Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Vindy W Maramis

Ponpes Ambruk: Ada Kaidah Kausalitas Sebelum Takdir

Agama | 2025-10-11 12:18:09
Sumber Ilustrasi : iStock.

Ambruknya bangunan Pondok Pesantren Al-Khoziny di Sidoarjo merupakan tragedi yang menyayat hati. Para santri sedang melaksanakan sholat Ashar tepat saat bangunan runtuh diatas mereka. Setelah kurang lebih satu minggu proses evakuasi berjalan sejak awal runtuhnya, Basarnas secara resmi menyatakan menutup operasi pencarian dan pertolongan korban pada Selasa (07/10), dengan total korban meninggal dunia sebanyak 67 orang dan korban selamat sebanyak 104 orang.

Ada fakta-fakta pahit dibalik runtuhnya bangunan pondok, salah satunya adalah para santri ‘biasa’ melakukan pengecoran terhadap bangunan pondok yang sedang dalam proses pengerjaan sebagai bentuk ‘pendisiplinan’.

Pernyataan pengurus pondok pesantren juga tak kalah mengherankan dengan mengatakan bahwa tragedi merupakan takdir dari Allah SWT. Pernyataan ini kemudian menjadi pro dan kontra di kalangan masyarakat, terutama dalam jejaring sosial.

Benarkah segala hal buruk datang semata karena takdir dari Allah?

Kita akan bahas berdasarkan pandangan Islam terhadap takdir dan juga sebab-akibat dari perbuatan manusia yang berkaitan dengan takdir itu sendiri.

Sebab-akibat dalam Islam dikenal dengan istilah Kaidah Kausalitas (qâi’dah as-sababiyyah). Sedangkan takdir dalam Islam juga dikenal sebagai qadha dari Allah. Sebagai seorang muslim, kedua hal ini sudah seharusnya dipelajari dan diambil menjadi sebuah pemahaman, agar tidak keliru dan salah dalam menjalankan kehidupan sehari-sehari dan memaknai setiap takdir dari Allah.

Pembahasan As-sababiyyah sendiri ada dalam buku dengan judul yang sama yaitu Kaidah Kausalitas : Memahami Hubungan Sebab-Akibat dalam Realitas Kehidupan Muslim. Dalam buku ini dijelaskan bahwa As-Sababiyyah adalah upaya untuk mengaitkan sebab-sebab fisik dengan akibat-akibatnya yang juga bersifat fisik dalam rangka mencapai target dan tujuan tertentu. Upaya tersebut dilakukan dengan cara mengetahui seluruh sebab yang mampu mengantarkan pada tercapainya tujuan serta mengaitkannya dengan seluruh akibatnya secara benar.

Adapun beberapa contohnya yang dapat dikemukakan seperti upaya seorang guru untuk menjelaskan mata pelajaran kepada para siswa agar siswa menjadi paham; upaya seorang ibu untuk menyusui bayinya yang menangis; upaya seorang kepala keluarga keluar rumah untuk bekerja dalam memenuhi nafkah keluarga; serta upaya seorang Menteri yang membuat kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; semua itu merupakan upaya dalam mengaitkan sebab dengan akibatnya.

Secara ringkas, seseorang harus memikirkan upaya-upaya dan sebab-sebab yang dapat menghantarkan sesuatu pada tujuannya. Dalam kasus robohnya bangunan pondok pesantren misalnya, kaidah kausalitas yang dapat dijalankan adalah dengan mempertimbangkan konstruksi bangunan, hal ini dapat dilakukan dengan menyewa seorang tenaga ahli di bidang konstruksi. Setelah itu, pihak pondok barulah melakukan pengerjaan dengan menyewa para pekerja bangunan yang memang memiliki ilmu dalam pembangunan gedung. Menyuruh para santri yang notabenenya tidak memiliki ilmu tentang bangunan dan konstruksi merupakan ‘bug’ dalam menjalankan kaidah kausalitas.

Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa pengaplikasian kaidah kausalitas dalam hal ini tidaklah sesuai dengan semestinya, bahkan menyalahi kaidah kausalitas itu sendiri.

Kemudian, ‘bug’ disini lah yang diklaim oleh pengurus pondok sebagai sebuah takdir. Seringkali pengamalan kaidah kausalitas pada diri seseorang terputus karena takdir mengambil peran.

Dalam pembahasan takdir oleh Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani dalam Kitab Nizamul Islam bab Qadla dan Qadar juga dijelaskan bahwa kaidah kausalitas juga dikenal dengan istilah mukhayyar. Mukhayyar dalam pembahasan ini mewajibkan seseorang untuk memaksimalkan fungsi akal dan usaha dalam mencapai sesuatu. Mukhayyar ini merupakan wilayah yang dikuasai oleh manusia. Sedangkan Qadla adalah wilayah yang menguasai manusia dan menjadi milik Allah, yang artinya segala kejadian yang terjadi pada area yang menguasai manusia adalah keputusan Allah (qadla). (hal.34)

Secara hubungan, kaidah kausalitas memang tidak berhubungan secara langsung dengan qadla Allah, karena bisa saja ketika seseorang telah mengamalkan kaidah kausalitas secara maksimal namun mendapat hasil yang kurang memuaskan atau justru malah mendapat kerugian/musibah, pun demikian sebaliknya.

Hanya saja, dalam perspektif Islam, seorang muslim akan dimintai pertanggungjawaban atas setiap perbuatannya, karena itu sekalipun kaidah kausalitas tidak memiliki hubungan yang linear secara nyata, tetap saja akan terikat pada hukum dan konsep yang satu, yaitu keimanan yang berasal dari aqidah yang benar.

Oleh sebab itu, seorang muslim senantiasa dituntut untuk memperhatikan setiap perbuatannya serta memikirkan sebab dan akibat dari setiap perbuatan yang diambil, dan mengaitkan keduanya dengan keimanan.

Sebagai penutup, rubuhnya bangunan pondok pesantren berdasarkan fakta-fakta yang terungkap, bisa kita ambil satu pelajaran penting, bahwa memperhatikan dan mengamalkan kaidah kausalitas haruslah menjadi sebuah kewajiban, disamping tetap menautkan hati dan keimanan pada setiap takdir Allah yang datang setelahnya.

Allahua’lam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image