Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Raka Margaretta

Kebiasaan Tidur Lima Menit Lagi dalam Perspektif Biopsikologi

Edukasi | 2025-10-13 06:06:04
Ilustrasi tidur dan alarm setiap harinya. Sumber https://www.shutterstock.com

Setiap pagi, alarm berbunyi nyaring memaksa kita untuk tersadar dari mimpi. Entah alarm dari ponsel atau suara Mama yang menggedor pintu kamar. Tapi entah mengapa, reaksi pertama kebanyakan orang bukan “baiklah, aku bangun”, melainkan “lima menit lagi, ah.” Siapa yang tidak pernah mengucapkan kalimat tersebut? Kalimat se-sederhana "tidur lima menit lagi" yang terdengar sepele itu ternyata memiliki kekuatan bahaya yang membuat kita semakin mengundur kegiatan yang seharusnya sudah kita jalani sesuai jadwal.

Tidur lima menit lagi berawal dari coba-coba, namun pastinya menyebabkan kecanduan untuk mengulanginya lagi. Tambahan lima menit yang terasa manis, padahal sering kali berubah menjadi lima belas menit dan bahkan lebih. Dan hasilnya? Kita menjadi kesiangan, terburu-buru, dan rasa bersalah yang muncul berulang kali, “seandainya.”

Kita semua sudah pasti tahu akibat terburuknya, tapi tetap saja kita terus melakukannya. Dari luar, mungkin kebiasaan tidur lima menit lagi terlihat seperti masalah kecil. Tetapi, kalau dilihat lebih dalam, kebiasaan ini menunjukkan sesuatu yang lebih besar, yaitu gambaran betapa sulitnya kita dapat menahan diri dan menolak godaan rasa nyaman untuk tertidur kembali. Ini bukan sekadar tentang bangun di pagi hari, melainkan tentang bagaimana otak kita bekerja dan berkendali dalam mengelola waktu, disiplin, dan kebiasaan sehari-hari.

lustrasi tidur yang dialami setiap hari. Sumber: https://www.halodoc.com

Dari sudut pandang biopsikologi, kebiasaan tidur lima menit sebenarnya melibatkan proses yang kompleks meski terlihat sederhana. Konsep tersebut, tidak hanya berkaitan dengan menutup mata dan rasa lelah, melainkan merupakan proses biologis yang digerakkan oleh aktivitas precocity otak dan SPPS yang kritis bagi kesehatan fisik dan mental. (Fakihan, 2016) berpendapat bahwa tidur adalah ketidakpedulian seseorang terhadap dunia sekitarnya karena persepsi stimulus yang terkuras, di mana seseorang bisa dibangunkan dengan riuh yang memadai.

National Sleep Foundation menetapkan bahwa orang dewasa usia 18-64 tahun tidur selama 7-9 jam. Esai ini akan menjelaskan bagaimana respon otak terhadap kebiasaan tidur lima menit lagi dalam perspektif biopsikologi. Sebagai proses biologis kompleks yang melibatkan interaksi antara sistem saraf, hormon, dan bagaimana cara otak bekerja untuk mengatur prosesnya.

Siklus tidur berlanjut ke beberapa tahap yang manusia alami. Umumnya, satu periode dari seluruh siklus tidur berlangsung sekitar 90 menit. Ini terbagi menjadi fase NREM dan REM. Fase awal, yaitu transisi dari keadaan terjaga ke fase ringan, berlangsung selama lima hingga sepuluh menit. Ciri-cirinya termasuk perubahan gelombang otak dari dominan fase terjaga menjadi lebih lambat, tetapi lebih seragam teta dan otot “mulai melonggar”.

Jika individu tertidur pada menit keempat, pada menit kelima ia benar-benar tertidu. Pada saat itu otak mulai memproses aktifitasnya sendiri, sementara tubuh berhenti merespons pengaruh dari luar tubuh. Dari sudut pandang biopsikologi, fase awal tidur ini penting karena otak dapat mulai beristirahat. Gelombang otak akan mengalami pola aktivitas khusus seperti sleep spindles dan K-kompleks yang membantu menyeleksi “gangguan” dari lingkungan agar tidur tetap terjadi, tanpa akan terganggu. Hal ini terjadi karena pada masa ini otak masih memiliki tujuan yang spesifik dan sangat mudah terbangun, tubuh memiliki banyak proses mental dan membiarkan otak berada pada tingkat aktivasi serendah mungkin.

