Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Arum Indah

Tanda Penghargaan, Citra Politik di Panggung Demokrasi

Politik | 2025-08-28 21:58:47

Baru-baru ini Presiden Prabowo memberikan tanda kehormatan kepada 141 kalangan yang berasal dari kalangan pejabat, politikus, dan pengusaha. Tokoh-tokoh yang mendapat tanda kehormatan itu, di antaranya adalah Puan Maharani selaku ketua DPR, Sultan Bachtiar Najamudin yang menjabat sebagai ketua DPD, Ahmad Muzani selaku ketua MPR, Sufmi Dasco Ahmad selaku Wakil Ketua DPR, dan Zulkifli Hasan selaku Menko Pangan. Kelima tokoh ini disebut-sebut telah banyak berkontribusi di bidang mereka, memiliki ‘jasa yang luar biasa’, dan memberikan sumbangsih besar untuk membela kepentingan rakyat. Selain kelima tokoh tersebut, ada juga Abdul Muhaimin Iskandar, Bahlil Lahadalia, Fadli Zon, Meutia Hafid, Agus Harimurti Yudhoyono, dan masih banyak lagi.

Pemberian tanda kehormatan Bintang Mahaputera ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Penghargaan. Adapun syarat untuk memperoleh Bintang Mahaputera adalah berjasa luar biasa bagi kemajuan, kesejahteraan, dan kemakmuran bangsa dan negara; pengabdian dan pengorbanan yang besar untuk bangsa dan negara; serta darma bakti dan jasanya yang diakui secara luas.

Pemberian tanda penghargaan oleh Presiden Prabowo ini menuai kontroversi di tengah masyarakat. Pasalnya ada beberapa nama yang dianggap tidak kompeten dan tidak layak untuk memperoleh tanda kehormatan itu. Bivitri Susanti yang merupakan Ahli Hukum Tata Negara mengungkapkan bahwa nama-nama itu tak patut memperoleh tanda kehormatan sebab tugas mereka memanglah berjuang untuk kepentingan rakyat. Mirisnya lagi, ada beberapa nama yang memiliki rekam jejak yang buruk seperti pernah terlibat skandal korupsi, yaitu Burhanuddin Abdullah dan Johanes Gluba Gebze.

Citra Politik

Para tokoh yang memperoleh tanda penghargaan ini mendapat beberapa keistimewaan, yaitu pengangkatan dan kenaikan pangkat bagi mereka yang masih hidup, sedangkan bagi yang telah meninggal dunia tetap mendapat kenaikan pangkat anumerta dan upacara pemakaman besar yang akan dibiayai oleh negara.

Namun, kuat dugaan bahwa pemberian tanda penghargaan ini tak lepas hanya sebatas citra politik saja. Ini terlihat dari pihak-pihak yang mendapat penghargaan itu rata-rata berasal dari kelompok pendukung pemerintah itu sendiri. Hal ini juga yang diungkapkan oleh sejarawan Andi Achdian, beliau menilai bahwa pemberian tanda kehormatan seperti kenarsisan politik karena penghargaan itu hanya diberikan kepada circle politiknya.

Senada dengan pendapat dari Mantan Kepala Pembinaan Ideologi Pancasila Yudi Latif yang juga berpendapat bahwa mahkota kenegaraan berupa penghargaan yang pernah disematkan kepada pahlawan telah kehilangan kemilaunya. Ia juga berpendapat bahwa tanda penghargaan itu tak lebih dari sekadar bros politik yang dipakai bukan lagi untuk mewujudkan pengabdian kepada negara, melainkan tanda kesetiaan pada seseorang.

Faktanya, dari banyak elite politik yang mendapat penghargaan, hampir tak ada satu pun dari mereka yang kebijakannya itu prorakyat. Belum genap satu tahun periode pemerintahan Prabowo, banyak kebijakan yang justru menzalimi rakyat. Aksi protes yang terjadi di depan kantor DPRD beberapa hari lalu di Jakarta menggambarkan amarah rakyat selama ini. Lagi-lagi, pemerintah justru sangat represif menghadapi protes dari rakyat.

