
Mereka yang (Masih) Bertahan
Agama | 2025-03-23 22:56:14
Malam semakin larut, dan suara imam yang melantunkan ayat-ayat suci menggema di dalam masjid. Namun, jika dibandingkan dengan malam-malam awal Ramadan, suasana terasa jauh berbeda.
Saf-saf yang sebelumnya penuh sesak, kini mulai menyisakan ruang kosong. Kalaupun ramai, itu karena dipenuhi jamaah anak-anak yang kebetulan sudah memasuki masa libur sekolah.
Apakah itu terjadi di tempat Anda juga?
Suatu ketika, di pojok masjid saya melihat seorang pria paruh baya masih teguh berdiri menjalankan Shalat sunah. Wajahnya tenang, matanya khusyuk memandang tempat sujud. Di sampingnya, seorang pemuda bersarung sedang duduk tasyahud akhir di rakat kedua Shalat sunahnya. Tak jauh dari mereka, seorang ibu membawa anak kecil, membisikkan doa sebelum dia kembali berdzikir.
Mereka adalah segelintir orang yang masih bertahan, mereka yang memahami betapa berharganya 10 hari terakhir Ramadan.
Di tengah banyaknya orang yang mulai mengendurkan ibadah, mereka tetap istiqamah. Siapa mereka? Apa yang membuat mereka tetap teguh di saat banyak orang mulai meninggalkan shalat berjamaah?
Mengendur di Fase Terakhir Ramadan
Bukan rahasia lagi, ketika di beberapa masjid mengalami penurunan jumlah jamaah Tarawih menjelang akhir Ramadan. Jika di awal bulan suasana terasa begitu hidup dengan saf-saf yang penuh, maka di fase terakhir ini, jumlahnya mulai menyusut.
Mungkin ada beberapa alasan mengapa ini terjadi:
1. Sibuk dengan Persiapan Lebaran. Hari-hari terakhir Ramadan sering kali dihabiskan untuk belanja baju baru, berburu diskon besar, memasak hidangan khas, atau bahkan persiapan mudik ke kampung halaman. Pasar, pusat perbelanjaan, dan toko-toko pakaian mendadak lebih ramai dibandingkan masjid. Akibatnya, malam-malam penuh berkah justru terlewatkan begitu saja.
2. Keletihan Setelah 20 Hari Berpuasa. Saya tidak tahu, ini benar atau tidak, mungkin ada saja orang yang merasa sudah cukup beribadah di awal Ramadan, sehingga tanpa sadar mereka mulai mengendur. Padahal, Rasulullah SAW justru meningkatkan ibadahnya di 10 hari terakhir. Sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari, yang artinya “Ketika memasuki sepuluh akhir Ramadhan, Nabi fokus beribadah, mengisi malamnya dengan ibadah, dan membangunkan keluarganya untuk ikut ibadah" (HR Al- Bukhari).
3. Libur Sekolah dan Perubahan Rutinitas. Bagi keluarga yang memiliki anak sekolah, libur panjang mungkin bisa membuat pola tidur dan aktivitas berubah. Beberapa anak yang sebelumnya rajin ke masjid bersama orang tua kini memilih beristirahat di rumah.
Namun, di antara mereka yang melangkah mundur, masih ada sosok-sosok luar biasa yang justru maju ke depan. Mereka tetap bertahan, bahkan semakin giat dalam ibadah.
Masih Bertahan
Mereka yang tetap memenuhi masjid di 10 malam terakhir bukanlah orang-orang biasa. Mereka adalah para pencari ridha Allah SWT, orang-orang yang memahami bahwa puncak Ramadan bukanlah di awal, melainkan di akhirnya.
1. Para Lansia yang Tak Mengenal Lelah
Di banyak masjid, kita bisa melihat sosok kakek-kakek yang tetap setia berdiri di saf pertama. Meski tubuh mereka renta dan langkah mereka tertatih, semangat mereka tak pernah pudar. Seorang jamaah lansia yang saya temui pernah berkata, "Saya tidak tahu apakah saya masih diberi umur untuk Ramadan tahun depan. Jadi, saya ingin mengisi yang ini sebaik mungkin."