Tidur singkat membuat seseorang masih merasa mengantuk dan kapasitas otak belum optimal. Hal ini karena otak belum menjalani proses penting seperti konsolidasi memori dan pemulihan energi yang terjadi saat fase tidur dalam dan REM. Otak manusia butuh siklus tidur lengkap agar dapat mengelola memori, emosi, serta memulihkan energi secara maksimal.

Ilustrasi tidur yang dialami setiap hari. Sumber: https://www.halodoc.com

Dalam pandangan biopsikologi, kebiasaan seseorang yang ingin “tidur lima menit lagi” sebenarnya merupakan tanda bahwa otak sedang berusaha memenuhi kebutuhan tubuh untuk beristirahat. Otak memberi sinyal bahwa tubuh masih lelah dan belum siap sepenuhnya untuk beraktivitas. Namun, walaupun terasa sepele, durasi tidur yang terlalu singkat atau kualitas tidur yang kurang baik dapat memengaruhi kemampuan berpikir dan mengingat.

Ketika seseorang kurang tidur, terjadi peningkatan stres oksidatif di otak dan perubahan pada zat kimia saraf seperti serotonin yang berhubungan dengan hormon melatonin. Akibatnya, hubungan antar sel saraf (sinaps) menjadi kurang stabil sehingga proses mengingat dan belajar tidak berjalan dengan maksimal.

Secara alami, keinginan untuk menambah waktu tidur sebenarnya merupakan upaya otak untuk mengembalikan keseimbangan sistem sarafnya. Namun, tambahan tidur hanya lima menit belum cukup untuk memulihkan fungsi otak atau memperkuat memori. Jadi, walaupun terasa menenangkan, kebiasaan “tidur sebentar lagi” tidak benar-benar membantu otak bekerja lebih baik, bahkan bisa membuat konsentrasi dan daya ingat menurun saat beraktivitas.

Tidur dengan durasi 5 menit memang tidak terlalu banyak pengaruh. Sementara fase awal membantu menurunkan kewaspadaan dan memicu proses relaksasi, 5 menit tidak cukup untuk memengaruhi tumbuh kembang fungsi memori, pengendalian emosi, atau kesehatan fisik yang dapat diperoleh dengan tidur beberapa menit lagi dan kualitas yang baik. Sudut pandang yang lain mungkin mengarah pada sedikit pepatah, namun memicu gangguan kognitif, emosional, dengan pengecualian dari insomnia.

Beberapa penelitian telah menarik kesimpulan tentang efek “tidur singkat” membuat seseorang masih merasakan mengantuk dan kapasistas otak yang belum optimal. Ini diakibatkan oleh fakta bahwa otak tidak dikenakan konsolidasi memori penting dan energi terjadi langsung pada fase tidur dalam dan REM. Dalam hal ini, agar otak manusia dapat mengelola memori, sadar, dan memulihkan energi, ia harus melewati siklus tidur yang lengkap.

Mekanisme otak selama “tidur 5 menit lagi” yaitu ketika seseorang melakukan pekerjaan tersebut di pagi hari atau respons otak terhadap sinyal bangun cenderung lebih tinggi karena otak masih dalam tahap tidur yang fleksibel, Otak menyesuaikan kesiapan untuk bangun dengan peningkatan kewaspadaan, namun jika kebiasaan ini terlalu sering terjadi, kualitas tidur keseluruhan menjadi menurun. Hal ini terkait dengan gangguan ritme sirkadian dan ketidakseimbangan hormon melatonin yang mengatur pola tidur.

Dengan kesimpulan ini, perspektif biopsikologi menunjukkan bahwa tidur selama lima menit adalah beberapa menit di mana otak dapat memasuki fase transisi tidur. Otak mencapai proses persiapan tidur yang lebih dalam. Namun, tidur selama lima menit tentu saja kurang untuk memungkinkan proses vital mencari perubahan pada tahap deep sleep dan REM yang penting untuk pemulihan fisik dan mental otak. Dan, tidur dengan siklus lengkap dan durasi yang memadai sangat dianjurkan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image