Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ismail Suardi Wekke

Menikmati Kuliner Halal di Negeri Sakura

Kuliner | 2025-09-02 18:47:55

Pernahkah Anda membayangkan berwisata kuliner di Jepang? Negara yang terkenal dengan sushi, ramen, dan tempura ini, kini semakin ramah bagi wisatawan muslim. Konsep halal yang berarti "diperbolehkan" dalam hukum Islam, kini menjadi perhatian serius di Jepang. Ini bukan sekadar tren, melainkan sebuah bentuk adaptasi budaya dan ekonomi yang signifikan.

Mengapa Halal Menjadi Penting di Jepang?

Peningkatan jumlah wisatawan muslim dari berbagai negara seperti Indonesia, Malaysia, dan negara-negara Timur Tengah menjadi pemicu utama. Pemerintah Jepang menyadari potensi ekonomi besar dari sektor ini. Selain itu, Olimpiade Tokyo pada 2020 (yang akhirnya diadakan pada 2021) juga menjadi katalisator. Mereka ingin memastikan para atlet dan pengunjung muslim bisa merasa nyaman.

Pentingnya halal di Jepang tidak hanya terbatas pada makanan. Ini mencakup produk kecantikan, kosmetik, hingga produk sehari-hari. Banyak produk yang sebelumnya tidak dipertimbangkan, kini mulai mendapatkan sertifikasi halal.

Mewujudkan ekosistem halal di Jepang tidaklah mudah. Tantangan utamanya adalah pemahaman masyarakat Jepang yang masih minim tentang Islam. Banyak yang tidak familiar dengan konsep halal. Bahan-bahan seperti babi dan alkohol, yang umum dalam masakan Jepang, menjadi kendala.

Namun, berbagai solusi telah diterapkan. Restoran mulai menyediakan menu khusus tanpa babi dan alkohol. Mereka menggunakan bahan-bahan alternatif seperti kaldu ayam atau ikan. Banyak restoran juga memiliki dapur terpisah untuk memastikan tidak ada kontaminasi silang.

Selain itu, label "Muslim-friendly" atau "ramah muslim" juga sering digunakan. Label ini tidak selalu berarti bersertifikat halal, tetapi menunjukkan bahwa restoran telah berupaya mengakomodasi kebutuhan muslim.

Ada beberapa lembaga yang berwenang memberikan sertifikasi halal di Jepang. Japan Halal Foundation (JHF) adalah salah satunya. Lembaga ini bekerja sama dengan otoritas halal di negara lain untuk memastikan standar yang setara.

Proses sertifikasi ini ketat. Mulai dari audit bahan baku, proses produksi, hingga penyimpanan. Tujuannya adalah memberikan jaminan penuh kepada konsumen muslim. Selain JHF, ada juga Japan Islamic Trust (JIT) dan lembaga lainnya yang berperan aktif. Keberadaan lembaga-lembaga ini sangat membantu industri pariwisata dan makanan di Jepang. Mereka menjadi jembatan antara budaya Jepang dan kebutuhan muslim.

Saat ini, mencari produk halal di Jepang jauh lebih mudah. Supermarket besar seperti Aeon dan Don Quijote mulai menyediakan sudut khusus produk halal. Produk instan, seperti mi ramen, juga banyak yang sudah bersertifikasi.

Selain makanan, sektor lain juga berkembang. Hotel-hotel di kota besar seperti Tokyo dan Osaka kini menyediakan fasilitas salat. Bahkan ada beberapa hotel yang memiliki dapur halal.

Industri kosmetik juga tidak ketinggalan. Beberapa merek lokal mulai mengembangkan produk halal. Ini menunjukkan bahwa pasar halal di Jepang terus tumbuh dan meluas.

Tren halal di Jepang diperkirakan akan terus meningkat. Ini didorong oleh pertumbuhan populasi muslim global dan meningkatnya kesadaran akan pariwisata halal. Pemerintah dan pelaku bisnis di Jepang akan terus berinovasi. Mereka akan mencari cara baru untuk menarik wisatawan muslim. Pelatihan tentang budaya muslim dan konsep halal juga akan semakin digalakkan.

Halal di Jepang bukan hanya tentang agama. Ini adalah jembatan budaya, ekonomi, dan pariwisata. Ini adalah bukti bahwa dua budaya yang berbeda bisa saling memahami dan beradaptasi. Dengan demikian, Jepang semakin membuka diri dan menjadi destinasi yang ramah bagi semua orang.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image