Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Iqlima Rizna Baroroh

Ju'alah di Era Digital: Hadiah atau Perjudian Terselubung

Agama | 2025-07-02 04:43:47

“Unggah karyamu sekarang, dan raih hadiah total jutaan rupiah!”

Kalimat semacam ini semakin sering muncul di berbagai platform digital. Sekilas tampak menarik dan menghibur. Namun, tahukah Anda bahwa di balik skema hadiah tersebut terdapat sebuah akad dalam Islam yang dikenal dengan istilah ju’alah?

Ilustrasi Memenangkan hadiah sayembara. Sumber: Pexels iStock

Ju’alah adalah bentuk perjanjian yang menjanjikan imbalan atas suatu pekerjaan yang dilakukan seseorang yang sudah tercapai namun terkadang tetap diberikan walaupun belum tentu berhasil dilakukan. Misalnya, seseorang menjanjikan kompensasi kepada siapa pun yang berhasil menemukan dompetnya yang hilang. Secara konsep, akad ini tampak sederhana. Namun dalam konteks modern, terutama ketika diterapkan dalam sistem digital, keabsahan praktik ini tidak selalu sesederhana kelihatannya.

Konsep Ju’alah Menurut Hukum Islam

Mengacu pada kajian Nurul Rahmah Kusuma dan rekan-rekannya (2024), ju’alah dalam fikih merupakan jenis akad yang melibatkan kesepakatan antara pihak yang menawarkan imbalan dan pihak yang menyelesaikan tugas, dengan landasan kerelaan bersama (al-ridha) serta niat untuk mewujudkan kemaslahatan umum. Selama memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan, seperti kejelasan tugas yang dimaksud, nilai kompensasi, serta terbebas dari unsur spekulatif (gharar) dan perjudian (maysir), maka akad ini dinyatakan sah dalam syariat.

Namun, dalam penerapan kontemporer, khususnya pada ranah digital, praktik ju’alah kerap kali bercampur dengan unsur yang mengarah pada spekulasi. Contohnya adalah kompetisi berhadiah yang dananya bersumber dari iuran peserta—sehingga menyerupai mekanisme perjudian karena terdapat unsur “pertaruhan” untuk memperoleh hadiah. Inilah yang menjadikan batas antara ju’alah dan maisyir menjadi semakin samar.

Fenomena Baru: Kompetisi/sayembara Digital, Cashback, dan Referral Online

Saat ini, penerapan ju’alah tidak lagi terbatas pada pencarian barang hilang atau sayembara konvensional. Bentuk-bentuk modern yang dapat dikaitkan dengan ju’alah antara lain:

- Kontes desain logo untuk usaha rintisan.

- Lomba video promosi pada platform e-commerce.

- Program referral yang memberikan insentif khusus.

- Aplikasi digital yang memberikan imbalan kepada pengguna aktif.

Kendati demikian, sejumlah penelitian seperti yang dilakukan oleh Fauziah et al. (2017), menyatakan bahwa beberapa program dengan sistem multi-level marketing (MLM) atau referral tidak dapat dikategorikan sebagai ju’alah syar’i. Hal ini dikarenakan struktur imbalan dan mekanismenya tidak disampaikan secara terbuka, bahkan seringkali mengandung unsur riba atau spekulasi.

Sebagai contoh kasus, terdapat banyak program giveaway atau undian berhadiah di e-commerce yang mensyaratkan pembelian produk terlebih dahulu untuk ikut serta. Apabila dana pembelian tersebut dijadikan sumber hadiah bagi pemenang, maka praktik ini bukan lagi bentuk ju’alah yang sah, melainkan telah mengandung unsur perjudian. Praktik seperti ini perlu diwaspadai karena berpotensi menjadi bentuk riba terselubung dalam format digital.

Bagaimana Seharusnya Kita Menyikapi?

Dalam khazanah fikih, dikenal sejumlah kaidah penting:

“Hukum akad ditentukan oleh tujuannya. Kemudharatan harus dihindari. Keyakinan tidak dapat dikalahkan oleh keraguan.”

Oleh karena itu, baik sebagai pengguna maupun pelaku usaha, kita perlu memahami secara kritis maksud, struktur, dan dampak dari setiap program yang menjanjikan hadiah. Apabila terdapat unsur pembayaran dengan ketidakpastian, atau apabila mekanisme tersebut merugikan pihak tertentu, maka sangat mungkin akad tersebut menyimpang dari konsep ju’alah dan mendekati kategori maisyir.

Sebaliknya, apabila suatu kompetisi, hadiah, atau penghargaan diberikan secara terbuka, tanpa adanya spekulasi, dengan tujuan yang maslahat, dan struktur yang transparan, maka program tersebut dapat dinilai sebagai ju’alah yang diperbolehkan menurut hukum Islam.

Hadiah Tidak Selalu Halal, Tinjau Kembali Akadnya

Di tengah maraknya pertumbuhan ekonomi digital, ju’alah hadir dalam beragam bentuk mulai dari lomba konten kreatif, program afiliasi, hingga sistem cashback. Namun perlu diingat, tidak semua hadiah digital berarti halal secara otomatis. Validitasnya tergantung pada akad, mekanisme pelaksanaan, dan nilai maslahat yang dibawanya.

Seperti yang diuraikan dalam jurnal Eco-Iqtishodi, penerapan kaidah fikih sangat penting dalam memilah antara ju’alah yang sah dengan praktik maisyir yang terselubung. Dengan memahami prinsip-prinsip dasar syariat, kita dapat menjadi konsumen yang cermat sekaligus pelaku usaha yang bertanggung jawab secara etika dan agama.

Sebab pada akhirnya, bukan seberapa besar nilai hadiah yang menjadi ukuran, melainkan sejauh mana hadiah tersebut membawa keberkahan atau sebaliknya, justru menjadi jalan menuju praktik yang tidak dibenarkan dalam Islam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image