Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Mulyadi, S.H., M.H.

Alarm Merah Demokrasi: Anarki dari Rahim KKN

Politik | 2025-09-06 00:07:13

Jakarta – Empat hari demonstrasi yang berujung anarkis pada 25, 28 dan 29 Agustus, ini bukanlah sekadar gejolak sesaat. Rentetan amarah massa yang menyasar Gedung DPR dan institusi Polri menjadi puncak dari akumulasi kekecewaan publik terhadap elite politik dan aparat yang dinilai korup, arogan, dan terputus dari denyut nadi kehidupan rakyat.

Rangkaian protes dimulai pada Senin, 25 Agustus, dipicu oleh kemarahan spontan publik atas rencana kenaikan gaji dan tunjangan rumah bagi anggota dewan, sebuah kebijakan yang dianggap mencederai rasa keadilan di tengah kesulitan ekonomi. Situasi memanas pada Kamis, 28 Agustus, ketika ribuan buruh yang menuntut kenaikan upah dan penghapusan sistem alih daya (outsourcing) bentrok dengan aparat keamanan. Kericuhan tak terhindarkan, ditandai dengan pembakaran sebuah pos polisi.

Puncak kemarahan terjadi pada Jumat, 29 Agustus. Pemicunya adalah tragedi tewasnya Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online, yang diduga terlindas kendaraan taktis Brimob saat kericuhan sehari sebelumnya. Insiden ini menyulut solidaritas luas dan menggerakkan mahasiswa untuk turun ke jalan, menuntut pertanggungjawaban Kapolri dan reformasi total institusi kepolisian.

Di balik amuk massa, terdapat jurang kepercayaan yang menganga. Berbagai survei nasional sepanjang tahun 2025 secara konsisten menempatkan DPR, Partai Politik, dan Polri sebagai lembaga dengan tingkat kepercayaan publik paling rendah. Sikap anggota dewan yang dianggap lebih mementingkan diri sendiri dan dugaan brutalitas aparat menjadi pemantik karena seolah mengonfirmasi persepsi terburuk publik.

Hilangnya kendali massa yang berujung anarkis menjadi cermin langsung dari buruknya moralitas para pejabat dan carut-marutnya politik di negeri ini; ketika teladan penegakan aturan diruntuhkan oleh para elite, rakyat pun kehilangan pegangan norma.

Sentimen ini bukan tanpa dasar. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia untuk tahun 2024 yang berada di skor 37 dari 100, masih jauh di bawah rata-rata global, menandakan adanya masalah korupsi yang serius di sektor publik. Di sisi lain, institusi Polri juga tercatat sebagai lembaga yang paling banyak diadukan masyarakat ke Komnas HAM terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia. Catatan-catatan ini memberikan fondasi faktual bagi kemarahan yang meledak di jalanan.

Peristiwa akhir Agustus adalah alarm keras bagi para pemegang kekuasaan. Anarki di jalanan hanyalah gejala dari penyakit yang lebih dalam: putusnya tali kepercayaan antara pemerintah dan warganya akibat praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) serta rasa ketidakadilan yang meluas. Tanpa reformasi struktural yang serius untuk memulihkan legitimasi dan menjawab tuntutan rakyat, bara dalam sekam ini hanya menunggu waktu untuk kembali menyala dengan lebih besar.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image