Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ahmad Andika Alamsyah

ASN dan PPPK: Dua Status, Satu Beban, Tak Sama Perlakuan

Kebijakan | 2025-07-13 23:29:27
Ilustrasi pegawai ASN dengan seragam dinas. Gambar diunduh dari Pinterest: @Janemyid

Status Sama, Tapi Kenyataannya Tak Selalu Seimbang

Di balik meja layanan publik, dari kantor kelurahan hingga ruang kelas sekolah, ribuan aparatur sipil negara (ASN) bekerja setiap hari demi masyarakat. Mereka datang dari dua jalur: Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Secara hukum, keduanya punya status yang sama—sama-sama ASN. Tapi dalam kenyataannya, tidak sedikit PPPK yang merasa seperti “ASN setengah jadi”.

Kita tahu, kehadiran PPPK awalnya dimaksudkan untuk mengisi kebutuhan tenaga fungsional di sektor penting seperti pendidikan dan kesehatan. Dalam dua tahun terakhir, pemerintah telah mengangkat lebih dari 1,6 juta PPPK. Namun, meski beban kerja dan tanggung jawabnya tak kalah berat dari PNS, hak yang mereka terima belum benar-benar setara.Bukan hal baru jika banyak PPPK mengeluh soal ketimpangan fasilitas dan perlindungan yang mereka dapatkan. Di banyak daerah, PPPK menjalani rutinitas kerja yang sama, namun menerima tunjangan yang berbeda. Bahkan, banyak di antara mereka tak tahu apakah mereka akan mendapat jaminan pensiun atau tidak. Ini adalah realita yang bertolak belakang dengan semangat reformasi birokrasi.

PPPK, Kebijakan Publik yang Belum Tuntas

Dari sudut pandang administrasi publik, pengangkatan PPPK adalah kebijakan strategis. Ia menyentuh hajat hidup orang banyak, menyangkut efisiensi anggaran, distribusi aparatur, hingga nilai keadilan dan akuntabilitas birokrasi. Namun, implementasinya belum sepenuhnya menjawab tantangan di lapangan.

Meski PPPK sudah diatur dalam Undang-Undang ASN No. 20 Tahun 2023, ketimpangan masih nyata. Banyak PPPK yang bekerja bertahun-tahun dengan status tidak tetap, tanpa kepastian tentang masa depan mereka. Bahkan, beberapa dari mereka harus menunggu berbulan-bulan untuk menerima SK pengangkatan atau NIP.Ini bukan hanya persoalan teknis, melainkan cerminan dari bagaimana negara memperlakukan aparatur yang seharusnya dijaga martabatnya. Bila PPPK hanya dianggap sebagai solusi sementara, maka semangat membangun birokrasi yang profesional dan berkeadilan bisa jadi hanya ilusi.

Titik Cerah Mulai Terlihat

Meski begitu, tahun 2025 tampaknya membawa harapan baru. Pemerintah pusat melalui KemenPAN-RB dan BKN secara resmi menyatakan bahwa mulai 2025–2026, PPPK akan mendapat hak pensiun bulanan, bukan lagi sekadar pesangon. Skemanya berbasis iuran, dan mulai disiapkan sistem teknis serta regulasinya. Paling lambat 1 Juni 2025, seluruh PPPK wajib sudah mendapatkan NIP sebagai dasar hak kepegawaian mereka.Langkah lain yang patut diapresiasi adalah keterbukaan bagi PPPK untuk menduduki jabatan struktural, termasuk sebagai camat, kepala bidang, dan kepala sekolah. Pemerintah juga memastikan bahwa gaji ke-13 ASN tahun ini, termasuk untuk PPPK, akan cair pada Juni 2025. Bagi banyak PPPK, ini adalah momen penting yang menandai pengakuan atas eksistensi mereka dalam sistem birokrasi.

Tapi Tantangannya Belum Selesai

Kendati regulasi pusat mulai berpihak, pelaksanaan di daerah masih menyisakan pekerjaan rumah. Tidak semua pemerintah daerah mampu mengalokasikan tunjangan yang layak bagi PPPK. Di beberapa daerah, PPPK bahkan tidak mendapat tunjangan kinerja atau tunjangan transportasi sama sekali.Hal ini menimbulkan pertanyaan: apakah sistem kepegawaian kita sudah adil lintas wilayah? Padahal, dalam konteks pelayanan publik, PPPK di kabupaten terpencil memiliki urgensi yang sama dengan PNS di pusat kota.Kesenjangan ini menuntut perhatian serius. Dibutuhkan sinkronisasi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah, serta sistem pemantauan yang ketat agar tidak ada ASN yang terabaikan hanya karena mereka bukan PNS.

Birokrasi Tak Boleh Terbelah Dua

Kalau kita ingin birokrasi yang kuat, maka keadilan internal harus menjadi fondasinya. PPPK bukan pegawai cadangan yang bisa diabaikan. Mereka adalah pelayan negara yang berada di garda terdepan: mengajar, merawat, mengurus administrasi, dan mendampingi masyarakat. Mereka adalah ASN sejati, meski masuk dari jalur berbeda.Kebijakan publik tak cukup berhenti pada pengumuman. Ia harus menjelma menjadi keadilan yang dirasakan setiap hari oleh mereka yang menjalankan tugas negara. Setiap bentuk perlakuan yang timpang hanya akan menciptakan frustasi, menurunkan semangat kerja, dan memperlemah wajah birokrasi di mata rakyat.

Penutup: Layani yang Melayani

Sudah saatnya kita berhenti membeda-bedakan para pelayan publik. Baik PNS maupun PPPK, keduanya memiliki beban kerja, tanggung jawab, dan komitmen yang sama. Perubahan kebijakan tahun ini adalah awal yang baik. Tapi pekerjaan rumah kita belum selesai. Kita masih harus memastikan bahwa semua aparatur sipil negara, tanpa kecuali, mendapat hak yang layak dan setara.Karena kekuatan negara tidak hanya terletak pada peraturan yang tertulis, tapi pada bagaimana ia memperlakukan orang-orang yang bekerja dalam senyap demi rakyat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image