
Pasar Santa: Dari Pasar Biasa Jadi Surganya Anak Muda Jakarta
Bisnis | 2025-04-15 14:52:55
Pasar Santa, merupakan pasar yang terletak di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Pasar Santa adalah contoh nyata bagaimana ruang tradisional yang nyaris mati, bisa bertranformasi menjadi pusat kreativitas urban masyarakat Jakarta. Namun perjalanan menuju titik ini bukanlah sesuatu yang mudah. Jauh sebelum pasar ini menjadi “surga” bagi para pecinta barang-barang vintage dan budaya kreatif seperti sekarang, Pasar Santa hanyalah sebuah pasar tradisional biasa, bahkan cenderung kumuh dan jorok. Namun siapa sangka, tempat yang dulunya kumuh dan jorok, kini menjadi magnet bagi anak muda Jakarta, wisatawan lokal, bahkan internasional.
Pasar Santa diresmikan pada tahun 1971. Sebagai pasar tradisional, Pasar Santa memainkan peran penting dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat Jakarta Selatan. Namun seiring berjalannya waktu, perilaku konsumen berubah. Masyarakat urban lebih memilih berbelanja di supermarket dan minimarket yang lebih modern, bersih, dan nyaman. Ditambah lagi, meningkatnya pembangunan pusat perbelanjaan mewah di Jakarta membuat pasar-pasar tradisional seperti Santa kehilangan pengunjung. Menanggapi kondisi tersebut, pemerintah melakukan revitalisasi besar-besaran pada tahun 2004. Fasilitas bangunan diperbarui dan diperluas menjadi tiga lantai, membuat Pasar Santa lebih luas dan lebih tertata. Namun Pembangunan ini tetap mempertahankan fungsi tradisional Pasar Santa sebagai pusat jual beli.
Walaupun pemerintah melakukan revitalisasi fisik pasar pada tahun 2004, namun langkah ini tidak diikuti oleh inovasi konsep yang jelas. Alhasil, kios-kios tetap sepi. Lantai dua dan tiga dibiarkan kosong. Pada akhirnya Pasar Santa menjadi proyek gagal upaya revitalisasi yang tidak berangkat dari kebutuhan nyata masyarakat dan perubahan zaman.
Awal dekade 2010-an menjadi titik balik Pasar Santa. Saat itu, budaya dan tren vintage mulai popular di kalangan anak muda Indonesia, khususnya Jakarta. Barang-barang lawas seperti kaos band, priringan hitam (vinyl), hingga fesyen seconhand menjadi tren. Pasar Santa pelan-pelan mulai mendapatkan perhatian dari komunitas-komunitas ini dan mulai menemukan nyawanya kembali.
Puncaknya pada tahun 2014, ketika sejumlah anak muda kreatif mulai memanfaatkan kios-kios kosong di lantai atas Pasar Santa. Mereka mengubah kios-kios kecil itu menjadi kedai kopi, toko piringan hitam (vinyl), kaset, kaos band, berbagai macam fesyen, dan berbagai scene lainnya. Tak hanya itu, Pasar Santa juga kerap kali mengadakan acara seperti workshop kreatif, gigs, membuka lapak zine, dan masih banyak lagi.
Kini Pasar Santa bukan lagi sekadar tempat belanja bahan dapur. Pasar Santa berubah menjadi ekosistem budaya baru, menjadi sebuah “pasar kalcer” (pasar budaya popular). Ruang-ruang kecil di sana menjadi wadah ekspresi kreativitas. Para pengunjung datang bukan hanya untuk berbelanja, tetapi untuk merasakan ambience di “pasar kalcer” Jakarta Selatan ini. Pasar Santa berkembang menjadi lebih dari sekadar tempat jual beli; Pasar Santa menjadi ruang pertemuan berbagai komunitas, tempat berkarya, berbagi ide, dan membangun usaha. Banyak pelaku UMKM, khususnya kawula muda yang memulai bisnis mereka di sini, baik di bidang fesyen, musik, kuliner, maupun seni. Keunikan konsep yang diusung Pasar Santa ini membuat Pasar Santa memiliki daya tarik tidak hanya bagi warga lokal, tetapi juga wisatawan internasional, terutama mereka yang tertarik dengan budaya thrifting, musik, dan kuliner otentik. Fenomena ini dikenal sebagai creative placemaking, di mana para kreator menghidupkan ruang kota lewat kegiatan seni dan budaya.