Kapitalisme Biang Masalah

Sesungguhnya segala permasalahan yang terjadi di negeri ini bersumber dari sistem yang dianut negara ini yaitu sistem kapitalisme liberal. Sistem ini menjadikan maslahat atau manfaat sebagai indikator atau tolok ukur perbuatan dan tak mempertimbangkan aspek haram atau haram. Tak ayal sering kita temui praktik-praktik politik kotor yang sangat jauh dari nilai agama. Sedihnya lagi, praktik politik kotor ini justru terjadi di negara yang sila pertama negara mengaku menjunjung tinggi Ketuhanan Yang Maha Esa.

Secara inheren, sistem kapitalisme otomatis menjadikan para elite politik menyandarkan segala sikap dan perbuatan mereka dengan standar kepentingan. Mereka akan saling bantu-membantu jika memiliki kesamaan kepentingan, juga terbiasa melakukan kompromi dan kongkalikong untuk menguntungkan kelompok mereka. Dengan kata lain, mereka saling tersandera dengan kepentingan individu dan kelompoknya.

Ketika kepentingannya berseberangan, mereka bisa saling memusuhi dan menjegal satu sama lain. Bahkan, mereka sering kali menjadikan ‘kasus-kasus hukum’ sebagai alat tawar-menawar dalam politik.

Demikian pula dengan pemberian tanda penghargaan Presiden Prabowo ini, semuanya sarat dengan citra politik. Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, tanda penghargaan ini justru diberikan kepada individu yang merupakan bagian dari kelompok mereka sendiri atau pendukung Prabowo selama masa kampanye.

Konsep Islam

Dalam sebuah hadis dikatakan bahwa Nabi Muhammad memperkerjakan laki-laki dari Bani Asad mengumpulkan zakat. Kemudian, saat ia menyetorkan zakatnya, ia berkata kepada Rasul, “Zakat ini kuserahkan kepada Anda dan ini hadiah orang kepadaku.” Rasul pun berdiri di atas mimbar, kemudian beliau memuji dan menyanjung Allah, serta bersabda, “Bagaimana bisa ada seorang petugas zakat yang sudah aku tugaskan memungut zakat, lalu ia berkata, ‘Zakat ini kuberikan kepada Anda, dan ini hadiah dari orang untukku.’ Mengapa ia tidak duduk-duduk saja di rumah ibunya atau bapaknya menunggu orang mengantarkan hadiah kepadanya? Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di tangannya, tidak ada seorang pun di antara kalian yang mengambil harta secara khianat, melainkan kelak ia akan memikul harta itu di atas lehernya pada hari kiamat.” (HR. Muslim)

Dalam riwayat lain Rasulullah Saw. bersabda, “Barang siapa yang telah kami beri pekerjaan untuknya, kemudian kami berikan gaji kepadanya, maka apa saja yang ia ambil sesudah gaji itu adalah ghulul” (HR. Abu Dawud)

Dalam Islam, apabila seseorang diberikan amanah untuk melakukan riayah kepada rakyat, ia wajib melaksanakan amanah itu sebaik mungkin. Ia juga harus mengupayakan segala daya dan upaya untuk mewujudkan kemaslahatan umat serta memahami betul bahwa kelak Allah akan meminta pertanggungjawaban kepadanya. Dengan demikian, ia tidak akan diberikan hadiah atau penghargaan atas perbuatan atau pekerjaan yang dilakukan sebab itu memang tugasnya.

Khalifah juga tidak akan mengistimewakan para elite politik sebab mereka tidak diikat dengan kepentingan sebagaimana dalam sistem kapitalisme. Para pejabat pemerintah atau pemimpin kaum muslim justru diikat dengan ketakwaan kepada Allah dan menjadikan standar halal-haram sebagai tolok ukur dalam melakukan perbuatan. Dengan demikian, para elite politik dalam Islam tidak terikat konflik kepentingan. Para elite politik di dalam Islam justru akan bekerja sama guna mewujudkan kemaslahatan seluruh rakyat, bukan kemaslahatan kelompok atau golongan.

Wallahu’alam bisawab []

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image