang hanya Rp7.000 hingga Rp10.000. Kondisi tersebut membuat kebutuhan hidup di Jayapura jauh lebih besar, dengan estimasi pengeluaran harian yang dapat mencapai Rp300.000.

Pengiriman barang dari Surabaya ke Papua dapat menelan ongkos hingga Rp20–57 juta per kontainer, sehingga wajar jika kenaikan biaya tersebut akhirnya dibebankan kepada konsumen. Infrastruktur laut melalui program tol laut sebenarnya dirancang untuk menekan biaya logistik, tetapi sejumlah laporan menyebutkan efektivitasnya masih terbatas karena masalah distribusi yang terjadi bukan hanya dari pelabuhan ke pelabuhan, tetapi juga dari pelabuhan ke wilayah-wilayah konsumen. Selain itu, kondisi geografis Papua yang terdiri dari pegunungan dan wilayah terpencil menambah kerumitan suplai barang sehingga hambatan distribusi lebih kompleks dibandingkan wilayah Jawa yang infrastruktur transportasinya jauh lebih matang

Dampak dari perbedaan harga ini tentu dirasakan langsung oleh masyarakat Jayapura. Dengan harga barang pokok yang tinggi, daya beli masyarakat cenderung lebih rendah, terutama bagi kelompok berpendapatan menengah ke bawah. Intervensi pemerintah seperti subsidi pangan, bantuan beras, serta operasi pasar menjadi langkah penting dalam menjaga stabilitas dan mencegah inflasi lokal. Namun, solusi jangka panjang tetap bergantung pada perbaikan infrastruktur logistik, mulai dari transportasi laut, fasilitas bongkar muat, hingga distribusi akhir ke konsumen.

Jika dibandingkan dengan Surabaya, jelas terlihat bahwa kota di Pulau Jawa tersebut diuntungkan oleh kedekatannya dengan pusat produksi nasional, jaringan jalan yang memadai, serta pelabuhan besar dengan aktivitas logistik yang efisien. Surabaya memiliki akses yang lebih mudah terhadap berbagai komoditas karena berada dalam rantai distribusi utama Indonesia, sehingga harga barang relatif lebih stabil dan mudah ditekan ketika terjadi lonjakan.

Pada akhirnya, perbedaan harga antara Jayapura dan Surabaya tidak hanya menggambarkan jarak geografis, tetapi juga menyoroti tantangan distribusi, infrastruktur, serta struktur ekonomi daerah. Untuk menekan disparitas harga ini, pemerintah perlu memperkuat rantai pasok dari awal hingga akhir—bukan hanya meningkatkan layanan transportasi laut, tetapi juga memastikan distribusi di daratan Papua berjalan lebih efisien. Dengan langkah-langkah tersebut, harapannya masyarakat di timur dapat menikmati harga yang lebih terjangkau dan stabil, seperti halnya masyarakat di wilayah barat Indonesia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image