Keberhasilan Pasar Santa sebagai ruang kreatif tak lepas dari beberapa faktor penting, antara lain adalah harga sewa kios yang lebih terjangkau, jika dibandingkan dengan biaya sewa di mal atau ruko. Hal ini membuat peluang bagi UMKM kecil menengah ataupun kawula muda kreatif menjadi lebih besar untuk memulai bisnis mereka. Selanjutnya, kebebasan berkreasi. Setiap kios di Pasar Santa memiliki ciri khas dan konsepnya masing-masing, tanpa standar baku. Lokasi Pasar Santa yang berada di Jakarta Selatan juga sangat mendukung, karena Jakarta Selatan terkenal sebagai sarangnya anak kalcer. Yang terakhir, banyaknya dukungan komunitas dan liputan media. Promosi Pasar Santa melalui media sosial sangat masif dilakukan. Ditambah media massa yang turut meliput, apalagi setelah momen viral kedatangan Ed Sheeran yang membagi-bagikan vinyl albumnya di sana.
Transformasi Pasar Santa tidak hanya soal wajah baru sebuah pasar tradisional yang tua. Pasar Santa adalah bukti nyata bagaimana ekonomi kreatif bisa menghidupkan ruang urban yang mati. Menurut Badan Ekonomi Kreatif Injudonesia (Bekraf), sektor ekonomi kreatif menyumbang lebih dari 7% PDB Indonesia. Kontribusi ini berasal dari sub sektor seperti kuliner, fesyen, musik, film, dan semua scene yang tumbuh di Pasar Santa.
Dibalik kesuksesan dan popularitas Pasar Santa, juga memunculkan tantangan-tantangan baru, terutama harga sewa yang naik, yang menyebabkan beberapa kios kecil akhirnya terpaksa tutup. Sebagian pelaku kreatif juga mengeluhkan bahwa suasana Pasar Santa kini menjadi terlalu “mainstrem”. Yang sering terjadi dalam banyak gerakan revitalisasi berbasis komunitas adalah, ketika suatu tempat menjadi sukses, justru karakter awalnya terancam hilang.
Pengalaman pribadi saya sendiri ketika mengunjungi Pasar Santa ini sangat menyenangkan. Di sana saya dapat merasakan ambience nuansa vintage bercampur modern, ya karena memang di sana rata-rata menjual barang-barang vintage, seperti piringan hitam (vinyl), kaset, kaos band, berbagai macam fesyen, dan berbagai scene lainnya. Pengunjung di Pasar Santa ini bahkan didominasi oleh kawula muda, baik lokal maupun turis asing. Yang paling menarik dari Pasar Santa menurut saya sendiri adalah karena konsepnya yang memadukan tradisional dan modern, yang dimana pada bagian lantai bawah pasar menjual bahan pangan, dan pasar kreatif pada lantai atas, sehingga menciptakan suasana yang otentik
Meski sempat berjaya, Pasar Santa juga pernah mengalami masa-masa sulit, terutama saat pandemi covid-19 melanda. Banyak kios tutup dan pengunjung pun menurun drastis. Hal ini juga menjadi mengingat bahwasannya tempat kreatif seperti Pasar Santa pun perlu terus beradaptasi dan terus berinovasi. Hari ini, Pasar Santa perlahan bangkit kembali. Kuncinya tetap sama, yakni membuka ruang bagi industri kreatif untuk membuat ide-ide baru, menjaga semangat komunitas, dan tetap menjaga ke otentikan dari Pasar Santa itu sendiri. Jika dikelola dengan bijak, Pasar Santa tidak hanya akan bertahan, lebih dari itu, Pasar Santa bisa menjadi model revitalisasi pasar-pasar tradisional di kota-kota lain di Indonesia.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.