2. Anak Muda yang Memilih Masjid daripada Hiburan
Di saat banyak orang seusianya menghabiskan waktu dengan gadget atau nongkrong di kafe, ada segelintir pemuda yang tetap istiqamah menghidupkan masjid. Mereka mengisi malam-malamnya dengan shalat, membaca Al-Qur’an, dan beritikaf. Mereka mempercayai bahwa inilah investasi terbesar untuk kehidupan setelah mati.
3. Para Ibu yang Mengajarkan Makna Ibadah kepada Anak-Anaknya
Di sudut masjid, seorang ibu terlihat mendampingi anaknya yang baru belajar Shalat. Sesekali, ia mengajarkan doa, mengajari anaknya untuk tetap khusyuk. Baginya, Ramadan bukan hanya tentang ibadah pribadi, tapi juga tentang menanamkan nilai-nilai kepada generasi selanjutnya.
Mengapa Mereka Tetap Bertahan?
Di saat banyak yang mulai melonggarkan ibadah, mengapa masih ada orang-orang yang tetap teguh di masjid? Jawabannya sederhana: mereka memahami keistimewaan 10 hari terakhir Ramadan.
1. Menanti Malam Lailatul Qadar
Salah satu alasan utama mengapa 10 hari terakhir Ramadan sangat berharga adalah karena terdapat malam Lailatul Qadar. Allah SWT berfirman:
"Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan." (QS. Al-Qadr: 3)
Mereka yang bertahan di masjid yakin bahwa malam penuh keberkahan ini bisa hadir kapan saja di antara 10 malam terakhir. Mereka tidak ingin kehilangan kesempatan yang lebih berharga daripada umur manusia.
Rasulallah SAW bersabda: "Barang siapa yang beribadah pada malam Lailatul Qadar dengan iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Mengacu pada ayat Al-Qur’an dan Hadits tersebut, sayang sekali jika kita melewatkan 10 malam terakhir Ramadan hanya karena sibuk mempersiapkan baju baru, berburu diskon atau hanya sekedar buka bersama.
2. Meneladani Rasulullah SAW
Diriwayatkan bahwa ketika memasuki 10 malam terakhir, Rasulullah SAW semakin bersungguh-sungguh dalam ibadah. Beliau menghidupkan malam-malamnya, membangunkan keluarganya, dan beri’tikaf di masjid.
Sebagaimana disampaikan oleh Sayyidah ‘Aisyah dalam riwayat Imam Ahmad, “Dari ‘Aisyah ra, dia berkata, ‘Pada 20 hari yang pertama (di bulan Ramadhan), Nabi saw biasa mengkombinasikan antara shalat, puasa dan tidurnya. Namun jika telah masuk 10 hari terakhir, beliau bersungguh-sungguh dan mengencangkan sarungnya (menjauhi istri-istrinya)”
Mereka yang bertahan di masjid paham, bahwa mengikuti jejak Rasulullah adalah jalan terbaik menuju keberkahan. Jika Rasulullah saja yang sudah dijamin masuk surga masih berusaha keras di akhir Ramadan, seharusnya kita yang masih banyak kekurangan lebih semangat lagi.
3. Menggapai Ampunan di Penghujung Ramadan
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: "Celakalah seseorang yang menjumpai bulan Ramadan, lalu Ramadan berlalu sebelum dia mendapatkan ampunan." (HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Mereka yang masih bertahan di masjid, tidak ingin Ramadan berlalu begitu saja tanpa meninggalkan jejak keberkahan dalam hidup mereka.
Di antara saf-saf yang mulai kosong, masih ada mereka yang bertahan. Mereka yang memahami bahwa Ramadan bukan hanya tentang bagaimana kita memulainya, tapi juga bagaimana kita mengakhirinya.
Kini, saat kita menyadari bahwa masih ada orang-orang yang tetap istiqamah, pertanyaannya adalah: apakah kita ingin menjadi bagian dari mereka?
Jangan biarkan kesibukan dunia menghalangi ibadah kita. Prioritaskan shalat dan ibadah malam di atas hal-hal yang bisa ditunda. Ajak keluarga dan teman untuk tetap semangat hingga akhir Ramadan.
Ramadan belum selesai. Masih ada kesempatan untuk meraih ampunan dan keberkahan. Jangan biarkan malam-malam terakhir ini berlalu tanpa makna. Jadilah bagian dari mereka yang (masih) bertahan.
Jika Rasulullah SAW saja semakin bersemangat di 10 hari terakhir, mengapa kita harus menyerah di tengah jalan?
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook